Nepal Masa Transisi
A
A
A
Elfindri
Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas
Sebagaimana warga yang pernah merasakan gempa bumi, khususnya yang melanda masyarakat pesisir pantai barat Sumatera Barat pada 2009, warga Nepal sekarang dirundung kesedihan.
Gempa bumi menghantam kawasan negara pergunungan Himalaya itu pada hitungan 7,9 SR pada 26 April 2015. Kekuatan gempa diperkirakan sama dengan gempa yang terjadi di Sumatera Barat pada 2009. Hingga kini perkiraan angka kematian telah melebih i7.000 orang. Sekitar 10.000 lebih dilaporkan luka akibat himpitan bebatuan rumah yang runtuh. Angka perkiraan itu akan bertambah hari demi hari, mengingat lokasi tempat kejadian gempa cukup luas.
Desa-desa banyakterputushubungankabel dan kurang akses informasi. Saat ini sekitar 8 juta lebih korban gempa, baik ringan maupun berat, membutuhkan pertolongan. Mulai dari keperluan pangan, tempat tinggal sementara, air minum, sanitasi, dan yang sangat perlu tentu adalah perawatan kesehatan. Mereka mendirikan tenda darurat di jalan-jalan, di lapangan terbuka, atau di bagian bangunan yang masih bisa ditempati.
Sudah dua minggu penulis mengikuti perkembangan berita ini. Ini bentuk pembelajaran yang berarti, mengingat Nepal salah satu negara miskin dengan penghasilan pada kisaran USD300 per kepala per tahun. Lokasi negara di dataran tinggi, berbukit-bukit di sepanjang pegunungan Himalaya, antara China dan India.
Terlepas dari jauhnya negara itu dari tempat tinggal kita, warga Nepal mungkin sebagian berasal dari nenek moyang yang sama dengan warga Minangkabau. Sebagaimana kita hidup dalam suatu kawasan Asia, pantas kita memberikan atensi, sedikit saja sudah jauh lebih baik ketimbang tidak melakukan apa-apa untuk meringankan beban mereka.
Bangkit Cukup Sulit
Jika dibandingkan dengan warga Sumatera Barat yang sempat diguncang gempa pada 2009, warga Nepal diperkirakan akan sulit bangkit. Kondisi kemajuan sosial ekonomi mereka jauh tertinggal dibandingkan dengan capaian kemajuan sosial ekonomi yang sudah kita raih. Nepal masih menghadapi masalah struktural, 24% penduduknya diperkirakan masih berada pada garis kemiskinan.
Ekonomi Nepal, terutama disumbangkanolehperananpertanian, dengan produktivitas relatif rendah akibat dari tingginya input pertanian. Nepal jelas sebuah negara yang terkenal dengan tingkat kebahagiaannya yang tinggi, selain juga negara tetangga Bhutan. Sumbangan ekonomi yang juga berarti adalah berasal dari sektor pariwisata atau ”tourismtourism, khususnya bagi wisatawan yang ingin mempelajari kebudayaan Hindu.
Sebagian mereka juga yang berasal dari para pendaki dan penjelajahan Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia. Dengan kapasitas sekitar 20 pesawat per hari bisa landing di Bandara Internasional Kathmandu, bisa dibayangkan dampak gempa. Persoalan tertentu adalah bagaimana memberikan bantuan makanan dan relawan dari luar negeri. Akses mereka dengan laut tidak ada. Ini persoalan serius yang tengah dihadapi dalam minggu-minggu pertama ini.
Keunikan daerah ini menjadikan persoalan akibat gempa diperkirakan akan lebih besar. Pertama, cakupan kawasan gempa pada umumnya adalah daerah yang berbukit. Bentuk dan model bangunan mereka berasal dari batu bata dengan kualitas yang relatif rendah. Kedua, selain daerah yang terkena gempa cukup luas, daerah pergunungan, khususnya daerah kamp pendakian ke Gunung Everest, juga mengalami dampak tersendiri.
Gempa membuat reruntuhan salju menjadi gletser dan telah menimpa kamp-kamp pendakian. Sekitar 200 orang masih belum jelas keberadaannya. Selain itu, beberapa lokasi lain juga terjadi tanah longsor, di daerah padat penduduk. Kondisi ini kemudian juga membawa efek ikutan yang membuat korban gempa semakin besar. Daerah ini memiliki infrastruktur terbatas, jalan menuju ke India Utara jelas sempit dan berbelok-belok disertai jurang yang terjal.
Tentunya memiliki kapasitas angkut yang terbatas, apalagi untuk berhubungan menuju ke arah utara, provinsi bagian selatan dari Tiongkok. Dengan gempa bumi ini, Nepaldiperkirakanakanmengalami kesulitan yang berarti untuk bangkit mengingat kemampuan internal negara ini relatif rendah. Bantuan negara donor diperkirakan akan sangat berarti.
Upaya
Beberapa problem utama mesti diatasi. Pertama,, bagaimana menyelamatkan korban gempa yang masih dalam reruntuhan atau yang terluka agar mereka tidak mengalami luka, pengobatan massal sangat diperlukan. Untuk komponen pertama ini, kekurangan dari tenaga medis sebenarnya bisa lebih ringan jika diturunkan mahasiswamahasiswa yang mengambil bidang kesehatan masyarakat seperti para perawat, bidan, dan kesehatan masyarakat, dengan koordinator lapangan mereka adalah para dosen.
Hari ini diperkirakan akan banyak relawan datang dari luar negeri. Kedua, segera menyediakan dapur umum dan tempat tinggal sementara. Karena daerah ini masih mengalami musim dingin, pada kisaran 10-23 derajat Celsius, bangunan semipermanen denganselimutdanpakaianakan dapat membantu mereka. Namun, pada saat bersamaan jugadiperlukandapurumumdan sumber bahan makanan.
Ketiga, persoalan sanitasi, mengingat konstruksi yang diakibatkan gempa berdampak pada rusaknya saluran air dan listrik, diperlukan sistem penyulingan air untuk mengatasi penyediaan air minum. Public latrine menjadi perlu selain dari upaya untuk mencari sisa-sisa mayat yang belum terangkat. Berdasarkan pengalaman gempa di Amerika Latin pada 2012, penyakit kolera salah satu yang paling berbahaya untuk diantisipasi. Terakhir, untuk lebih memudahkan, sebenarnya mayoritas masyarakat kita yang islami seharusnya menaruh rasa simpati yang tinggi.
Bukan karena mereka berbeda agama dengan kita, melainkan kita sebagai umat Islammestimemperlihatkan rahmatanlilalamin. Karena itu, segeralah menyiapkan sumbangan secara terkoordinasi, kemudian dengan terkumpulnya sejumlah dana dapat kita salurkan kepada teman-teman universitas di Kathmandu untuk mengoordinasi pemanfaatannya.
Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas
Sebagaimana warga yang pernah merasakan gempa bumi, khususnya yang melanda masyarakat pesisir pantai barat Sumatera Barat pada 2009, warga Nepal sekarang dirundung kesedihan.
Gempa bumi menghantam kawasan negara pergunungan Himalaya itu pada hitungan 7,9 SR pada 26 April 2015. Kekuatan gempa diperkirakan sama dengan gempa yang terjadi di Sumatera Barat pada 2009. Hingga kini perkiraan angka kematian telah melebih i7.000 orang. Sekitar 10.000 lebih dilaporkan luka akibat himpitan bebatuan rumah yang runtuh. Angka perkiraan itu akan bertambah hari demi hari, mengingat lokasi tempat kejadian gempa cukup luas.
Desa-desa banyakterputushubungankabel dan kurang akses informasi. Saat ini sekitar 8 juta lebih korban gempa, baik ringan maupun berat, membutuhkan pertolongan. Mulai dari keperluan pangan, tempat tinggal sementara, air minum, sanitasi, dan yang sangat perlu tentu adalah perawatan kesehatan. Mereka mendirikan tenda darurat di jalan-jalan, di lapangan terbuka, atau di bagian bangunan yang masih bisa ditempati.
Sudah dua minggu penulis mengikuti perkembangan berita ini. Ini bentuk pembelajaran yang berarti, mengingat Nepal salah satu negara miskin dengan penghasilan pada kisaran USD300 per kepala per tahun. Lokasi negara di dataran tinggi, berbukit-bukit di sepanjang pegunungan Himalaya, antara China dan India.
Terlepas dari jauhnya negara itu dari tempat tinggal kita, warga Nepal mungkin sebagian berasal dari nenek moyang yang sama dengan warga Minangkabau. Sebagaimana kita hidup dalam suatu kawasan Asia, pantas kita memberikan atensi, sedikit saja sudah jauh lebih baik ketimbang tidak melakukan apa-apa untuk meringankan beban mereka.
Bangkit Cukup Sulit
Jika dibandingkan dengan warga Sumatera Barat yang sempat diguncang gempa pada 2009, warga Nepal diperkirakan akan sulit bangkit. Kondisi kemajuan sosial ekonomi mereka jauh tertinggal dibandingkan dengan capaian kemajuan sosial ekonomi yang sudah kita raih. Nepal masih menghadapi masalah struktural, 24% penduduknya diperkirakan masih berada pada garis kemiskinan.
Ekonomi Nepal, terutama disumbangkanolehperananpertanian, dengan produktivitas relatif rendah akibat dari tingginya input pertanian. Nepal jelas sebuah negara yang terkenal dengan tingkat kebahagiaannya yang tinggi, selain juga negara tetangga Bhutan. Sumbangan ekonomi yang juga berarti adalah berasal dari sektor pariwisata atau ”tourismtourism, khususnya bagi wisatawan yang ingin mempelajari kebudayaan Hindu.
Sebagian mereka juga yang berasal dari para pendaki dan penjelajahan Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia. Dengan kapasitas sekitar 20 pesawat per hari bisa landing di Bandara Internasional Kathmandu, bisa dibayangkan dampak gempa. Persoalan tertentu adalah bagaimana memberikan bantuan makanan dan relawan dari luar negeri. Akses mereka dengan laut tidak ada. Ini persoalan serius yang tengah dihadapi dalam minggu-minggu pertama ini.
Keunikan daerah ini menjadikan persoalan akibat gempa diperkirakan akan lebih besar. Pertama, cakupan kawasan gempa pada umumnya adalah daerah yang berbukit. Bentuk dan model bangunan mereka berasal dari batu bata dengan kualitas yang relatif rendah. Kedua, selain daerah yang terkena gempa cukup luas, daerah pergunungan, khususnya daerah kamp pendakian ke Gunung Everest, juga mengalami dampak tersendiri.
Gempa membuat reruntuhan salju menjadi gletser dan telah menimpa kamp-kamp pendakian. Sekitar 200 orang masih belum jelas keberadaannya. Selain itu, beberapa lokasi lain juga terjadi tanah longsor, di daerah padat penduduk. Kondisi ini kemudian juga membawa efek ikutan yang membuat korban gempa semakin besar. Daerah ini memiliki infrastruktur terbatas, jalan menuju ke India Utara jelas sempit dan berbelok-belok disertai jurang yang terjal.
Tentunya memiliki kapasitas angkut yang terbatas, apalagi untuk berhubungan menuju ke arah utara, provinsi bagian selatan dari Tiongkok. Dengan gempa bumi ini, Nepaldiperkirakanakanmengalami kesulitan yang berarti untuk bangkit mengingat kemampuan internal negara ini relatif rendah. Bantuan negara donor diperkirakan akan sangat berarti.
Upaya
Beberapa problem utama mesti diatasi. Pertama,, bagaimana menyelamatkan korban gempa yang masih dalam reruntuhan atau yang terluka agar mereka tidak mengalami luka, pengobatan massal sangat diperlukan. Untuk komponen pertama ini, kekurangan dari tenaga medis sebenarnya bisa lebih ringan jika diturunkan mahasiswamahasiswa yang mengambil bidang kesehatan masyarakat seperti para perawat, bidan, dan kesehatan masyarakat, dengan koordinator lapangan mereka adalah para dosen.
Hari ini diperkirakan akan banyak relawan datang dari luar negeri. Kedua, segera menyediakan dapur umum dan tempat tinggal sementara. Karena daerah ini masih mengalami musim dingin, pada kisaran 10-23 derajat Celsius, bangunan semipermanen denganselimutdanpakaianakan dapat membantu mereka. Namun, pada saat bersamaan jugadiperlukandapurumumdan sumber bahan makanan.
Ketiga, persoalan sanitasi, mengingat konstruksi yang diakibatkan gempa berdampak pada rusaknya saluran air dan listrik, diperlukan sistem penyulingan air untuk mengatasi penyediaan air minum. Public latrine menjadi perlu selain dari upaya untuk mencari sisa-sisa mayat yang belum terangkat. Berdasarkan pengalaman gempa di Amerika Latin pada 2012, penyakit kolera salah satu yang paling berbahaya untuk diantisipasi. Terakhir, untuk lebih memudahkan, sebenarnya mayoritas masyarakat kita yang islami seharusnya menaruh rasa simpati yang tinggi.
Bukan karena mereka berbeda agama dengan kita, melainkan kita sebagai umat Islammestimemperlihatkan rahmatanlilalamin. Karena itu, segeralah menyiapkan sumbangan secara terkoordinasi, kemudian dengan terkumpulnya sejumlah dana dapat kita salurkan kepada teman-teman universitas di Kathmandu untuk mengoordinasi pemanfaatannya.
(ars)