Rakyat Gantungkan Harapan

Senin, 06 April 2015 - 10:15 WIB
Rakyat Gantungkan Harapan
Rakyat Gantungkan Harapan
A A A
Di bulan keenam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), kekecewaan rakyat makin menjadi-jadi.

Mungkin sebagian pihak, dengan segala pola penafsiran dan kepentingan, menganggap suara kekecewaan rakyat ini adalah bentuk kekecewaan terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang dipercaya rakyat Indonesia untuk memimpin negeri ini selama lima tahun.

Mungkin pula sebagian pihak lain menafsirkan suara kecewa ini adalah bentuk rasa ketidakpuasan dengan kondisi tanpa ada tendensi menyalahkan pemerintahan yang berkuasa. Apa pun penafsirannya, yang jelas saat ini rakyat berteriak. Jangan pula pemerintah selalu menarik alasan klise ”rakyat yang mana?”

Pemerintah pasti lebih pintar dari kita semua untuk sekadar tahu pelemahan rupiah yang disertai kenaikan segala macam bahan pokok dan inflasi sudah pasti membuat sengsara rakyat negeri ini. Di mana pun di penjuru bumi ini, kondisi tersebut akan mendatangkan kesengsaraan.

Mungkin rakyat kelas ekonomi menengah dan atas bisa memitigasinya dengan sekadar mengencangkan ikat pinggang. Namun, lapisan terbawah ekonomi negeri ini yang dari hari ke hari hidup pas-pasan tahu, bahwa mereka sudah sampai lubang ikat pinggang paling ujung, nyaris tak ada ruang lagi kecuali berteriak minta tolong kepada pemerintah.

Teriakan inilah yang kita dengan dalam bentuk kecaman, kekecewaan, tuntutan, dan berbagai bentuk aspirasi lainnya. Rakyat itu memang menggantungkan harapannya kepada para pemimpin, dalam hal ini terutama pada Presiden Jokowi yang merupakan pemimpin negeri ini yang menjadi commander in chief yang membawa bangsa ini melalui suka dan duka.

Janganlah salahkan rakyat yang mengeluh, karena mereka itu mengeluh setelah berusaha sebisanya menyiasati berbagai kesulitan yang menerpa. Pemimpin yang baik itu tidak selalu saja berlindung dengan alasan klasik rupiah melemah dan harga minyak dunia menggila sehingga terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), harga tarif dasar listrik (TDL), harga jual elpiji, dan segala macam kenaikan lainnya.

Tak perlu sekolah tinggi-tinggi sampai menjadi profesor atau doktor seperti banyak menteri kita sandang untuk sekadar tahu bahwa kondisi tersebut memberatkan rakyat. Memang, rakyat ekonomi kelas atas nyaris tak terganggu, kelas menengah sedikit terganggu dan tinggal mengencangkan ikat pinggang, tapi untuk lapis terbawah ekonomi negeri ini sudah nyaris tidak punya lubang lagi di ikat pinggangnya untuk dikencangkan.

Kita semua tahu Presiden Jokowi sangat terkenal dengan aksi blusukan(impromptu visit) yang tujuannya untuk mengetahui masalah langsung ke sumbernya. Aksi ini diikuti para menterinya. Namun, kenapa hingga saat ini kita tidak banyak melihat perubahan dalam berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini.

Kenaikan berbagai harga bahan pokok tetap tak terkendala, hargaharga layanan publik terus menanjak, serta dunia hukum masih jauh dari menggembirakan. Bahkan, sampai saat ini kita belum menunjukkan tanda-tanda menjadi negara yang menarik minat investor dengan memudahkan berbagai perizinan.

Janji-janji itu masih sebatas di mulut, masih jauh panggang dari api. Dengan rutinnya para menteri blusukan yang selalu disorot media massa namun perubahan tak juga signifikan, maka minimal ada dua analisa yang didapat.

Pertama blusukanitu hanya bentuk pencitraan saja sehingga menteri tak benar-benar mencari akar masalah atau tak ada keinginan memperbaikinya. Kedua bisa jadi memang menteri-menteri yang dipilih jauh dari qualified, mereka tak bisa memahami akar masalah, atau mereka tak bisa melakukan apa-apa bahkan ketika menemukan akar suatu masalah. Jokowi sebagai presiden tempat rakyat menggantungkan harapan harus bisa memberikan sesuatu yang konkret.

Selama masa kampanye, Sang Presiden seperti menganggap semua problema yang biasa dihadapi negeri ini sesuatu yang mudah, maka mari buktikan itu. Mariwalk the talk Pak Presiden.
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7783 seconds (0.1#10.140)