Basis Korupsi Wakil rakyat

Rabu, 15 April 2015 - 08:18 WIB
Basis Korupsi Wakil...
Basis Korupsi Wakil rakyat
A A A
Sulistyowati
Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP. Universitas Indonesia

Pernahkah Anda mendengar berita calon legislatif di sejumlah daerah beramai- ramai menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatan mereka sebagai anggota dewan setelah resmi dilantik?

Jika jawabannya pernah, hal itu menandakan fenomena tersebut sudah tidak asing lagi dalam telinga masyarakat Indonesia. Sungguh merupakan ironi. Sebuah fenomena ”unik” yang semakin marak di kalangan legislatif. Wakil rakyat berbondong-bondong melakukan segala cara demi membayarkan utang biaya kampanye yang tidak sedikit, termasuk dengan menggadaikan SK.

Mereka menganggap SK tersebut sebagai pertanda akan mendapatkan lebih banyak uang lagi dari posisinya sebagai wakil rakyat. Hal yang terpikirkan ketika dilantik adalah bukan mengenai nasib rakyat yang diperjuangkan, melainkan bagaimana memenuhi pundi-pundi rupiah. Itulah salah satu cikal-bakal terjadinya praktik korupsi di tubuh parlemen.

Kebanyakan anggota dewan berani melakukan praktik korupsi karena gajinya per bulan tidak mencukupi untuk menutupi hutang keperluan kampanye. Kalaupun bisa, butuh waktu bertahuntahun lamanya. Bayangkan saja, gaji pokok wakil rakyat yang hanya sekitar Rp13.431.600 tidak sebanding dengan dana kampanye yang sudah dikeluarkan, sekitar Rp1,18 miliar. Seolah mengalami kebuntuan, cara pragmatislah yang diambil.

Namun di balik itu semua, ada wacana baik yang seyogianya disambut baik oleh pemerintah. Wacana tersebut harapannya dapat menjadi solusi alternatif bagi fenomena di atas. Layaknya oase di tengah padang pasir, usulan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada pemerintah untuk memberikan jatah senilai 1 triliun tiap partai dari dana APBN memberi angin segar bagi para legislatif yang masuk ke dalam partai untuk menghindar dari kebuntuan tersebut.

Tujuannya sederhana: meningkatkan transparansi serta demokrasi. Meskipun dari partai politik sendiri, sebagian mereka ada yang setuju, tidak sedikit pula yang menentang. Wacana tersebut dinilai sebagai jawaban bagi carutmarut pemilu yang rentan terhadap praktik KKN. Dengan diberikannya dana kampanye kepada tiap-tiap calon melalui masing-masing partainya, dana tersebut diharapkan dapat memutus rantai korupsi yang sudah mengakar di tubuh parlemen.

Partai harus menjembatani kadernya agar tidak terbebani hanya karena masalah biaya pemilu. Sehingga ketika sudah terpilih, orientasi mereka bukan lagi mengenai bagaimana cara melunasi hutang biaya kampanye, melainkan fokus pada pekerjaan utamanya sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan mereka.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1152 seconds (0.1#10.140)