Aksi Kekerasan Anak di Bukittinggi
A
A
A
DUA pendidikan kembali dikejutkan dengan peredaran video aksi kekerasan anak sekolah dasar (SD) terhadap teman sekelasnya di sebuah SD swasta di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Fenomena ini sungguh amat memilukan hati kita. Aksi kekerasan anak yang diunggah lewat YouTube ini masalah besar yang perlu segera dicarikan solusinya secara menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang lagi pada masa yang akan datang.
Fenomena kekerasan anak didik bukan hanya sekali terjadi. Sudah banyak kejadian kekerasan serupa menghiasi surat kabar baik terjadi di Ibu Kota maupun kota-kota lain di Indonesia. Para pelakunya pun sudah mendapatkan hukuman maupun pembinaan baik dari aparat hukum maupun lembaga pendidikannya.
Namun, kenapa hal itu terus terjadi? Apakah hukumannya tidak tegas? Ihwal ini tentu menjadi pertanyaan kita bersama. Ada sejumlah faktor mengapa kekerasan anak terus terjadi di lingkungan lembaga pendidikan kita. Pertama, maraknya tontonan kekerasan yang kini mudah didapat baik melalui televisi maupun media sosial.
Makin terbukanya era informasi memang membuat anak semakin gampang mendapatkan berbagai informasi maupun tayangan yang tentu tidak semua positif bagi mereka. Informasi atau tayangan yang negatif tentu membawa pengaruh tidak baik bagi perkembangan psikisnya.
Ini penting diperhatikan oleh pemerintah yang wajib mengawasi industri pertelevisian agar tetap sehat dalam menampilkan acara-acaranya. Bagi para orang tua juga wajib dalam memberikan bimbingan bagi anaknya dalam menonton televisi atau mengunggah informasi dari media sosial. Mereka harus sangat selektif dalam memberikan izin apa yang ditonton oleh anak-anak mereka.
Ini penting dilakukan orang tua karena anak mereka berkembang secara baik. Kedua, kurangnya perhatian orang tua. Bisa jadi bibit kekerasan yang dimiliki anak berasal dari keluarga.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang terpenting untuk membentuk karakter dan kepribadian sang anak. Karena itu, pendidikan anak di keluarga sangat penting. Perlakuan orang tua di rumah juga sangat memengaruhi perkembangan sang anak tersebut. Bayangkan, jika anak kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua, dipastikan anak tersebut akan memiliki perangai yang kurang baik.
Tentu akan sangat berbeda dengan anak yang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya. Apalagi, kalau sang anak sering mendapatkan perlakuan kasar Ketiga, pola pendidikan anak selama di sekolah.
Setelah di rumah, sekolah merupakan lembaga yang sangat berpengaruh pada terbentuknya kepribadian anak. Karena itu, sekolah harus benarbenar memiliki kurikulum yang mendukung pembentukan moral dan etika yang bagus bagi anak.
Selain mengajar, para guru juga harus mampu ikut memberikan pengawasan terhadap semua anak didiknya. Dengan begitu, kasus aksi kekerasan seperti terjadi di sebuah SD di Bukittinggi itu tidak menular ke daerah lain.
Tanpa ada pengawasan yang melekat dari guru selama di sekolah, sulit untuk menghindari muncul aksi kekerasan dari anak dididik. Fenomena aksis kekerasan ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Jangan karena letaknya jauh dari Ibu Kota, kasus kekerasan yang melibatkan anak yang masih sangat belia ini diabaikan oleh pemerintah. Ingat, Indonesia tak hanya Jakarta.
Daerah-daerah lain juga harus mendapatkan porsi perhatian yang sama dari pemerintah. Bukan tidak mungkin, kasus-kasus serupa sebenarnya terjadi di sekolah-sekolah lain. Hanya karena tidak terekspos media, kita menjadi tidak tahu. Beruntung, ada yang merekam kejadian di Bukittinggi tersebut sehingga bisa menjadi peringatan bagi kita semua.
Sebab itu, pemerintah tidak perlu menunggu lagi untuk lebih memberikan perhatian serius pada sekolah-sekolah. Masa depan bangsa ini sangat bergantung pada anak-anak kita.
Fenomena ini sungguh amat memilukan hati kita. Aksi kekerasan anak yang diunggah lewat YouTube ini masalah besar yang perlu segera dicarikan solusinya secara menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang lagi pada masa yang akan datang.
Fenomena kekerasan anak didik bukan hanya sekali terjadi. Sudah banyak kejadian kekerasan serupa menghiasi surat kabar baik terjadi di Ibu Kota maupun kota-kota lain di Indonesia. Para pelakunya pun sudah mendapatkan hukuman maupun pembinaan baik dari aparat hukum maupun lembaga pendidikannya.
Namun, kenapa hal itu terus terjadi? Apakah hukumannya tidak tegas? Ihwal ini tentu menjadi pertanyaan kita bersama. Ada sejumlah faktor mengapa kekerasan anak terus terjadi di lingkungan lembaga pendidikan kita. Pertama, maraknya tontonan kekerasan yang kini mudah didapat baik melalui televisi maupun media sosial.
Makin terbukanya era informasi memang membuat anak semakin gampang mendapatkan berbagai informasi maupun tayangan yang tentu tidak semua positif bagi mereka. Informasi atau tayangan yang negatif tentu membawa pengaruh tidak baik bagi perkembangan psikisnya.
Ini penting diperhatikan oleh pemerintah yang wajib mengawasi industri pertelevisian agar tetap sehat dalam menampilkan acara-acaranya. Bagi para orang tua juga wajib dalam memberikan bimbingan bagi anaknya dalam menonton televisi atau mengunggah informasi dari media sosial. Mereka harus sangat selektif dalam memberikan izin apa yang ditonton oleh anak-anak mereka.
Ini penting dilakukan orang tua karena anak mereka berkembang secara baik. Kedua, kurangnya perhatian orang tua. Bisa jadi bibit kekerasan yang dimiliki anak berasal dari keluarga.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang terpenting untuk membentuk karakter dan kepribadian sang anak. Karena itu, pendidikan anak di keluarga sangat penting. Perlakuan orang tua di rumah juga sangat memengaruhi perkembangan sang anak tersebut. Bayangkan, jika anak kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua, dipastikan anak tersebut akan memiliki perangai yang kurang baik.
Tentu akan sangat berbeda dengan anak yang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya. Apalagi, kalau sang anak sering mendapatkan perlakuan kasar Ketiga, pola pendidikan anak selama di sekolah.
Setelah di rumah, sekolah merupakan lembaga yang sangat berpengaruh pada terbentuknya kepribadian anak. Karena itu, sekolah harus benarbenar memiliki kurikulum yang mendukung pembentukan moral dan etika yang bagus bagi anak.
Selain mengajar, para guru juga harus mampu ikut memberikan pengawasan terhadap semua anak didiknya. Dengan begitu, kasus aksi kekerasan seperti terjadi di sebuah SD di Bukittinggi itu tidak menular ke daerah lain.
Tanpa ada pengawasan yang melekat dari guru selama di sekolah, sulit untuk menghindari muncul aksi kekerasan dari anak dididik. Fenomena aksis kekerasan ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Jangan karena letaknya jauh dari Ibu Kota, kasus kekerasan yang melibatkan anak yang masih sangat belia ini diabaikan oleh pemerintah. Ingat, Indonesia tak hanya Jakarta.
Daerah-daerah lain juga harus mendapatkan porsi perhatian yang sama dari pemerintah. Bukan tidak mungkin, kasus-kasus serupa sebenarnya terjadi di sekolah-sekolah lain. Hanya karena tidak terekspos media, kita menjadi tidak tahu. Beruntung, ada yang merekam kejadian di Bukittinggi tersebut sehingga bisa menjadi peringatan bagi kita semua.
Sebab itu, pemerintah tidak perlu menunggu lagi untuk lebih memberikan perhatian serius pada sekolah-sekolah. Masa depan bangsa ini sangat bergantung pada anak-anak kita.
(nfl)