Menguji Pasal Kekebalan Hukum Pejabat
Selasa, 28 April 2020 - 13:57 WIB
JAKARTA - Sejumlah tokoh dan organisasi masyarakat melakukan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Covid-19. Beleid ini dianggap memberikan kekebalan hukum kepada kepada pejabat negara.
Salah satu kuasa hukum penggugat Rudy Marjono mengatakan, Pasal 27 ayat 1 Perppu Penanganan Covid-19 itu seolah-olah memberikan kekebalan hukum. "Padahal kita negara hukum," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (28/4/2020).
Pasal 27 ayat 1 itu berbunyi: biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendepatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, belanja negara termasuk di bidang keuangan daerah, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupkan kerugian negara.
Rudi mengungkapkan, pasal itu akan diuji dengan Pasal 1 ayat 1, Pasal 7 A UUD 1945, Pasal 24 ayat 1, dan Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal terakhir itu mengatur mengenai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum.
"Jadi sebenarnya poinnya ada di Pasal 28 D. Tidak ada pejabat atau siapa pun itu mempunyai kekebalan hukum dan imunitas terhadap persoalan itu," tuturnya.
Lewat pasal 27 itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diduga ingin berlindung agar tidak bisa dilaporkan secara pidana dan digugat perdata. KSSK, menurut Rudi, ingin berlindung melalui itikad baik dalam mengeluarkan kebijakan dan penanganan pandemi Covid-19. (Baca Juga: Bersifat Mendesak, MK Gelar Sidang Perkara Pengujian Perppu terkait Corona).
Rudi, yang mewakili Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengatakan itikad baik itu terkait dengan mens rea (niat mental). Itu hanya bisa diuji melalui proses peradilan.
Seharusnya, pejabat negara berani mengambil keputusan selama itu benar dan tidak ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jadi tidak perlu berlindung dari peraturan hukum baru yang seakan-akan memberikan hak imunitas dari segala proses hukum.
"Ini aneh juga dianggap tidak ada kerugian. Jadi setiap yang dilakukan berkaitan penanganan Covid-19 terus dianggap biaya yang dikeluarkan bukan kerugian, ya enggak seperti itu. Tetap semua ada pertanggungjawabannya, tetap ada lembaga yang bisa meriksa BPK," tegas Rudi. ( ).
Salah satu kuasa hukum penggugat Rudy Marjono mengatakan, Pasal 27 ayat 1 Perppu Penanganan Covid-19 itu seolah-olah memberikan kekebalan hukum. "Padahal kita negara hukum," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (28/4/2020).
Pasal 27 ayat 1 itu berbunyi: biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendepatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, belanja negara termasuk di bidang keuangan daerah, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupkan kerugian negara.
Rudi mengungkapkan, pasal itu akan diuji dengan Pasal 1 ayat 1, Pasal 7 A UUD 1945, Pasal 24 ayat 1, dan Pasal 28 D ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal terakhir itu mengatur mengenai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum.
"Jadi sebenarnya poinnya ada di Pasal 28 D. Tidak ada pejabat atau siapa pun itu mempunyai kekebalan hukum dan imunitas terhadap persoalan itu," tuturnya.
Lewat pasal 27 itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diduga ingin berlindung agar tidak bisa dilaporkan secara pidana dan digugat perdata. KSSK, menurut Rudi, ingin berlindung melalui itikad baik dalam mengeluarkan kebijakan dan penanganan pandemi Covid-19. (Baca Juga: Bersifat Mendesak, MK Gelar Sidang Perkara Pengujian Perppu terkait Corona).
Rudi, yang mewakili Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengatakan itikad baik itu terkait dengan mens rea (niat mental). Itu hanya bisa diuji melalui proses peradilan.
Seharusnya, pejabat negara berani mengambil keputusan selama itu benar dan tidak ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jadi tidak perlu berlindung dari peraturan hukum baru yang seakan-akan memberikan hak imunitas dari segala proses hukum.
"Ini aneh juga dianggap tidak ada kerugian. Jadi setiap yang dilakukan berkaitan penanganan Covid-19 terus dianggap biaya yang dikeluarkan bukan kerugian, ya enggak seperti itu. Tetap semua ada pertanggungjawabannya, tetap ada lembaga yang bisa meriksa BPK," tegas Rudi. ( ).
tulis komentar anda