Batas Kepemimpinan

Selasa, 28 April 2015 - 09:35 WIB
Batas Kepemimpinan
Batas Kepemimpinan
A A A
“Ketika seorang pemimpin yang efektif menyelesaikan pekerjaannya, orang-orang mengatakan bahwa itu terjadi secara alami.”- Lao Tzu

Pemimpin dan kepemimpinan menjadi salah satu isu yang paling penting belakangan ini. Kepemimpinan bangsa dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepemimpinan Ibu Kota dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kepemimpinan Ibu Risma dalam penanganan bencana AirAsia yang patut dipuji serta kepemimpinan dari berbagai organisasi publik, pemerintah maupun swasta telah menjadikan saat ini waktu yang tepat untuk melakukan refleksi:

sejauh manakah para pemimpin mampu melakukan perubahan dan seberapa banyak perubahan dan/atau transformasi yang dapat kita harapkan dari para pemimpin kita? “Manajemen adalah melakukan dengan benar, kepemimpinan adalah melakukan hal yang benar,” kata Peter Drucker.

Namun batasan antara kedua hal tersebut menjadi kabur ketika kini muncul tuntutan agar manajer juga menjadi pemimpin yang efektif dan pemimpin juga sekaligus menjadi manajer yang andal. Tuntutan akan kepemimpinan yang mampu memberikan visi yang relevan dan memastikan visi tersebut terterapkan dengan efektif menjadi semakin besar karena baik dia seorang pemimpin bangsa dengan 250 juta penduduk, kota megapolitan dengan jumlah penduduk mencapai 20 juta, perusahaan multinasional dengan 1.000 profesional.

Atau perusahaan kecil dengan 20 karyawan; semuanya adalah organisasi yang membutuhkan atau lebih tepatnya menempatkan sederet harapan kepada para pemimpinnya. Jadi apakah sebenarnya yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang efektif? Keterampilan, kekuatan, dan kepribadian seperti apa yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memberikan hasil yang nyata?

Kita melihat literatur kepemimpinan penuh dengan kata-kata seperti “karisma”, “determinasi”, “komitmen”, “passion /hasrat”, dan “visi”. Apakah benar demikian ada-nya? Apa semua pemimpin efektifmutlakmemiliki trait atau karakter seperti tertera di atas? Hasil riset berpuluh tahun yang dilakukan Prof Brian Morgan dari Cardiff Business School ternyata membuktikan hal berbeda.

Tidak ada yang konsisten dari daftar descriptor yang dapat membantu kita mengidentifikasi pemimpin yang luar biasa. Pemimpin sukses ternyata sangat beragam. Beberapa eksentrik, yang lain konformis, beberapa khawatiran, beberapa sangat santai, beberapa sangat memesona dan hangat, beberapa memiliki kepribadian sangat kaku dan cenderung pendiam.

Hasil riset ini sejalan dengan 20 tahun pengalaman saya sebagai profesional di berbagai organisasi. Saya malahcenderung berpendapat bahwa tidak ada kepemimpinan yang bebas konteks dan efektivitas kepemimpinan sebagian besar sangat bersifat situasional.

Pandangan saya ini sejalan dengan teori kepemimpinan yang menyatakan, baik model kepemimpinan transaksional maupun transformasional tidak dapat dipastikan selalu efektif dalam segala situasi dan semua waktu. Filosofi seorang pemimpin harus cukup fleksibel untuk dapat beradaptasi dengan situasi dan perubahan zaman.

Kita membutuhkan campuran teknik kepemimpinan transaksional dan transformasional untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Ide dasar di balik teori tersebut adalah seseorang harus mampu menyesuaikan strategi dengan kondisi yang selalu berubah.

Hidup didefinisikan dengan cerdas adalah suatu pencarian tanpa akhir terhadap pengetahuan. Jadi jika Anda berpikir bahwa mengetahui segalanya yang ada, Anda mungkin telah sampai ke akhir. Seorang pemimpin harus selalu membuka mata dan telinganya secara terus menerus untuk selalu terbuka dalam menyerap pemikiran dan ide-ide baru, terlepas dari mana pun mereka berasal.

Semua kesempatan untuk belajar keterampilan baru tidak boleh diabaikan begitu saja karena itu akan memberikan dorongan untuk berkembang. Manajemen dan kepemimpinan adalah bidang yang sangat dinamis. Gaya lamadanideologiideologi menjadi kuno dan yang baru akan menggantikan mereka. Apa yang berfungsi saat itu mungkin tidak akan berfungsi sekarang.

Bisnis saat ini menuntut pendekatan manajemen yang berbeda. Semua pemimpin tidak memiliki cara yang sama dalam memandang suatu hal. Beberapa memilih pendekatan carrot, sementara yang lainnya memilih pendekatan stick. Beberapa melihat kebebasan sebagai cara mengembangkan kreativitas dan pemikiran individu, sementara yang lain percaya bahwa sejumlah kontrol diperlukan untuk mencapai target dan menyelesaikan pekerjaan.

Seorang pemimpin yang efektif harus mampu dan bersedia untuk mengerti dan bekerja dalam keterbatasan dari lingkungan tempat dia bekerja. Hal ini karena tidak ada sebuah lingkungan yang sepenuhnya selalu kondusif sehingga proses menghubungkan kinerja dengan kepemimpinan tidak pernah mudah.

Pemimpin harus sangat bersemangat untuk membuat poin di mana mereka dapat membentuk visi yang jelas dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengomunikasikan rencana mereka ke seluruh organisasi sehingga akan muncul kinerja luar biasa meski dalam kenyataannya apa yang terjadi tidak akan pernah jelas sepenuhnya.

Ini terjadi karena dalam urat nadi organisasi yang kompleks kepemimpinan dan pimpinan akan selalu berhadapan dengan keterbatasan. Beberapa pemicu keterbatasan tersebut dapat dilihat dari beberapa fakta. Pertama, fakta bahwa strategic choice sering membutuhkan berbulanbulan atau bahkan bertahuntahun untuk muncul.

Perubahan sering kali dimulai dari single-loop, pendekatan winwin daripada evolusi doubleloops atau triple-loops. Chris Argyris (2002) mendefinisikan pembelajaran single-loop sebagai pendeteksi dan koreksi kesalahan tanpa mengubah nilai dan kultur organisasi. Sebagai contoh, termostat diprogram untuk menyala ketika suhu di dalam ruangan dingin, matikan api jika ruangan menjadi terlalu panas.

Termostat adalah pembelajaran doubleloops jika dapat menanyakan mengapa dia diprogram untuk mengukur suhu, kemudian menyesuaikan suhu tersebut. Sebagai catatan perubahan yang diperlukan dalam double loops membutuhkan sebuah aktualisasi Revolusi Mental ala Presiden Jokowi yang seharusnya berarti perubahan menuntut kita melihat, mempertanyakan dan bila perlu mengubah nilai-nilai dan kultur yang selama ini berlaku.

Sumber kedua yang berpotensi membatasi peran kepemimpinan dapat ditelusuri dari perbedaan tingkat urgensi tahap proses evolusi perusahaan yang berbeda. Organisasi yang sedang dalam kesulitan dan/atau organisasi baru mungkin akan jauh lebih bersedia untuk beradaptasi dengan cepat dibandingkan dengan organisasi yang sudah berumur dan organisasi yang sudah sukses.

Ini terjadi karena perilaku yang konsisten diikuti sekian lama akan terakumulasi menjadi sebuah konsensus, sebuah kebiasaan. Di saat itu dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk membangun sebuah organisasi kelas dunia.

Salah satu aspek yang paling menantang dari kepemimpinan adalah menciptakan keseimbangan yang tepat antara pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin dan pembentukan atmosfer di mana visi yang jelas dikomunikasikan dengan baik ke seluruh urat nadi organisasi.

Visi yang dikomunikasikan dengan baik harus meliputi komitmen dari pimpinan organisasi kepada semua anggota organisasi tersebut dan sebaliknya. Menghargai dan rasa peduli yang nyata kepada orang-orang dalam organisasi Anda adalah satu hal mendasar dari kepemimpinan yang baik.

Manusia adalah aset yang paling berharga dalam organisasi sehingga ini menjadi sangat esensial bagi seorang pemimpin untuk menginvestasikan waktu dan tenaganya untuk mengembangkan mereka dengan memberikan kesempatan- kesempatan yang ada, pengakuan jangka pendek maupun panjang dan rasa memiliki yang kuat.

DR Rudolf Tjandra
Chief Marketing Officer & Director Softex Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0603 seconds (0.1#10.140)