Jokowi Diminta Tak Intervensi Kasus Novel Baswedan
A
A
A
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai telah mengintervensi kasus hukum terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
Menurut Neta, sikap Jokowi dinilai telah menciderai rasa keadilan buat korban dan keluarga korban. Apalagi Novel dianggap telah melakukan pembangkangan hukum saat dua kali mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Seharusnya sebagai kepala negara, Jokowi menjaga sikap dan tidak berpihak, apalagi melakukan intervensi pada proses hukum yang sedang dilakukan Polri," ujar Neta kepada Sindonews, di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Bagi Neta, langkah yang tepat buat Jokowi adalah dengan memberikan kesempatan kepada Polri untuk membuktikan bahwa sangkaan terhadap penyidik andalan KPK tersebut benar.
Menurutnya, jika Polri dalam menangani perkara dan penangkapan Novel dianggap tidak profesional, maka Jokowi cukup menyarankan kepada Novel menempuh jalur hukum lain berupa praperadilan.
Neta berpendapat, mencuatnya kasus Novel harusnya direspon secara positif oleh pemerintah. Pasalnya, selama ini banyak keluhan dari masyarakat tentang perilaku anggota polisi yang dinilai kurang profesional dalam menangani perkara di masyarakat yang mengakibatkan jatuhnya korban di masyarakat.
Kasus penganiayaan Novel terhadap warga di Bengkulu menjadi titik terang buat aparat penegak hukum bahwa mereka bisa disentuh hukum.
"Sayangnya, Jokowi melakukan intervensi dan intervensi itu dikhawatirkan akan membuat kasus-kasus penganiayaan dan penyiksaan di kantor-kantor polisi akan terus berlangsung dan tidak akan pernah diproses secara profesional oleh Polri," tuturnya.
Novel dijadikan tersangka atas kasus dugaan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet saat menjadi Kasat Reskrim Polresta Bengkulu tahun 2004.
Kasusnya sempat ditunda pada 2012 atas permintaan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perkara ini kemudian diusut kembali atas permintaan pihak kejaksaan dan keluarga korban.
Tepatnya pada Kamis 30 April 2015, penyidik Bareskrim Mabes Polri menciduk Novel Baswedan di rumahnya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang kemudian dilakukan penahanan di Mako Brimob Depok. Namun Presiden dinilai mengintervensi karena meminta Polri membebaskan Novel Baswedan.
Menurut Neta, sikap Jokowi dinilai telah menciderai rasa keadilan buat korban dan keluarga korban. Apalagi Novel dianggap telah melakukan pembangkangan hukum saat dua kali mangkir dari panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Seharusnya sebagai kepala negara, Jokowi menjaga sikap dan tidak berpihak, apalagi melakukan intervensi pada proses hukum yang sedang dilakukan Polri," ujar Neta kepada Sindonews, di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Bagi Neta, langkah yang tepat buat Jokowi adalah dengan memberikan kesempatan kepada Polri untuk membuktikan bahwa sangkaan terhadap penyidik andalan KPK tersebut benar.
Menurutnya, jika Polri dalam menangani perkara dan penangkapan Novel dianggap tidak profesional, maka Jokowi cukup menyarankan kepada Novel menempuh jalur hukum lain berupa praperadilan.
Neta berpendapat, mencuatnya kasus Novel harusnya direspon secara positif oleh pemerintah. Pasalnya, selama ini banyak keluhan dari masyarakat tentang perilaku anggota polisi yang dinilai kurang profesional dalam menangani perkara di masyarakat yang mengakibatkan jatuhnya korban di masyarakat.
Kasus penganiayaan Novel terhadap warga di Bengkulu menjadi titik terang buat aparat penegak hukum bahwa mereka bisa disentuh hukum.
"Sayangnya, Jokowi melakukan intervensi dan intervensi itu dikhawatirkan akan membuat kasus-kasus penganiayaan dan penyiksaan di kantor-kantor polisi akan terus berlangsung dan tidak akan pernah diproses secara profesional oleh Polri," tuturnya.
Novel dijadikan tersangka atas kasus dugaan penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet saat menjadi Kasat Reskrim Polresta Bengkulu tahun 2004.
Kasusnya sempat ditunda pada 2012 atas permintaan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perkara ini kemudian diusut kembali atas permintaan pihak kejaksaan dan keluarga korban.
Tepatnya pada Kamis 30 April 2015, penyidik Bareskrim Mabes Polri menciduk Novel Baswedan di rumahnya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang kemudian dilakukan penahanan di Mako Brimob Depok. Namun Presiden dinilai mengintervensi karena meminta Polri membebaskan Novel Baswedan.
(maf)