Spring Roll
A
A
A
SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Buat yang belum tahu, “spring roll” itu artinya lumpia. Aslinya dari bahasa Inggris, tetapi sudah berubah jadi bahasa cafe atau restoran. Buktinya, kalau kita pesan makanan itu di cafe; atau restoran berbintang, dan kita bilang “Minta lumpia dua porsi”, pasti sipelayan akan mengoreksi,
“Baik, dua porsi spring roll“. Padahal maksudnya sama saja, ya lumpia itu. Padahal si pelayan nggak bisa bahasa Inggris sama sekali. Anehnya, berapa kali pun kita koreksi dengan kata “lumpia”, si waiter (kalau laki-laki) atau waitress (kalau perempuan) akan nyamber balik, “Iya, Pak, spring roll “.
Jadidi cafe; tidak ada lumpia, yang ada spring roll. Tidak ada pelayan, yang ada waiter atau waitress. Lumpia yang paling asli dan paling top berasal dari Semarang. Tepatnya lumpia Jalan Mataram! Buat yang nonmuslim, lumpia Gang Lombok! Ukurannya sebesar dua kepalan tangan saya, rasanya sangat yummy (buat yang doyan rebung campur udang atau ayam, atau daging lain yang nggak pernah saya makan, tapi konon nggak kalah lezat), dan harganya kalau saya tidak salah sekitar Rp10.000-an.
Mungkin sekarang sudah naik, sejak harga BBM naik, dan tidak ikut turun setelah BBM turun lagi, tetapi saya yakin tidak lebih dari Rp15.000 per satuan. Tetapi kalau kita beli lumpia dari cafe harganya Rp30.000-an untuk satu porsi, yang isinya antara 4-6 bilah lumpia seukuran jari tengah saya, tanpa rebung di dalamnya, hanya kentang dan sayuran. Makan satu porsi pun tidak akan mengenyangkan anak balita.
Karena itu namanya spring roll, bukan lumpia. Spring roll biasanya dipesan untuk menemani cappucino atau black coffee yang harganya di cafe Rp40.000-an segelas, padahal kopi susu atau kopi hitam yang sama, di warung kopi harganya hanya Rp2.000 atau Rp3.000 per gelas, atau di warteg mungkin hanya Rp500 per gelas (saya nggak pengalaman ngopi di warteg, maaf, jadi info saya mungkin kurang akurat).
Begitu juga nama-nama makanan dan minuman yang lain, es jeruk jadi orange juice, sayap ayam goreng jadi chicken wing, bahkan di restoran-restoran bergaya Prancis ada menu yang namanya escargot, yang tak lain dan tak bukan adalah keong sawah, yang kalau kita nemu di halaman rumah kita, langsung kita injak sampai mbonjrot (waktu saya kecil paling suka kasih garam ke dalam keong,
dan melihat bagaimana keong itu mati pelan-pelan sambil dagingnya mencair pelan-pelan, lebih sadis dari ISIS, tetapi anak-anak nggak nyadar bahwa itu sadis). Nah, keong model beginian, ketika sudah jadi escargot, harganya sama dengan steak atau lobster yang termasuk makanan kelas satu di resto-resto papan atas, yang harganya bisa mencapai lebih dari Rp150.000 per porsi.
Jadi manusia itu sangat aneh, kan ? Barang yang sama, diubah namanya, harganya sudah berlipat sepuluh kali. Bahan pakaian yang dibeli di Pasar Tanah Abang, ketika sudah masuk toko ber-AC di mal, ditempeli merek luar negeri, harganya naik 10 kali lipat, dan Tante Wendy pun membelinya dengan santai, karena dia barusan juga, bareng teman arisannya Ceu Nita, makan spring roll yang mutunya KW5 (kualitas no. 5), tetapi harganya dua kali lipat dari lumpia yang ori (orisinal) dari Semarang.
Kebetulan Tante (atau di rumah biasa dipanggil taci atau cici) Wendy, merayakan Imlek dan dia cerita pada Ceu Nita, bahwa dia perlu ke bank untuk menukar uang receh, buat isi angpau. “Loh, sama banget dengan saya” kata Ceu Nita, “saya setiap Lebaran, juga ke bank nukerin duit kecil buat anakanak tetangga, keponakankeponakan, dan penjaga makam”.
Tante Wendy jadi makin semangat, “Oh iya, kamu Lebaran ke makam doain orang tua, kan? Kami juga sama, kalau Imlekan sembahyangan, doain orang tua dan leluhur”. Lah, terus apa bedanya Lebaran sama Imlekan? Tetapi kalau disuruh tukar posisi (Wendy...Lebaran, Nita...Imlekan) pasti duaduanya tidak mau. Kalau ada astronot dari planet antahberantah datang dan survei ke bumi, pasti dia kebingungan.
Jadi, manusia itu memang hobi banget utak-atik makna (dalam bahasa psikologi: mind set ) supaya dia lebih nyaman dan dapat apa yang dimauinya. Turis Arab datang jauh-jauh ke daerah Ciloto (Puncak), karena konon di sana bisa kawin mutmutah dengan gadis-gadis lokal, yang kalau di lokalisasi Dolly di Surabaya (yang sudah ditutup oleh pemkot) disebut melacur.
Tetapi karena namanya kawin mutmutah, otomatis surga jaminannya, karena bukan tergolong zina. Sebaliknya, setiap 14 Februari (yang sama saja dengan tanggal-tanggal yang lain sepanjang 365 hari per tahun), oleh dunia bisnis diberi nama khusus Valentine Day,
dan dimarketing besar-besaran, maka para remaja pun tergiur beli cokelat atau bunga untuk kekasihhatinya, atau bahkan pesan meja di restoran berbintang, dengan cahaya lilin di meja, dilatarbelakangi musik lembut nan romantis, berpegangan tangan sambil berpandangan mata dan memesan escargot, orange juice, dan cappuccino, dan tentu saja spring roll.
Terus Pemda atau MUI mau ngatur dengan berbagai peraturan untuk melarang valentine? Omong kosong. Larangan tetap berjalan, tetapi valentine tetap jalan. Imlek dilarang selama 35 tahun, tetapi langsung hidup lagi begitu diizinkan oleh Presiden Gus Dur. Valentine, Imlek, kawin mutmutah atau spring roll tidak akan ada matinya, sebab intinya tuh di sini... (sambil nunjuk dahi).
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Buat yang belum tahu, “spring roll” itu artinya lumpia. Aslinya dari bahasa Inggris, tetapi sudah berubah jadi bahasa cafe atau restoran. Buktinya, kalau kita pesan makanan itu di cafe; atau restoran berbintang, dan kita bilang “Minta lumpia dua porsi”, pasti sipelayan akan mengoreksi,
“Baik, dua porsi spring roll“. Padahal maksudnya sama saja, ya lumpia itu. Padahal si pelayan nggak bisa bahasa Inggris sama sekali. Anehnya, berapa kali pun kita koreksi dengan kata “lumpia”, si waiter (kalau laki-laki) atau waitress (kalau perempuan) akan nyamber balik, “Iya, Pak, spring roll “.
Jadidi cafe; tidak ada lumpia, yang ada spring roll. Tidak ada pelayan, yang ada waiter atau waitress. Lumpia yang paling asli dan paling top berasal dari Semarang. Tepatnya lumpia Jalan Mataram! Buat yang nonmuslim, lumpia Gang Lombok! Ukurannya sebesar dua kepalan tangan saya, rasanya sangat yummy (buat yang doyan rebung campur udang atau ayam, atau daging lain yang nggak pernah saya makan, tapi konon nggak kalah lezat), dan harganya kalau saya tidak salah sekitar Rp10.000-an.
Mungkin sekarang sudah naik, sejak harga BBM naik, dan tidak ikut turun setelah BBM turun lagi, tetapi saya yakin tidak lebih dari Rp15.000 per satuan. Tetapi kalau kita beli lumpia dari cafe harganya Rp30.000-an untuk satu porsi, yang isinya antara 4-6 bilah lumpia seukuran jari tengah saya, tanpa rebung di dalamnya, hanya kentang dan sayuran. Makan satu porsi pun tidak akan mengenyangkan anak balita.
Karena itu namanya spring roll, bukan lumpia. Spring roll biasanya dipesan untuk menemani cappucino atau black coffee yang harganya di cafe Rp40.000-an segelas, padahal kopi susu atau kopi hitam yang sama, di warung kopi harganya hanya Rp2.000 atau Rp3.000 per gelas, atau di warteg mungkin hanya Rp500 per gelas (saya nggak pengalaman ngopi di warteg, maaf, jadi info saya mungkin kurang akurat).
Begitu juga nama-nama makanan dan minuman yang lain, es jeruk jadi orange juice, sayap ayam goreng jadi chicken wing, bahkan di restoran-restoran bergaya Prancis ada menu yang namanya escargot, yang tak lain dan tak bukan adalah keong sawah, yang kalau kita nemu di halaman rumah kita, langsung kita injak sampai mbonjrot (waktu saya kecil paling suka kasih garam ke dalam keong,
dan melihat bagaimana keong itu mati pelan-pelan sambil dagingnya mencair pelan-pelan, lebih sadis dari ISIS, tetapi anak-anak nggak nyadar bahwa itu sadis). Nah, keong model beginian, ketika sudah jadi escargot, harganya sama dengan steak atau lobster yang termasuk makanan kelas satu di resto-resto papan atas, yang harganya bisa mencapai lebih dari Rp150.000 per porsi.
Jadi manusia itu sangat aneh, kan ? Barang yang sama, diubah namanya, harganya sudah berlipat sepuluh kali. Bahan pakaian yang dibeli di Pasar Tanah Abang, ketika sudah masuk toko ber-AC di mal, ditempeli merek luar negeri, harganya naik 10 kali lipat, dan Tante Wendy pun membelinya dengan santai, karena dia barusan juga, bareng teman arisannya Ceu Nita, makan spring roll yang mutunya KW5 (kualitas no. 5), tetapi harganya dua kali lipat dari lumpia yang ori (orisinal) dari Semarang.
Kebetulan Tante (atau di rumah biasa dipanggil taci atau cici) Wendy, merayakan Imlek dan dia cerita pada Ceu Nita, bahwa dia perlu ke bank untuk menukar uang receh, buat isi angpau. “Loh, sama banget dengan saya” kata Ceu Nita, “saya setiap Lebaran, juga ke bank nukerin duit kecil buat anakanak tetangga, keponakankeponakan, dan penjaga makam”.
Tante Wendy jadi makin semangat, “Oh iya, kamu Lebaran ke makam doain orang tua, kan? Kami juga sama, kalau Imlekan sembahyangan, doain orang tua dan leluhur”. Lah, terus apa bedanya Lebaran sama Imlekan? Tetapi kalau disuruh tukar posisi (Wendy...Lebaran, Nita...Imlekan) pasti duaduanya tidak mau. Kalau ada astronot dari planet antahberantah datang dan survei ke bumi, pasti dia kebingungan.
Jadi, manusia itu memang hobi banget utak-atik makna (dalam bahasa psikologi: mind set ) supaya dia lebih nyaman dan dapat apa yang dimauinya. Turis Arab datang jauh-jauh ke daerah Ciloto (Puncak), karena konon di sana bisa kawin mutmutah dengan gadis-gadis lokal, yang kalau di lokalisasi Dolly di Surabaya (yang sudah ditutup oleh pemkot) disebut melacur.
Tetapi karena namanya kawin mutmutah, otomatis surga jaminannya, karena bukan tergolong zina. Sebaliknya, setiap 14 Februari (yang sama saja dengan tanggal-tanggal yang lain sepanjang 365 hari per tahun), oleh dunia bisnis diberi nama khusus Valentine Day,
dan dimarketing besar-besaran, maka para remaja pun tergiur beli cokelat atau bunga untuk kekasihhatinya, atau bahkan pesan meja di restoran berbintang, dengan cahaya lilin di meja, dilatarbelakangi musik lembut nan romantis, berpegangan tangan sambil berpandangan mata dan memesan escargot, orange juice, dan cappuccino, dan tentu saja spring roll.
Terus Pemda atau MUI mau ngatur dengan berbagai peraturan untuk melarang valentine? Omong kosong. Larangan tetap berjalan, tetapi valentine tetap jalan. Imlek dilarang selama 35 tahun, tetapi langsung hidup lagi begitu diizinkan oleh Presiden Gus Dur. Valentine, Imlek, kawin mutmutah atau spring roll tidak akan ada matinya, sebab intinya tuh di sini... (sambil nunjuk dahi).
(bbg)