PMI Dukung Kemandirian Fraksinasi Plasma
Selasa, 31 Januari 2023 - 21:40 WIB
JAKARTA - Palang Merah Indonesia ( PMI ) mendukung pemerintah mewujudkan kemandirian pengolahan plasma darah (fraksinasi plasma) dalam negeri melalui ratusan Unit Donor Darah (UDD). Di Indonesia, tak kurang dari 100 ribu liter plasma darah terbuang setiap tahunnya.
Plasma yang dapat dioptimalkan untuk produk kesehatan itu disebut dapat diolah secara mandiri oleh industri kesehatan nasional. Wakil Ketua Umum PMI Ginandjar Kartasasmita menuturkan, terdapat 460 unit donor darah di Indonesia.
"Sebanyak 235 di antaranya dikelola PMI. Dalam setahun bisa terkumpul 4 juta kantong darah," kata Ginandjar Kartasasmita dalam pembukaan Konsolidasi Penguatan Pelayanan Darah di Indonesia di Unit Donor Darah Pusat PMI, Jalan Joe, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023).
Adapun plasma darah adalah komponen terbanyak dari darah manusia dengan kandungan penting yang bisa mengatasi berbagai masalah kesehatan serius. Kandungan plasma darah yang digunakan sebagai terapi diperoleh melalui proses pengolahan yang spesifik.
Ginanjar mengungkapkan, sebanyak 18 UDD PMI dan 1 UTD RS telah mengantongi sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). PMI dapat melaksanakan pengolahan darah menjadi sediaan darah farmasi yang disebut sebagai produk obat derivat plasma (PODP).
PMI, kata dia, menghabiskan Rp2,5 miliar per tahun untuk memusnahkan plasma darah. Dengan dorongan pemerintah, dia optimistis plasma darah dapat dimanfaatkan untuk produksi derivat plasma seperti Human Albumin, Faktor VIII, Faktor IX, dan imunoglobulin (Ig). "Jumlahnya (derivat plasma) sangat terbatas saat ini dan harganya sangat mahal, padahal obat-obat itu sangat dibutuhkan," katanya.
Dia mengatakan, PMI menyambut baik penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksinasi Plasma di Indonesia. Konsolidasi antar-UDD telah dilakukan untuk menyeragamkan kualitas darah dari Aceh sampai Merauke.
Langkah itu juga diperkuat dengan pendampingan dari Kemkes, BPOM dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam fraksinasi plasma. "Upaya konsolidasi ini tidak hanya untuk kalangan UDD PMI saja, tetapi juga melibatkan UTD Rumah Sakit sebagai mitra," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia menjelaskan, penerbitan PMK Nomor 4/2023 merupakan salah satu upaya perbaikan regulasi oleh pemerintah dalam mewujudkan kemandirian bangsa di bidang produksi obat derivat plasma (PODP). Diharapkan standar produksi tidak hanya dalam negeri dengan regulasi ini, namun juga sesuai standar internasional.
“Untuk fraksinasi plasma Indonesia harus mengumpulkan 200 ribu liter plasma per tahun dalam mewujudkan PODP,” tuturnya.
Pelatihan dan Konsolidasi Penguatan Pelayanan Darah di Indonesia ini diikuti 25 UDD PMI, perwakilan dari WHO, serta perwakilan praktisi ahli darah dari Jepang, Malaysia, dan Singapura. Diharapkan, kegiatan itu dapat menguatkan strategi pelayanan darah, khususnya fraksinasi plasma.
Plasma yang dapat dioptimalkan untuk produk kesehatan itu disebut dapat diolah secara mandiri oleh industri kesehatan nasional. Wakil Ketua Umum PMI Ginandjar Kartasasmita menuturkan, terdapat 460 unit donor darah di Indonesia.
"Sebanyak 235 di antaranya dikelola PMI. Dalam setahun bisa terkumpul 4 juta kantong darah," kata Ginandjar Kartasasmita dalam pembukaan Konsolidasi Penguatan Pelayanan Darah di Indonesia di Unit Donor Darah Pusat PMI, Jalan Joe, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023).
Adapun plasma darah adalah komponen terbanyak dari darah manusia dengan kandungan penting yang bisa mengatasi berbagai masalah kesehatan serius. Kandungan plasma darah yang digunakan sebagai terapi diperoleh melalui proses pengolahan yang spesifik.
Ginanjar mengungkapkan, sebanyak 18 UDD PMI dan 1 UTD RS telah mengantongi sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). PMI dapat melaksanakan pengolahan darah menjadi sediaan darah farmasi yang disebut sebagai produk obat derivat plasma (PODP).
PMI, kata dia, menghabiskan Rp2,5 miliar per tahun untuk memusnahkan plasma darah. Dengan dorongan pemerintah, dia optimistis plasma darah dapat dimanfaatkan untuk produksi derivat plasma seperti Human Albumin, Faktor VIII, Faktor IX, dan imunoglobulin (Ig). "Jumlahnya (derivat plasma) sangat terbatas saat ini dan harganya sangat mahal, padahal obat-obat itu sangat dibutuhkan," katanya.
Dia mengatakan, PMI menyambut baik penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Fraksinasi Plasma di Indonesia. Konsolidasi antar-UDD telah dilakukan untuk menyeragamkan kualitas darah dari Aceh sampai Merauke.
Langkah itu juga diperkuat dengan pendampingan dari Kemkes, BPOM dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam fraksinasi plasma. "Upaya konsolidasi ini tidak hanya untuk kalangan UDD PMI saja, tetapi juga melibatkan UTD Rumah Sakit sebagai mitra," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia menjelaskan, penerbitan PMK Nomor 4/2023 merupakan salah satu upaya perbaikan regulasi oleh pemerintah dalam mewujudkan kemandirian bangsa di bidang produksi obat derivat plasma (PODP). Diharapkan standar produksi tidak hanya dalam negeri dengan regulasi ini, namun juga sesuai standar internasional.
“Untuk fraksinasi plasma Indonesia harus mengumpulkan 200 ribu liter plasma per tahun dalam mewujudkan PODP,” tuturnya.
Pelatihan dan Konsolidasi Penguatan Pelayanan Darah di Indonesia ini diikuti 25 UDD PMI, perwakilan dari WHO, serta perwakilan praktisi ahli darah dari Jepang, Malaysia, dan Singapura. Diharapkan, kegiatan itu dapat menguatkan strategi pelayanan darah, khususnya fraksinasi plasma.
(rca)
tulis komentar anda