Mary Jane Terguncang Atas Putusan MA
A
A
A
YOGYAKARTA - Kondisi Mary Jane Fiesta Veloso (30) terpidana mati kasus narkotika terguncang mendengar kabar bahwa Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya melalui Pengadilan Negeri Sleman pada 3 Maret 2015.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta, Zaenal Arifin mengatakan, pihaknya sengaja tidak memberitahu hasil PK kepada Mary Jane. Akan tetapi warga negara Filipina itu memperoleh informasi penolakan PK dari keluarganya.
"Dia tahu setelah ditelepon keluarganya, kalau kami tidak menyampaikan langsung, hanya 'kalau bukan diterima ya ditolak'. Dia sempat menangis dan shock menerima kabar penolakan PK," kata Zaenal ketika dihubungi, Senin (30/3/2015).
Mary Jane dihubungi keluarganya asal Filipina setelah media di Indonesia ramai memberitakan putusan MA yang dibacakan pada Rabu 25 Maret 2015 pekan lalu. Meskipun sempat terguncang, lanjut Zaenal, kondisi fisik dan psikis ibu dua orang anak tersebut saat ini berangsur membaik.
Dia masih beraktivitas normal bersama warga binaan lainnya. Sejauh ini pihak Lapas juga belum menempatkan Mary Jane ke sel isolasi. Karena memang belum ada permintaan resmi dari kejaksaan.
Saat ini, Mary Jane yang sebelum tertangkap pada 2010 lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu masih menghuni blok khusus warga binaan wanita. "Belum ada surat perintah isolasi maupun pemindahan Mary Jane ke Nusakambangan," sebut Zaenal.
Terpisah, pengacara Mary Jane, Agus Salim mengaku masih menunggu salinan surat putusan MA sebelum pihaknya menempuh upaya hukum lebih lanjut. Dia sempat berencana akan menempuh gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Itu opsi, tapi kami perlu tahu dulu kenapa PK ditolak, apa alasannya. Baru memikirkan langkah selanjutnya," kata pengacara asal Jakarta itu.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Tri Subardiman mengungkapkan sampai hari ini belum menerima salinan surat putusan dari MA. Sehingga, kejaksaan belum bisa mengambil sikap mengisolasi atau memindahkan Mary Jane ke Nusakambangan.
"Pelaksanaan eksekusi harus sesuai prosedur, kami masih tunggu kepastian dan perintah dalam bentuk surat resmi," katanya.
Diketahui, Mary Jane ditangkap aparat Bea Cukai Bandara Adisutjipto, Sleman pada tahun 2010. Dia kedapatan membawa heroin seberat 2,6 kilogram.
Oleh peradilan tingkat pertama, tingkat banding, dan kasasi, Mary Jane divonis hukuman mati karena terbukti bersalah menyelundupkan heroin dan tergolong sindikat narkotika internasional.
Tapi pada 3 Maret 2015 lalu ibu dua orang anak itu mengajukan permohonan PK ke MA melalui Pengadilan Negeri Sleman. Meskipun permohonan grasinya telah ditolak presiden, namun Mary Jane masih mencoba mencari keringanan hukuman dengan menempuh upaya hukum PK.
Akan tetapi upaya PK perempuan lulusan setara SMP itu kandas karena bukti barunya ditolak oleh MA pada Rabu 25 Maret pekan lalu. Kini nasib Mary Jane tinggal menunggu waktu untuk segera dieksekusi oleh tim regu tembak. Eksekusi akan segera dilaksanakan setelah jaksa menerima salinan surat putusan MA.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta, Zaenal Arifin mengatakan, pihaknya sengaja tidak memberitahu hasil PK kepada Mary Jane. Akan tetapi warga negara Filipina itu memperoleh informasi penolakan PK dari keluarganya.
"Dia tahu setelah ditelepon keluarganya, kalau kami tidak menyampaikan langsung, hanya 'kalau bukan diterima ya ditolak'. Dia sempat menangis dan shock menerima kabar penolakan PK," kata Zaenal ketika dihubungi, Senin (30/3/2015).
Mary Jane dihubungi keluarganya asal Filipina setelah media di Indonesia ramai memberitakan putusan MA yang dibacakan pada Rabu 25 Maret 2015 pekan lalu. Meskipun sempat terguncang, lanjut Zaenal, kondisi fisik dan psikis ibu dua orang anak tersebut saat ini berangsur membaik.
Dia masih beraktivitas normal bersama warga binaan lainnya. Sejauh ini pihak Lapas juga belum menempatkan Mary Jane ke sel isolasi. Karena memang belum ada permintaan resmi dari kejaksaan.
Saat ini, Mary Jane yang sebelum tertangkap pada 2010 lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu masih menghuni blok khusus warga binaan wanita. "Belum ada surat perintah isolasi maupun pemindahan Mary Jane ke Nusakambangan," sebut Zaenal.
Terpisah, pengacara Mary Jane, Agus Salim mengaku masih menunggu salinan surat putusan MA sebelum pihaknya menempuh upaya hukum lebih lanjut. Dia sempat berencana akan menempuh gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Itu opsi, tapi kami perlu tahu dulu kenapa PK ditolak, apa alasannya. Baru memikirkan langkah selanjutnya," kata pengacara asal Jakarta itu.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Tri Subardiman mengungkapkan sampai hari ini belum menerima salinan surat putusan dari MA. Sehingga, kejaksaan belum bisa mengambil sikap mengisolasi atau memindahkan Mary Jane ke Nusakambangan.
"Pelaksanaan eksekusi harus sesuai prosedur, kami masih tunggu kepastian dan perintah dalam bentuk surat resmi," katanya.
Diketahui, Mary Jane ditangkap aparat Bea Cukai Bandara Adisutjipto, Sleman pada tahun 2010. Dia kedapatan membawa heroin seberat 2,6 kilogram.
Oleh peradilan tingkat pertama, tingkat banding, dan kasasi, Mary Jane divonis hukuman mati karena terbukti bersalah menyelundupkan heroin dan tergolong sindikat narkotika internasional.
Tapi pada 3 Maret 2015 lalu ibu dua orang anak itu mengajukan permohonan PK ke MA melalui Pengadilan Negeri Sleman. Meskipun permohonan grasinya telah ditolak presiden, namun Mary Jane masih mencoba mencari keringanan hukuman dengan menempuh upaya hukum PK.
Akan tetapi upaya PK perempuan lulusan setara SMP itu kandas karena bukti barunya ditolak oleh MA pada Rabu 25 Maret pekan lalu. Kini nasib Mary Jane tinggal menunggu waktu untuk segera dieksekusi oleh tim regu tembak. Eksekusi akan segera dilaksanakan setelah jaksa menerima salinan surat putusan MA.
(kri)