Pesawat Tempur TNI AU Sergap Pesawat Asing
A
A
A
JAKARTA - Pesawat Sukhoi TNI Angkatan Udara melakukan penyergapan dan force down (memaksa mendarat) pesawat sipil di Pontianak.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan, pesawat sipil jenis Beechcraft 9L dengan nomor ekor VH-PFK rute penerbangan Cebu (Filipina) ke Seletar (Singapura), melintas tanpa izin di wilayah udara Natuna, Kepulaua Riau, Selasa (28/10/2014) pagi.
Penerbangan ini dikendalikan oleh air traffic control (ATC) Singapura. Pesawat yang terbang di ketinggian 20.000-25.000 kaki dengan kecepatan 250-350 knots tertangkap radar pertahanan udara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyergapan.
Pada hari yang sama, kebetulan sedang berlangsung latihan Pertahanan Udara Nasional (Hanudnas) “Tutuka” di wilayah Riau. Selanjutnya diperintahkan dua unit Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU untuk melakukan penyergapan di atas Laut China Selatan wilayah Natuna.
Penerbangan Sukhoi dengan call sign Klewang Flight ini terdiri dari pesawat TS 3008 dengan pilot Letkol Pn David Tamboto/Kapt Pnb Fauzi dan TS 2704 dengan penerbang Kapt Pnb Gusti.
“Take off dari Batam menuju sasaran, namun pesawat tidak terkejar karena jarak sudah jauh,” katanya Selasa (28/10).
Siang harinya, pukul 11.36 WIB, pesawat yang sama kembali ditangkap oleh radar Hanud Kosekhanudnas I pada posisi di utara Pontianak. Sehingga, Klewang Flight kembali terbang dari Batam menuju sasaran.
“Pesawat berhasil ditemukan di tengah laut di selatan Kepulauan Natuna yang kemudian diidentifikasi secara visual dan secara radio selama 15 menit, sebelum bisa diminta mendarat secara paksa di Pontianak,” terangnya.
Pesawat pelanggar wilayah mendarat pada pukul 13.23 WIB. Awak pesawat selanjutnya diinterogasi oleh personel Lanud Pontianak.
“Meskipun pesawat di bawah kendali otoritas penerbangan Singapura, namun karena ruang udara tersebut adalah wilayah kedaulatan Indonesia, maka semua penerbangan harus memiliki izin penerbangan yang lengkap dari pemerintah RI,” kata Hadi.
Dia menegaskan, TNI AU senantiasa siaga 24 jam setiap harinya untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di udara demi kepentingan dan keamanan nasional Indonesia.
Pengamat intelijen dan pertahanan Susaningtyas Kertopati menilai, pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing yang meningkat belakangan ini tak lepas dari lemahnya hukum yang ada.
“Masa pesawat asing jelas-jelas masuk wilayah kita, hukumannya cuma denda USD6.000. Makanya, si pilot mau bayar saja denda pakai kredit card. Waduh benar-benar dilecehkan,” ujarnya saat dihubungi.
Jika dibandingkan dengan biaya operasional pesawat Sukhoi yang dipakai untuk melakukan intercept atau penyergapan, denda itu jauh lebih sedikit.
“Regulasi kedirgantaran kita harus dibenahi, termasuk denda itu,” ungkapnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan, pesawat sipil jenis Beechcraft 9L dengan nomor ekor VH-PFK rute penerbangan Cebu (Filipina) ke Seletar (Singapura), melintas tanpa izin di wilayah udara Natuna, Kepulaua Riau, Selasa (28/10/2014) pagi.
Penerbangan ini dikendalikan oleh air traffic control (ATC) Singapura. Pesawat yang terbang di ketinggian 20.000-25.000 kaki dengan kecepatan 250-350 knots tertangkap radar pertahanan udara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyergapan.
Pada hari yang sama, kebetulan sedang berlangsung latihan Pertahanan Udara Nasional (Hanudnas) “Tutuka” di wilayah Riau. Selanjutnya diperintahkan dua unit Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU untuk melakukan penyergapan di atas Laut China Selatan wilayah Natuna.
Penerbangan Sukhoi dengan call sign Klewang Flight ini terdiri dari pesawat TS 3008 dengan pilot Letkol Pn David Tamboto/Kapt Pnb Fauzi dan TS 2704 dengan penerbang Kapt Pnb Gusti.
“Take off dari Batam menuju sasaran, namun pesawat tidak terkejar karena jarak sudah jauh,” katanya Selasa (28/10).
Siang harinya, pukul 11.36 WIB, pesawat yang sama kembali ditangkap oleh radar Hanud Kosekhanudnas I pada posisi di utara Pontianak. Sehingga, Klewang Flight kembali terbang dari Batam menuju sasaran.
“Pesawat berhasil ditemukan di tengah laut di selatan Kepulauan Natuna yang kemudian diidentifikasi secara visual dan secara radio selama 15 menit, sebelum bisa diminta mendarat secara paksa di Pontianak,” terangnya.
Pesawat pelanggar wilayah mendarat pada pukul 13.23 WIB. Awak pesawat selanjutnya diinterogasi oleh personel Lanud Pontianak.
“Meskipun pesawat di bawah kendali otoritas penerbangan Singapura, namun karena ruang udara tersebut adalah wilayah kedaulatan Indonesia, maka semua penerbangan harus memiliki izin penerbangan yang lengkap dari pemerintah RI,” kata Hadi.
Dia menegaskan, TNI AU senantiasa siaga 24 jam setiap harinya untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di udara demi kepentingan dan keamanan nasional Indonesia.
Pengamat intelijen dan pertahanan Susaningtyas Kertopati menilai, pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing yang meningkat belakangan ini tak lepas dari lemahnya hukum yang ada.
“Masa pesawat asing jelas-jelas masuk wilayah kita, hukumannya cuma denda USD6.000. Makanya, si pilot mau bayar saja denda pakai kredit card. Waduh benar-benar dilecehkan,” ujarnya saat dihubungi.
Jika dibandingkan dengan biaya operasional pesawat Sukhoi yang dipakai untuk melakukan intercept atau penyergapan, denda itu jauh lebih sedikit.
“Regulasi kedirgantaran kita harus dibenahi, termasuk denda itu,” ungkapnya.
(ysw)