Muhammadiyah Kritik Omnibus Law Kesehatan, Dorong Filosofi Awal Dikembalikan
Rabu, 08 Februari 2023 - 15:46 WIB
JAKARTA - Muhammadiyah bersama tujuh organisasi mengkritik proses pembahasan serta materi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dianggap melenceng dari tujuan layanan kesehatan. Karena itu, Muhammadiyah bersama tujuh organisasi tersebut akan melakukan kajian sesuai filosofi awal bidang kesehatan.
Tujuh organisasi tersebut terdiri atas lima organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (AI). Dua organisasi lainnya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Forum Peduli Kesehatan.
”Melalui pengalaman beraktivitas di bidang kesehatan dan ketersediaan sumberdaya kepakaran yang dimiliki, Kami akan melakukan sophistikasi kajian tentang kesehatan yang lebih esensial dan sesuai dengan filosofi awalnya, yaitu pemenuhan hak dasar bidang kesehatan, dan tak terkecuali, sebagai organisasi dakwah (Muhammadiyah), memberikan nuansa humanis-profetis di dalamnya,” ujar Ketua PP Muhammadiyah dalam pernyataan pers Muhammadiyah dan tujuh organisasi yang diterima Rabu (8/2/2023).
Draf RUU Kesehatan telah masuk ke program legislasi nasional sejak bulan November 2022. Penyusunannya mengadopsi metode Omnibus Law yang ditandai semua urusan kesehatan di negeri ini akan diatur dalam satu undang-undang.
Selasa (7/2/2023) malam, Badan Legislasi (Baleg) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR lewat rapat pleno. Dari Sembilan fraksi, delapan di antaranya menyetujui. Hanya PKS yang menolak dibahas ke tahap lanjut dengan alasan pembahasan di Baleg belum tuntas menyeluruh.
Muhammadiyah bersama tujuh organisasi sedikitnya menyampaikan 10 poin kritis terhadap RUU Kesehatan tersebut. Salah satunya terkait metode Omnibus yang dipakai tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak RUU. Berikut poin lengkapnya:
1. Bahwa metode Omnibus dalam penyusunan RUU Kesehatan telah dipergunakan tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak pengaturan, hal ini mengulang pola pengaturan dengan metode Omnibus baik dalam bentuk PerPu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja maupun UU 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Mengingat kerangka dari RUU tentang Kesehatan dibuat dengan pola Omnibus Law, mengabaikan partisipasi publik serta tidak bersifat partisipatif dan menyalahi prosedur pembentukan perundang-undangan maka dikhawatirkan berpotensi akan terjadi disharmoni dan konfliktual dengan aturan lain.
2. RUU Tentang Kesehatan merupakan bagian dari gerakan global liberalisasi di bidang kesehatan, sesuatu yang kalaupun dianggap sebagai hal yang tak dapat dihindari, tetap harus disikapi dengan berhati-hati dan tidak gegabah, agar tidak merugikan kepentingan bangsa dan masyarakat selaku konsumen di bidang kesehatan.
Tujuh organisasi tersebut terdiri atas lima organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (AI). Dua organisasi lainnya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Forum Peduli Kesehatan.
”Melalui pengalaman beraktivitas di bidang kesehatan dan ketersediaan sumberdaya kepakaran yang dimiliki, Kami akan melakukan sophistikasi kajian tentang kesehatan yang lebih esensial dan sesuai dengan filosofi awalnya, yaitu pemenuhan hak dasar bidang kesehatan, dan tak terkecuali, sebagai organisasi dakwah (Muhammadiyah), memberikan nuansa humanis-profetis di dalamnya,” ujar Ketua PP Muhammadiyah dalam pernyataan pers Muhammadiyah dan tujuh organisasi yang diterima Rabu (8/2/2023).
Draf RUU Kesehatan telah masuk ke program legislasi nasional sejak bulan November 2022. Penyusunannya mengadopsi metode Omnibus Law yang ditandai semua urusan kesehatan di negeri ini akan diatur dalam satu undang-undang.
Selasa (7/2/2023) malam, Badan Legislasi (Baleg) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR lewat rapat pleno. Dari Sembilan fraksi, delapan di antaranya menyetujui. Hanya PKS yang menolak dibahas ke tahap lanjut dengan alasan pembahasan di Baleg belum tuntas menyeluruh.
Muhammadiyah bersama tujuh organisasi sedikitnya menyampaikan 10 poin kritis terhadap RUU Kesehatan tersebut. Salah satunya terkait metode Omnibus yang dipakai tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak RUU. Berikut poin lengkapnya:
1. Bahwa metode Omnibus dalam penyusunan RUU Kesehatan telah dipergunakan tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak pengaturan, hal ini mengulang pola pengaturan dengan metode Omnibus baik dalam bentuk PerPu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja maupun UU 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Mengingat kerangka dari RUU tentang Kesehatan dibuat dengan pola Omnibus Law, mengabaikan partisipasi publik serta tidak bersifat partisipatif dan menyalahi prosedur pembentukan perundang-undangan maka dikhawatirkan berpotensi akan terjadi disharmoni dan konfliktual dengan aturan lain.
2. RUU Tentang Kesehatan merupakan bagian dari gerakan global liberalisasi di bidang kesehatan, sesuatu yang kalaupun dianggap sebagai hal yang tak dapat dihindari, tetap harus disikapi dengan berhati-hati dan tidak gegabah, agar tidak merugikan kepentingan bangsa dan masyarakat selaku konsumen di bidang kesehatan.
tulis komentar anda