Hentikan Pencitraan

Senin, 01 September 2014 - 13:23 WIB
Hentikan Pencitraan
Hentikan Pencitraan
A A A
POLEMIK soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masih terus menjadi perbincangan hangat. Desakan PDIP yang meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menaikkan harga BBM mengundang kontroversi.

Penolakan pemerintahan SBY untuk menaikkan harga BBM dinilai wajar. Apalagi, umur pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini segera berakhir dan digantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang diusung PDIP.

Dalam sisa kurun waktu kurang dari dua bulan tersebut tentu tidak elok bagi pemerintah saat ini untuk mengambil kebijakan yang strategis yakni menaikkan harga BBM. Di pihak lain, publik mempertanyakan soal sikap PDIP yang dinilai tidak konsisten soal kenaikan harga BBM.

Sudah menjadi rahasia umum, saat menjadi oposisi, PDIP begitu gigih menolak rencana kenaikan harga BBM yang digagas pemerintahan SBY. Kini, saat presiden dan wapres yang didukungnya menang pemilu, PDIP tiba-tiba berubah. Mereka mendesak pemerintah SBY secepatnya menaikkan harga BBM. Tentu ini ironis.

Sikap inkonsisten PDIP ini bisa dipahami sebagai bentuk pencitraan yang dilakukan untuk meraih simpati rakyat, termasuk saat mereka dengan tegas menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah SBY.

Senada, sikap PDIP kali ini bisa dipahami sebagai bentuk kekhawatiran akan ”jatuhnya” popularitas Jokowi yang saat ini begitu ”harum” di mata pendukungnya. Dengan mendesak agar pemerintahan SBY menaikkan harga BBM saat ini, pemerintahan baru Jokowi nanti diharapkan bisa bebas dari beban berat masalah BBM.

Kita tahu masalah BBM ini selalu menjadi batu sandungan dan momok tersendiri bagi pemerintah yang berkuasa. Ini wajar karena BBM memiliki dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

Kenaikan harga BBM memiliki efek domino yang sangat banyak. Kenaikan harga BBM pasti memicu kenaikan harga barang yang pada gilirannya bisa menambah jumlah kemiskinan secara tiba-tiba di negara ini. Tak mengherankan jika siapa pun pemerintah yang berkuasa akan berupaya menghindari untuk menaikkan harga BBM jika tidak sangat terpaksa.

Sikap PDIP ini bisa dimaknai untuk menyelamatkan popularitas Jokowi. Mereka mungkin khawatir Jokowi yang baru berkuasa bakal menghadapi ujian berat. BBM memang seperti buah simalakama.

Tidak menaikkan harga BBM, lambat laun akan membuat APBN jebol karena subsidi yang diberikan pemerintah sudah terlalu besar. Padahal uang subsidi BBM yang dinilai salah sasaran tersebut bisa digunakan untuk banyak hal bagi kemajuan negara ini.

Jika opsi menaikkan harga BBM yang dipilih, bisa dipastikan pemerintahan baru ini bakal menghadapi penolakan yang besar-besaran dari masyarakat. Tentu ini juga akan berpengaruh pada citra Jokowi yang sebelumnya disebut-sebut sebagai tokoh yang prorakyat miskin.

Bisa jadi akibat kebijakannya itu nanti Jokowi akan ditinggalkan orang-orang yang dulu mengelu-elukannya. Belum lagi, pemerintahan Jokowi-JK bakal menghadapi parlemen yang mayoritas dikuasai Koalisi Merah Putih.

Menaikkan harga BBM merupakan kebijakan yang tidak populis. Itu mengapa dalam pemerintahan SBY menolak untuk mengutak-atik masalah BBM di akhir pemerintahannya karena taruhannya nama baik.

Pemerintahan SBY tentu tidak mau menorehkan catatan buruk di mata masyarakat Indonesia pada akhir pemerintahannya yang hanya tinggal sekitar dua bulan lagi ini. Apa pun alasannya, apalagi kalau motifnya pencitraan diri, desakan PDIP agar pemerintah SBY menaikkan harga BBM saat ini tentu tidak etis dan berlebihan.

Biarlah pemerintahan SBY yang pada 20 Oktober mendatang turun tahta memilih kebijakannya sendiri. Mereka tidak usah didorong-dorong untuk menaikkan harga BBM.

Masyarakat Indonesia yang makin cerdas akan melihat dan menilai sendiri fenomena yang terjadi tentang masalah BBM, apakah kebijakan SBY yang benar atau desakan PDIP yang akan mendapat apresiasi.

PDIP maupun Jokowi-JK harus menerima apa pun warisan yang telah diberikan pemerintah sebelumnya. Begitupun ketika menang Pilpres 2004, pemerintah SBY juga menerima warisan dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri tanpa syarat.

Karena itu, Jokowi-JK yang sudah dipilih rakyat harus bekerja keras agar mampu membuktikan janji-janjinya saat kampanye untuk bisa membawa Indonesia lebih baik. Hentikan pencitraan, mulailah berkarya secara nyata demi bangsa dan negara tercinta ini.

Tentu seluruh masyarakat akan memberikan dukungan dan apresiasi siapa pun yang sungguh-sungguh bekerja untuk bangsa ini.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0726 seconds (0.1#10.140)