Kasus Denny, Polisi Sita Data Elektronik Saat Penggeledahan
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Bareskrim Mabes Polri telah melakukan penggeledahan di dua kantor vendor terkait kasus dugaan korupsi pembayaran paspor elektronik atau proyek payment gateway.
Kepala Tim Subdirektorat II Tipikor Bareskrim Polri AKBP Syamsu Bair mengatakan, penyidik berhasil menyita sejumlah dokumen yang dibutuhkan buat kepentingan penyidikan dari penggeledahan tersebut.
"Yang paling banyak berupa data elektronik. Ada yang di email, data keuangan di database perusahaan, kita ambil semua. Istilahnya kita lakukan kloning data elektroniklah," ujar Syamsu saat dikonfirmasi, Rabu (15/4/2015).
Syamsu mengungkapkan, ada dua jenis fisik dokumen yang berhasil disita penyidik. Pertama, dokumen fisik berupa bundel lembaran kertas. Kedua, data elektronik yang ada di komputer perusahaan vendor tersebut.
Dia mengungkapkan, dokumen fisik berupa bundel lembaran kertas yang berhasil disita petugas disinyalir ada kaitannya dengan perjanjian kerja sama antara pihak vendor dengan salah satu bank swasta.
Menurutnya, penggeledahan dua kantor vendor perlu dilakukan guna melengkapi data penyidikan. Sebab, dari barang bukti yang sudah disita, polisi akan mengembangkan kasus tersebut secara utuh.
"Selama ini kan, kami tahunya kerjasamanya hanya satu pihak saja, antara Kemenkumham dengan vendor. Nah, penggeledahan kali ini membuktikan bahwa ada pihak-pihak lainnya yang terkait, salah satunya bank," tuturnya.
Dalam kasus paymet gateway, penyidik Bareskrim Mabes Polri menggeledah dua kantor vendor yakni, PT Nusa Satu Inti Arta (Dokku) yang berlokasi di Plaza Asia Office, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dan PT Finnet Indonesia di Menara Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Dalam kasus itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi proyek pembuatan paspor elektronik atau payment gateway di Kemenkumham tahun 2014, yang menyeret mantan Wamenkumham Denny Indrayana sebagai tersangka.
Dari keterangan sejumlah saksi, Denny diduga sebagai pihak yang mendorong dua vendor mendapatkan hak pengoperasionalan sistem payment gateway. Vendor itu diduga membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor.
Dalam kasusnya, Denny disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Kepala Tim Subdirektorat II Tipikor Bareskrim Polri AKBP Syamsu Bair mengatakan, penyidik berhasil menyita sejumlah dokumen yang dibutuhkan buat kepentingan penyidikan dari penggeledahan tersebut.
"Yang paling banyak berupa data elektronik. Ada yang di email, data keuangan di database perusahaan, kita ambil semua. Istilahnya kita lakukan kloning data elektroniklah," ujar Syamsu saat dikonfirmasi, Rabu (15/4/2015).
Syamsu mengungkapkan, ada dua jenis fisik dokumen yang berhasil disita penyidik. Pertama, dokumen fisik berupa bundel lembaran kertas. Kedua, data elektronik yang ada di komputer perusahaan vendor tersebut.
Dia mengungkapkan, dokumen fisik berupa bundel lembaran kertas yang berhasil disita petugas disinyalir ada kaitannya dengan perjanjian kerja sama antara pihak vendor dengan salah satu bank swasta.
Menurutnya, penggeledahan dua kantor vendor perlu dilakukan guna melengkapi data penyidikan. Sebab, dari barang bukti yang sudah disita, polisi akan mengembangkan kasus tersebut secara utuh.
"Selama ini kan, kami tahunya kerjasamanya hanya satu pihak saja, antara Kemenkumham dengan vendor. Nah, penggeledahan kali ini membuktikan bahwa ada pihak-pihak lainnya yang terkait, salah satunya bank," tuturnya.
Dalam kasus paymet gateway, penyidik Bareskrim Mabes Polri menggeledah dua kantor vendor yakni, PT Nusa Satu Inti Arta (Dokku) yang berlokasi di Plaza Asia Office, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dan PT Finnet Indonesia di Menara Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Dalam kasus itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi proyek pembuatan paspor elektronik atau payment gateway di Kemenkumham tahun 2014, yang menyeret mantan Wamenkumham Denny Indrayana sebagai tersangka.
Dari keterangan sejumlah saksi, Denny diduga sebagai pihak yang mendorong dua vendor mendapatkan hak pengoperasionalan sistem payment gateway. Vendor itu diduga membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor.
Dalam kasusnya, Denny disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
(kri)