Pemohon Enggak Nongol, Hakim MK Tutup Sidang Uji UU MD3
A
A
A
JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan sidang gugatan atau permohonan judicial review Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3.
Sidang ditutup atau tak dilanjutkan lantaran para pihak pemohon, yakni tiga orang yang berasal dari anggota DPR tidak hadir dalam sidang tersebut.
"Kita tunggu dulu sampai 20 menit," kata Ketua Majelis Hakim, Patrialis Akbar, di ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (22/10/2014).
Setelah ditunggu dan tak terlihat tanda-tanda bakal hadirnya tiga orang pemohon itu, hakim Patrialis akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan sidang gugatan tersebut.
"Karena sidang tidak dihadiri (pemohon) maka sidang ditutup," ujar Patrialis.
Permohonan gugatan UU Nomor 17 tahun 2014 UU MD3 tentang ketentuan pemilihan pemimpin MPR itu diketahui digugat tiga orang anggota DPR, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat.
Dalam permohonan mereka disebutkan, para pemohon mengaku merasa kehilangan hak konstitusinya sebagai anggota MPR, karena tidak bisa menentukan siapakah pihak yang menjadi pemimpin MPR.
Pemohon menilai sistem paket seperti dalam pemilihan pemimpin DPR pada 1 Oktober 2014 yang mengharuskan minimal lima fraksi, menyebabkan hak para pemohon untuk memilih telah dihilangkan.
Sidang ditutup atau tak dilanjutkan lantaran para pihak pemohon, yakni tiga orang yang berasal dari anggota DPR tidak hadir dalam sidang tersebut.
"Kita tunggu dulu sampai 20 menit," kata Ketua Majelis Hakim, Patrialis Akbar, di ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (22/10/2014).
Setelah ditunggu dan tak terlihat tanda-tanda bakal hadirnya tiga orang pemohon itu, hakim Patrialis akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan sidang gugatan tersebut.
"Karena sidang tidak dihadiri (pemohon) maka sidang ditutup," ujar Patrialis.
Permohonan gugatan UU Nomor 17 tahun 2014 UU MD3 tentang ketentuan pemilihan pemimpin MPR itu diketahui digugat tiga orang anggota DPR, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat.
Dalam permohonan mereka disebutkan, para pemohon mengaku merasa kehilangan hak konstitusinya sebagai anggota MPR, karena tidak bisa menentukan siapakah pihak yang menjadi pemimpin MPR.
Pemohon menilai sistem paket seperti dalam pemilihan pemimpin DPR pada 1 Oktober 2014 yang mengharuskan minimal lima fraksi, menyebabkan hak para pemohon untuk memilih telah dihilangkan.
(maf)