Perppu Ciptaker Dinilai Solusi agar Tak Ada Penyalahgunaan Kekuasaan
Senin, 30 Januari 2023 - 15:07 WIB
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbikan pada 30 Desember 2022 memicu polemik di masyarakat. Sebab, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto berpendapat, putusan MK hanya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, yang berarti cara pembuatannya perlu diperbaiki tapi materiilnya (isi) dianggap perlu oleh negara. Jika Perppu Ciptaker tidak ada, maka kinerja presiden dapat dianggap penyalagunaan kekuasaan (abuse of power).
"Perppu itu untuk memberikan kepastian pemerintah bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak ada, maka abuse of power. Maka dalam persepektif hukum tata negara lebih baik pemerintah berjalan meski aturannya salah ketimbang tidak ada aturan," kata Riewanto dalam webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertajuk Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global,Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Perppu Ciptaker Dinilai Bikin Indonesia Siap Hadapi Tantangan Global
Rektor ITB-Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkanna menjelaskan, Perppu Cipta Kerja tujuannya masih sama, yakni guna memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta menyasar masuknya investasi. Namun Mukhaer menyoroti mengenai makna kegentingan memaksa sesuai UUD 1945 yang definisinya ditentukan presiden, sehingga dapat dianggap menjadi subjektivitas mengesahkan Perppu Ciptaker.
Sementara, Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menuturkan, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap kemampuan Jokowi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi masih terbilang tinggi, mencapai 75%. Hal itu berpengaruh pula pada tingkat kepuasan kinerja presiden dalam kaitan mendukung terbitnya Perppu Ciptaker sebagai solusi mengatasi ancaman resesi global mencapai 60%.
Hasil survei juga menunjukkan, kata Sirojudin, dari 22% publik yang mengetahui penerbitan Perppu Cipta Kerja dan ancaman resesi global, sebanyak 51% menyatakan setuju kehadiran regulasi tersebut.
Adapun Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menyampaikan, cipta kerja membutuhkan perhatian serius karena menyangkut hajat dan kepentingan publik yang mempengaruhi sektor perekonomian nasional.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto berpendapat, putusan MK hanya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, yang berarti cara pembuatannya perlu diperbaiki tapi materiilnya (isi) dianggap perlu oleh negara. Jika Perppu Ciptaker tidak ada, maka kinerja presiden dapat dianggap penyalagunaan kekuasaan (abuse of power).
"Perppu itu untuk memberikan kepastian pemerintah bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak ada, maka abuse of power. Maka dalam persepektif hukum tata negara lebih baik pemerintah berjalan meski aturannya salah ketimbang tidak ada aturan," kata Riewanto dalam webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertajuk Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global,Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Perppu Ciptaker Dinilai Bikin Indonesia Siap Hadapi Tantangan Global
Rektor ITB-Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkanna menjelaskan, Perppu Cipta Kerja tujuannya masih sama, yakni guna memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta menyasar masuknya investasi. Namun Mukhaer menyoroti mengenai makna kegentingan memaksa sesuai UUD 1945 yang definisinya ditentukan presiden, sehingga dapat dianggap menjadi subjektivitas mengesahkan Perppu Ciptaker.
Sementara, Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menuturkan, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap kemampuan Jokowi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi masih terbilang tinggi, mencapai 75%. Hal itu berpengaruh pula pada tingkat kepuasan kinerja presiden dalam kaitan mendukung terbitnya Perppu Ciptaker sebagai solusi mengatasi ancaman resesi global mencapai 60%.
Hasil survei juga menunjukkan, kata Sirojudin, dari 22% publik yang mengetahui penerbitan Perppu Cipta Kerja dan ancaman resesi global, sebanyak 51% menyatakan setuju kehadiran regulasi tersebut.
Adapun Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menyampaikan, cipta kerja membutuhkan perhatian serius karena menyangkut hajat dan kepentingan publik yang mempengaruhi sektor perekonomian nasional.
(abd)
tulis komentar anda