PITI Sebut Imlek Menjadi Perayaan dan Suka Cita Kebangsaan
Jum'at, 27 Januari 2023 - 19:13 WIB
JAKARTA - Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 22 Januari 2023 dirayakan oleh semua orang Tionghoa di dunia, termasuk di Indonesia. Perayaan Imlek merupakan budaya rutin menyambut pergantian tahun dalam penanggalan kalender Lunar.
Ketua DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Denny Sanusi menjelaskan, Imlek dirayakan oleh seluruh orang beretnis Tionghoa dan tidak terbatas agama tertentu.
"Imlek itu adalah suatu perayaan tahun baru yang dikhususkan untuk etnis Tionghoa dan biasanya dilaksanakan secara lintas agama. Maksudnya apa? Etnis Tionghoa di seluruh dunia itu merayakan Imlek. Imlek itu bukan suatu perayaan atau ritual agama tertentu, dia (Imlek) adalah perayaan biasa, merayakan keberhasilan dan kesyukuran, seperti perayaan tahun baru," kata Denny Sanusi di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Menurut Denny, semangat Imlek sejatinya bisa dilihat dari isinya. Orang-orang bersilaturahmi dan berkumpul dengan semua keluarga besar setahun sekali. Terjadi interaksi sosial dengan bertemu sanak saudara. Kebiasaan silaturahmi sendiri juga diajarkan oleh semua agama, termasuk Islam.
"Kita juga saling memberikan hadiah, bagi yang mampu akan memberikan kepada yang kurang mampu. Bagi yang sudah berkeluarga akan memberikan hadiah kepada yang belum berkeluarga. Bagi yang tua akan memberikan hadiah kepada yang muda. Tradisi-tradisi inilah yang kita lihat sangat positif, yang kita harus jaga dan lestarikan," ujar tokoh masyarakat Tianghoa ini.
Imlek pernah dilarang dirayakan secara terbuka pada zaman Orde Baru. Namun saat ini setiap orang Tionghoa bisa merayakannya, bahkan pemerintah menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Menurut Denny, hal ini merupakan suatu kemajuan bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.
"Kalau kita menengok sedikit ke belakang, sebelum zaman Reformasi, saat itu masih kental sekali sentimen dan kebencian terhadap etnis tertentu, lebih khusus etnis Tionghoa. Hal ini tidak baik dan cukup sudah. Kita juga harus menjaga jangan sampai tragedi ini terulang kembali, dan kita sudah melakukan hal-hal yang sangat positif untuk saat ini," ujarnya.
Sentimen negatif dan kebencian etnis harus diakui juga dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan sebagian oknum tokoh agama dan tokoh masyarakat di Indonesia. Masyarakat bawah yang memiliki loyalitas tinggi kemudian mengikuti tokoh idolanya.
"Maka dari itu, kita juga sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama perlu menunjukkan bahwa kita itu dijadikan contoh. Jadi tokoh agama, tokoh masyarakat itu bisa memberikan contoh bahwa kita pada lintas agama, etnis itu bisa hidup rukun. Itu tujuannya seringkali kita (para tokoh) berkumpul pada acara-acara tertentu, menunjukkan betapa rukunnya kita sebagai tokoh-tokoh agama. Imbasnya, insyaAllah akan berimbas pada kehidupan kita sehari-hari di tingkatan masyarakat," katanya.
Sekjen Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini mengatakan, semangat Imlek harus diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Misalnya dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam bermasyarakat, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin nyaman dan damai. Hal ini perlu diterapkan di seluruh tatanan masyarakat, mulai dari yang paling bawah hingga atas. Semangat ini juga perlu didukung oleh contoh dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
"Komitmen kita itu satu, bagaimana menjaga NKRI tetap utuh sebagai negara kesatuan, harmonis, dan menuju ke arah cita-cita bangsa menjadi negara yang adil dan makmur sesuai dengan undang-undang kita. Dengan bahasa agama, negara yang ghofururrahim, negara yang barokah (diberkahi). Itu tujuan dan cita-cita kita sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama. Jadi kita berharap di Tahun Kelinci ini, ke depan itu kita hidup di masyarakat bernegara dan berbangsa dapat lebih baik lagi," kata Denny.
Ketua DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Denny Sanusi menjelaskan, Imlek dirayakan oleh seluruh orang beretnis Tionghoa dan tidak terbatas agama tertentu.
"Imlek itu adalah suatu perayaan tahun baru yang dikhususkan untuk etnis Tionghoa dan biasanya dilaksanakan secara lintas agama. Maksudnya apa? Etnis Tionghoa di seluruh dunia itu merayakan Imlek. Imlek itu bukan suatu perayaan atau ritual agama tertentu, dia (Imlek) adalah perayaan biasa, merayakan keberhasilan dan kesyukuran, seperti perayaan tahun baru," kata Denny Sanusi di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Menurut Denny, semangat Imlek sejatinya bisa dilihat dari isinya. Orang-orang bersilaturahmi dan berkumpul dengan semua keluarga besar setahun sekali. Terjadi interaksi sosial dengan bertemu sanak saudara. Kebiasaan silaturahmi sendiri juga diajarkan oleh semua agama, termasuk Islam.
"Kita juga saling memberikan hadiah, bagi yang mampu akan memberikan kepada yang kurang mampu. Bagi yang sudah berkeluarga akan memberikan hadiah kepada yang belum berkeluarga. Bagi yang tua akan memberikan hadiah kepada yang muda. Tradisi-tradisi inilah yang kita lihat sangat positif, yang kita harus jaga dan lestarikan," ujar tokoh masyarakat Tianghoa ini.
Imlek pernah dilarang dirayakan secara terbuka pada zaman Orde Baru. Namun saat ini setiap orang Tionghoa bisa merayakannya, bahkan pemerintah menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional. Menurut Denny, hal ini merupakan suatu kemajuan bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.
"Kalau kita menengok sedikit ke belakang, sebelum zaman Reformasi, saat itu masih kental sekali sentimen dan kebencian terhadap etnis tertentu, lebih khusus etnis Tionghoa. Hal ini tidak baik dan cukup sudah. Kita juga harus menjaga jangan sampai tragedi ini terulang kembali, dan kita sudah melakukan hal-hal yang sangat positif untuk saat ini," ujarnya.
Sentimen negatif dan kebencian etnis harus diakui juga dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan sebagian oknum tokoh agama dan tokoh masyarakat di Indonesia. Masyarakat bawah yang memiliki loyalitas tinggi kemudian mengikuti tokoh idolanya.
"Maka dari itu, kita juga sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama perlu menunjukkan bahwa kita itu dijadikan contoh. Jadi tokoh agama, tokoh masyarakat itu bisa memberikan contoh bahwa kita pada lintas agama, etnis itu bisa hidup rukun. Itu tujuannya seringkali kita (para tokoh) berkumpul pada acara-acara tertentu, menunjukkan betapa rukunnya kita sebagai tokoh-tokoh agama. Imbasnya, insyaAllah akan berimbas pada kehidupan kita sehari-hari di tingkatan masyarakat," katanya.
Sekjen Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini mengatakan, semangat Imlek harus diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Misalnya dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam bermasyarakat, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin nyaman dan damai. Hal ini perlu diterapkan di seluruh tatanan masyarakat, mulai dari yang paling bawah hingga atas. Semangat ini juga perlu didukung oleh contoh dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
"Komitmen kita itu satu, bagaimana menjaga NKRI tetap utuh sebagai negara kesatuan, harmonis, dan menuju ke arah cita-cita bangsa menjadi negara yang adil dan makmur sesuai dengan undang-undang kita. Dengan bahasa agama, negara yang ghofururrahim, negara yang barokah (diberkahi). Itu tujuan dan cita-cita kita sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama. Jadi kita berharap di Tahun Kelinci ini, ke depan itu kita hidup di masyarakat bernegara dan berbangsa dapat lebih baik lagi," kata Denny.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda