Rakyat Bingung
A
A
A
Rakyat Indonesia kebingungan siapa yang hendak mereka percaya. Hal demikian terjadi karena persaingan politik antardua kubu yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) masih terasa walau pascapenetapan pemenang pilpres para pimpinan parpol dari dua kubu mengatakan bahwa mereka sudah berdamai dan akan saling mendukung dalam memajukan bangsa.
Namun, pada praktiknya masih terjadi gesekan sengit di media massa serta para pendukung fanatik dan pengamat Kebingungan rakyat bertambah dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang fluktuatif sejadi-jadinya dan membuat harga bahan-bahan pokok menjadi naik—hampir tak terbeli oleh masyarakat kelas bawah.
Sedangkan para petani/distributor menjadi bingung dan kesulitan menentukan harga karena satu sisi mengembalikan modal dan tenaga di sisi lain mereka dihadapkan dengan strategi agar barang mereka laku dan tidak terjadi kerusakan akibat kurangnya permintaan dari masyarakat.
Rakyat juga dibingungkan oleh kelakuan politisi parpol yang dulu ketika kampanye berkata akan membela rakyat, tapi mengapa sekarang mereka hanya membela kepentingan sendiri dan parpol mereka sendiri. Mungkinkah yang mereka anggap rakyat itu hanya yang ada di parpol mereka? Bahkan di dalam parpol masih ada perkubuan dan perpecahan yang sulit sekali untuk didamaikan.
Pemerintah pun tak bisa mendamaikannya, mau membela siapa akan menjadi serbasalah. Selain itu, keluar juga rencana kebijakan pemerintah yang akan memberikan Rp1 triliun bagi setiap parpol. Apakah ini akan mempan untuk mendorong kesejahteraan rakyat, sementara apa yang kita lihat membuat rakyat bingung.
Kebingungan rakyat bukan karena kecewa atas kebijakan baru pemerintah, melainkan masih ada gesekan antardua kubu itu walau secara tidak langsung. Gesekan ini menggunakan media massa dan para pengamat yang kerap selalu berbeda pandangan untuk membenarkan pendapat bahwa rakyat salah memilih pemimpin dan media lain mengatakan rakyat telah tepat memilih pemimpin.
Akhirnya ada yang ingin melengserkan pemerintah dengan cara halus yakni dengan membingungkan rakyat dan membuat rakyat marah serta mengumpulkan kekuatan untuk melengserkan. Ada juga yang akan terus membela dan mempertahankan. Namun, kita juga mesti memahami inilah seni berpolitik tidak terangterangan, melainkan dengan manipulasi.
Rahimal khair
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Namun, pada praktiknya masih terjadi gesekan sengit di media massa serta para pendukung fanatik dan pengamat Kebingungan rakyat bertambah dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang fluktuatif sejadi-jadinya dan membuat harga bahan-bahan pokok menjadi naik—hampir tak terbeli oleh masyarakat kelas bawah.
Sedangkan para petani/distributor menjadi bingung dan kesulitan menentukan harga karena satu sisi mengembalikan modal dan tenaga di sisi lain mereka dihadapkan dengan strategi agar barang mereka laku dan tidak terjadi kerusakan akibat kurangnya permintaan dari masyarakat.
Rakyat juga dibingungkan oleh kelakuan politisi parpol yang dulu ketika kampanye berkata akan membela rakyat, tapi mengapa sekarang mereka hanya membela kepentingan sendiri dan parpol mereka sendiri. Mungkinkah yang mereka anggap rakyat itu hanya yang ada di parpol mereka? Bahkan di dalam parpol masih ada perkubuan dan perpecahan yang sulit sekali untuk didamaikan.
Pemerintah pun tak bisa mendamaikannya, mau membela siapa akan menjadi serbasalah. Selain itu, keluar juga rencana kebijakan pemerintah yang akan memberikan Rp1 triliun bagi setiap parpol. Apakah ini akan mempan untuk mendorong kesejahteraan rakyat, sementara apa yang kita lihat membuat rakyat bingung.
Kebingungan rakyat bukan karena kecewa atas kebijakan baru pemerintah, melainkan masih ada gesekan antardua kubu itu walau secara tidak langsung. Gesekan ini menggunakan media massa dan para pengamat yang kerap selalu berbeda pandangan untuk membenarkan pendapat bahwa rakyat salah memilih pemimpin dan media lain mengatakan rakyat telah tepat memilih pemimpin.
Akhirnya ada yang ingin melengserkan pemerintah dengan cara halus yakni dengan membingungkan rakyat dan membuat rakyat marah serta mengumpulkan kekuatan untuk melengserkan. Ada juga yang akan terus membela dan mempertahankan. Namun, kita juga mesti memahami inilah seni berpolitik tidak terangterangan, melainkan dengan manipulasi.
Rahimal khair
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(ftr)