Permohonan PK Kedua Mary Jane Ditolak
A
A
A
JAKARTA - Pupus sudah upaya terpidana mati kasus narkotika, Mary Jane Fiesta Veloso, untuk mencari keringanan hukuman. Pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang kedua ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Senin 27 April 2015.
Humas PN Sleman, Marliyus menjelaskan, setelah mempelajari memori PK yang didaftarkan oleh pengacara Mary Jane, Agus Salim pada Senin pagi dengan register nomor 02.Pid.PK/2015/PNSleman, PN Sleman akhirnya memutuskan menolak permohonan tersebut.
Penetapan penolakan itu berdasar Pasal 24 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU tentang Mahkamah Agung (MA).
"Surat Edaran MA Nomor 7 Tahun 2014 pada poin 3 menyatakan PK hanya dapat diajukan satu kali," jelas Marliyus di Yogyakarta, kemarin.
Dengan ditolaknya permohonan PK kedua Mary Jane oleh PN Sleman membuat warga negara Filipina itu tinggal menunggu waktu dieksekusi mati. Mengingat pengacaranya mengaku tidak akan menempuh sisa upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kami langsung menginformasikan putusan ini kepada pengacara Mary Jane dan kejaksaan," terang Marliyus.
Sebelumnnya saat dikonfirmasi Senin siang, Agus Salim mengatakan bahwa hasil investigasi Philippine Drug Enforcement Agency (PDEA), institusi badan narkotika di Filipina, menyatakan Mary Jane bukan seorang bandar sindikat peredaran narkotika internasional.
Mary Jane tidak terbukti melakukan kejahatan atau pun mendapat imbalan dari tindakannya. Menurut Agus, investigasi PDEA itu juga melibatkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia.
"Peran Mary Jane sebagai perantara bukan bandar, dia hanya diperdaya. Ini yang jadi novum kami," kata Agus.
Sebelum PN Sleman memutus menolak pengajuan permohonan PK yang kedua ini, Agus Salim berharap pengadilan mempertimbangkan novum tersebut sehingga vonis bagi Mary Jane dapat diperingan dari hukuman mati menjadi setidaknya hukuman penjara seumur hidup.
Menurutnya, kecil kemungkinan Mary Jane memiliki peran penting dalam jaringan peredaran narkoba internasional. Mengingat ibu dua orang putra itu hanya seorang pembantu rumah tangga dan berlatar belakang pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama di Filipina.
Apalagi Mary Jane juga tidak berulah lagi selama menghuni Lapas Wirogunan. Tidak seperti gembong-gembong narkotika lainnya. Jika dikategorikan terkait jaringan narkotika internasional, Mary Jane tak lebih hanya sebagai innocent courier
Sampai saat ini pihaknya juga belum menerima notifikasi terkait waktu pelaksanaan eksekusi mati Mary Jane. "Kami ajukan PK yang kedua ini dengan harapan jangan sampai timbul peradilan sesat," tandasnya.
Agus Salim mengaku tidak akan menempuh upaya hukum lain berupa gugatan putusan grasi presiden ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Grasi hak prerogatif presiden, kami ingin fokus pada masalah pidana," imbuhnya.
Sementara saat dihubungi Senin petang, telepon seluler Agus Salim tidak aktif. Pesan pendek yang dikirim oleh wartawan juga belum direspon.
Diketahui PK pertama Mary Jane telah ditolak oleh Mahkamah Agung pada 25 Maret 2015. Sebelumnya Presiden Jokowi juga menolak memberi ampunan (grasi) bagi perempuan berusia 30 tahun itu.
Kini Mary Jane telah menghuni Lapas Besi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dan tinggal menunggu waktu pelaksanaan eksekusi mati setelah upaya PK keduanya juga kandas.
Humas PN Sleman, Marliyus menjelaskan, setelah mempelajari memori PK yang didaftarkan oleh pengacara Mary Jane, Agus Salim pada Senin pagi dengan register nomor 02.Pid.PK/2015/PNSleman, PN Sleman akhirnya memutuskan menolak permohonan tersebut.
Penetapan penolakan itu berdasar Pasal 24 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU tentang Mahkamah Agung (MA).
"Surat Edaran MA Nomor 7 Tahun 2014 pada poin 3 menyatakan PK hanya dapat diajukan satu kali," jelas Marliyus di Yogyakarta, kemarin.
Dengan ditolaknya permohonan PK kedua Mary Jane oleh PN Sleman membuat warga negara Filipina itu tinggal menunggu waktu dieksekusi mati. Mengingat pengacaranya mengaku tidak akan menempuh sisa upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kami langsung menginformasikan putusan ini kepada pengacara Mary Jane dan kejaksaan," terang Marliyus.
Sebelumnnya saat dikonfirmasi Senin siang, Agus Salim mengatakan bahwa hasil investigasi Philippine Drug Enforcement Agency (PDEA), institusi badan narkotika di Filipina, menyatakan Mary Jane bukan seorang bandar sindikat peredaran narkotika internasional.
Mary Jane tidak terbukti melakukan kejahatan atau pun mendapat imbalan dari tindakannya. Menurut Agus, investigasi PDEA itu juga melibatkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia.
"Peran Mary Jane sebagai perantara bukan bandar, dia hanya diperdaya. Ini yang jadi novum kami," kata Agus.
Sebelum PN Sleman memutus menolak pengajuan permohonan PK yang kedua ini, Agus Salim berharap pengadilan mempertimbangkan novum tersebut sehingga vonis bagi Mary Jane dapat diperingan dari hukuman mati menjadi setidaknya hukuman penjara seumur hidup.
Menurutnya, kecil kemungkinan Mary Jane memiliki peran penting dalam jaringan peredaran narkoba internasional. Mengingat ibu dua orang putra itu hanya seorang pembantu rumah tangga dan berlatar belakang pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama di Filipina.
Apalagi Mary Jane juga tidak berulah lagi selama menghuni Lapas Wirogunan. Tidak seperti gembong-gembong narkotika lainnya. Jika dikategorikan terkait jaringan narkotika internasional, Mary Jane tak lebih hanya sebagai innocent courier
Sampai saat ini pihaknya juga belum menerima notifikasi terkait waktu pelaksanaan eksekusi mati Mary Jane. "Kami ajukan PK yang kedua ini dengan harapan jangan sampai timbul peradilan sesat," tandasnya.
Agus Salim mengaku tidak akan menempuh upaya hukum lain berupa gugatan putusan grasi presiden ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Grasi hak prerogatif presiden, kami ingin fokus pada masalah pidana," imbuhnya.
Sementara saat dihubungi Senin petang, telepon seluler Agus Salim tidak aktif. Pesan pendek yang dikirim oleh wartawan juga belum direspon.
Diketahui PK pertama Mary Jane telah ditolak oleh Mahkamah Agung pada 25 Maret 2015. Sebelumnya Presiden Jokowi juga menolak memberi ampunan (grasi) bagi perempuan berusia 30 tahun itu.
Kini Mary Jane telah menghuni Lapas Besi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dan tinggal menunggu waktu pelaksanaan eksekusi mati setelah upaya PK keduanya juga kandas.
(maf)