Menakar Kesiapan Industri Pariwisata Syariah

Selasa, 04 November 2014 - 18:00 WIB
Menakar Kesiapan Industri...
Menakar Kesiapan Industri Pariwisata Syariah
A A A
RIYANTO SOFYAN
Presiden Direktur Arva Corporation

Data Thomson Reuters & Dinar Standard pada 2012 menyebut, sumbangan pasar pariwisata di dunia berasal dari masyarakat muslim, yakni di kisaran USD137 miliar atau sekitar 12,5% dari total pengeluaran pariwisata dunia. Capaian tersebut lebih tinggi daripada masyarakat berkewarganegaraan Amerika Serikat (USD122 miliar), Jerman (USD94 miliar), China (USD89 miliar) atau Inggris (USD52 miliar).

Sebenarnya di dunia ada beberapa istilah yang menunjukkan pariwisata syariah. Misalkan di Malaysia menggunakan istilah Islamic tourism, di Uni Emirat Arab disebut sebagai family friendly tourism, sementara di Jepang halal tourism. Ini menunjukkan sejak awal 2000-an industri pariwisata dunia sudah mengarah ke syariah.

Dulu industri syariah hanya terkait makanan dan minuman saja. Kemudian pada 1970-an masuk ke sektor keuangan dan 2005 mulai berkembang ke halal lifestyle , termasuk pariwisata dan sebagainya. Sebenarnya hal itu dipicu dua penyebab utama. Pertama , adanya trensosial back to nature. Yang kedua, populasi muslim dunia cukup besar.

Sejumlah negara telah mencoba menangkap peluang wisata syariah. Misalkan di Goald Coast, Queensland, Australia. Pemerintahnya sangat antusias menjemput wisatawan muslim sampai mendorong semua mal dan theme park untuk menyediakan musala. Bahkan hotel bintang lima Hilton Surfers Paradise selalu menyediakan tempat berbuka puasa beserta makanannya, gratis, sepanjang Ramadan.

Hal hampir serupa juga dilakukan di Hong Kong. Bahkan CEOHK Tourism Board Anthony Lau mengatakan, Hong Kong harus menyiapkan lebih banyak lagi masjid atau musala serta makanan halal untuk meningkatkan kedatangan wisatawan muslim.

Negara-negara lain yang juga melakukan hal serupa antara lain China, Tibet, Inggris, Jerman, Argentina, Italia, dan Swiss. Negara-negara di Asia Tenggara tidak kalah siap. Pada 2010, Singapura kedatangan wisatawan muslim sebanyak 3.260.815 orang. Capaian tersebut 28% dari total wisatawan manca negara yang datang ke Singapura, yaitu sebesar 11.638.663 orang. Sertifikasi restoran halal Singapura sangat sistematis dan berkembang hingga tidak kurang dari 2.691 hotel dan restoran yang sudah disertifikasi halal. Singapura juga mempunyai undang-undang yang memberikan sanksi berat bagi restoran yang telah disertifikasi halal, tapi melakukan pelanggaran. Operator tur juga siap dengan kepemilikan AMTAS (Association of Muslim Travel Agent of Singapore).

Negara di ASEAN lainnya, Thailand. Pada 2010 Thailand kedatangan wisatawan muslim sebesar 2.476.690 orang. Jumlah tersebut 16% dari total wisatawan mancanegara yang datang ke Thailand, yaitu 15.936.400 orang. Telah mempunyai halal science center yang mendukung halal industry, Thailand menjadi salah satu halal producer and exporter terbesar di Asia. Thai Airways catering memiliki the largest halal kitchen in the world . Sudah lebih dari 100 hotel & restoran yang besertifikat halal.

Kemudian Malaysia. Pada 2010, Malaysia sudah mendapatkan 5.817.571 wisman muslim atau 24% dari total wisatawan mancanegara, yaitu 24.557.944 orang. Pemerintah Malaysia menaruh perhatian pada industri pariwisata karena merupakan penghasil devisa kedua terbesar, yakni menghasilkan 56,4 miliar ringgit Malaysia atau sekitar USD18,8 miliar. Malaysia sudah mempunyai 366 hotel yang besertifikat Sharia Compliant dari majelis ulama setempat serta lebih dari 2.000 restoran besertifikat halal.

Pertanyaannya, bagaimana Indonesia? Pada saat ini, pemerintah dan pelaku industri syariah tengah mempersiapkan produk-produk serta paket-paket wisata syariah Indonesia yang menarik. Produk dan paket ini diharapkan memiliki keunggulan komparatif agar dapat berkontribusi secara signifikan pada kemajuan dan perkembangan industri pariwisata nasional.

Pengembangan produk harus berdasarkan kriteria umum dan standardisasi yang ditetapkan untuk usaha pariwisata syariah dan daya tarik wisata syariah. Hal itu harus didukung sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan kompetensi profesi insan pariwisata Syariah. Ini harus ditunjang dengan training dan pendidikan yang sesuai dengan sasaran standar kompetensi yang dibutuhkan wisatawan muslim.

Bentuk promosi dan jalur pemasaran disesuaikan dengan perilaku wisatawan muslim, World Islamic Tourism Mart (WITM), Arabian Travel Mart, Emirates Holiday World, Cresentrating. com, Halaltrip.com, dan sebagainya, sehingga destinasi wisata syariah bisa dikenal luas. Provinsi yang masuk destinasi wisata syariah adalah Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kemudian Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

Yang menjadi catatan, wisata syariah tidak sekadar wisata religius yang mendatangkan wisatawan ke masjid dan tempat-tempat religius lainnya. Itu hanya bagian kecil dari wisata syariah. Wisata syariah juga seperti wisata lain yang pergi ke pantai, pegunungan ataupun tempat budaya lainnya. Terpenting, saat berkunjung ke tempat wisata, pelaku pariwisata bisa mendapatkan fasilitas yang kondusif bagi muslim seperti fasilitas dan jadwal salat serta makanan dan minuman halal.

Berdasarkan Permenparekraf Nomor 2 Tahun 2014, ada kategori hotel syariah. Pertama , Hotel Syariah-Hilal 1, yakni terpenuhi kebutuhan minimal muslim. Selanjutnya Hotel Syariah-Hilal 2, yakni terpenuhi kebutuhan muslim secara moderat. Yang ditetapkan dalam peraturan menteri itu sebenarnya cenderung dari sisi operasionalnya saja. Belum menyentuh entitas bisnisnya supaya bisa memenuhi kebutuhan wisatawan muslim.

Secara umum, pengertian Hilal Iadalah hotel yang minimal telah mempunyai dapur halal. Kemudian Hilal 2 itu operasionalnya full sesuai dengan syariah. Di hotel tersebut tidak akan ada minuman beralkohol, kemudian channel TV diseleksi sesuai untuk semua umur. Ada pula seleksi tamu. Semua itu untuk menciptakan suasana kekeluargaan yang aman dan nyaman. Kemudian di luar operasional tersebut, PT nya juga sudah syariah. Jadi di anggaran dasar bukan hanya ada komisaris dan direksi, melainkan juga ada Dewan Pengawas Syariah yang kewenangannya sama dengan komisaris, yakni bisa memberhentikan direksi jika melanggar syariah dalam operasionalnya.

Menggunakan sistem syariah tidak akan membuat pangsa pasar hotel menurun. Hal itu telah dibuktikan oleh PT Hotel Sofyan Tbk. Bahkan, pada saat ini, sejumlah hotel di Indonesia telah menerapkan.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0703 seconds (0.1#10.140)