Upaya Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Perlu Ditolak
Selasa, 24 Januari 2023 - 20:43 WIB
JAKARTA - Upaya penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden dinilai perlu ditolak oleh semua pihak. Sebab, tidak ada alasan rasional atas dua wacana tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh ahli hukum tata negara, praktisi hukum, politisi, tokoh pergerakan, dan akademisi dalam diskusi bertajuk "Tinjauan Ketatanegaraan Terhadap Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu" di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Narasumber yang hadir antara lain Feri Amsari, Denny Indrayana, Zainul Arifin, Masinton Pasaribu, Refly Harun, Syahganda Nainggolan, Moh Jumhur Hidayat, Paskah Indiarto, Fajlurrahman Jurdi, dan Indro Tjahyono.
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari memaparkan, godaan memperpanjang jabatan dialami oleh hampir semua presiden atau kepala negara. Namun banyak kepala negara yang bertahan dengan prinsip mempertahankan demokrasi dengan tidak memperpanjang jabatan.
Baca juga: Projo Tolak Penundaan Pemilu 2024
"Obama saat menjabat 2 periode masih terkenal dan diminati masyarakat tetap memilih mengikuti konstitusi," kata Feri. Menurutnya, di Indonesia, perpanjangan masa jabatan presiden justru disuarakan oleh lembaga survei, menteri, dan pemimpin lembaga.
Ahli hukum tata negara, Refly Harun mengingatkan, jika nantinya undang-undang diubah untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden, maka tidak berlaku untuk yang sedang berkuasa. Perubahan aturan itu berlaku untuk presiden selanjutnya.
"Jokowi dan SBY tidak bisa maju jika toh UU masa jabatan Presiden direvisi karena perubahan tidak bisa berlaku mundur," katanya.
Penulis buku Hukum Tata Negara Indonesia, Fajlurahman Jurdi menyampaikan, sejumlah hasil survei tidak memberikan dukungan pada perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu memaparkan, dalam sejarah Indonesia pernah mengalami penundaan pemilu atau mempercepat pemilu. Namun wacana penundaan Pemilu saat ini dinilai hanya dibicarakan sedikit elite dan tidak disampaikan secara transparan ke publik.
Hal ini ditegaskan oleh ahli hukum tata negara, praktisi hukum, politisi, tokoh pergerakan, dan akademisi dalam diskusi bertajuk "Tinjauan Ketatanegaraan Terhadap Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu" di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Narasumber yang hadir antara lain Feri Amsari, Denny Indrayana, Zainul Arifin, Masinton Pasaribu, Refly Harun, Syahganda Nainggolan, Moh Jumhur Hidayat, Paskah Indiarto, Fajlurrahman Jurdi, dan Indro Tjahyono.
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari memaparkan, godaan memperpanjang jabatan dialami oleh hampir semua presiden atau kepala negara. Namun banyak kepala negara yang bertahan dengan prinsip mempertahankan demokrasi dengan tidak memperpanjang jabatan.
Baca juga: Projo Tolak Penundaan Pemilu 2024
"Obama saat menjabat 2 periode masih terkenal dan diminati masyarakat tetap memilih mengikuti konstitusi," kata Feri. Menurutnya, di Indonesia, perpanjangan masa jabatan presiden justru disuarakan oleh lembaga survei, menteri, dan pemimpin lembaga.
Ahli hukum tata negara, Refly Harun mengingatkan, jika nantinya undang-undang diubah untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden, maka tidak berlaku untuk yang sedang berkuasa. Perubahan aturan itu berlaku untuk presiden selanjutnya.
"Jokowi dan SBY tidak bisa maju jika toh UU masa jabatan Presiden direvisi karena perubahan tidak bisa berlaku mundur," katanya.
Penulis buku Hukum Tata Negara Indonesia, Fajlurahman Jurdi menyampaikan, sejumlah hasil survei tidak memberikan dukungan pada perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu memaparkan, dalam sejarah Indonesia pernah mengalami penundaan pemilu atau mempercepat pemilu. Namun wacana penundaan Pemilu saat ini dinilai hanya dibicarakan sedikit elite dan tidak disampaikan secara transparan ke publik.
tulis komentar anda