Pentingnya Indentitas Baru Bagi Saksi dan Korban Perlindungan LPSK

Kamis, 23 April 2015 - 06:13 WIB
Pentingnya Indentitas Baru Bagi Saksi dan Korban Perlindungan LPSK
Pentingnya Indentitas Baru Bagi Saksi dan Korban Perlindungan LPSK
A A A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengeluhkan sulitnya pemberian identitas baru bagi saksi dan korban dalam perlindungan. Padahal hak tersebut telah diatur dalam Pasal 5 Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2014 Atas Perubahan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Yang belum bisa didapatkan LPSK yaitu hak mendapatkan identitas baru bagi saksi dan korban," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, saat menerima peserta Pelatihan Teknis Terpadu Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di kantor LPSK, Jakarta, Rabu 22 April kemarin.

Menurut Edwin, pengubahan identitas bukanlah perkara mudah, karena budaya yang berlaku di tengah masyarakat Indonesia. "Sistem kekerabatan masih kental di Indonesia. Jika diberikan identitas baru, hal itu akan memutus hubungan kekeluargaan dan hak-hak lainnya,” jelasnya.

Sementara untuk pemenuhan hak-hak lainnya bagi saksi dan korban, sejauh ini belum ada kendala berarti. Pemenuhan hak saksi dan korban diatur Pasal 5 UU No 31 Tahun 2014 jo UU No 13 Tahun 2006.

Dalam pemberian perlindungan saksi dan korban, LPSK menjalin koordinasi dengan aparat penegak hukum lain, seperti polisi dan jaksa. Hanya saja dalam implementasinya, hubungan itu tak selalu berjalan mulus dan kerap terdapat kendala dan hambatan.

“Terkadang untuk memastikan kondisi saksi dan korban, LPSK perlu mengetahui duduk kasus. Namun, di lapangan, ada penyidik yang masih enggan berbagi BAP (berita acara pemeriksaan),” ungkap Edwin.

Selain itu, khusus pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum, sebenarnya ada beberapa faktor-faktor yang kadangkala luput dari perhatian penyidik dan penegak hukum lain. Semisal, bagaimana kondisi psikologis anak pada saat diperiksa dan setelahnya.

Karena itu, lanjut Edwin, diperlukan teknis khusus agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak stres. Yang bisa dilakukan antara lain men-setting tempat pemeriksaan senyaman mungkin bagi anak, serta menghindari pertanyaan berulang dan volume pemeriksaan yang terlampau sering.

Edwin memaparkan perlindungan dan hak saksi dan korban kepada para peserta pelatihan teknis BPSDM yang menyambangi LPSK. Para peserta berasal dari berbagai unsur, seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Balai Pemasyarakatan, advokat dan pekerja sosial.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3958 seconds (0.1#10.140)