Mengupas Janji Ekonomi Jokowi-JK
A
A
A
Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014.
Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah kebijakan pemerintah periode 2014- 2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak sekarang.
Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu perubahan.
Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten.
Dari Janji ke Aksi
Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa Cita yang terbagi dalam sembilan kategori.
Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi.
Indikator yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan.
Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12 tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5% penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar.
APK menurun pada tingkat SMP menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. Bukan jumlah yang sedikit.
Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA.
Karena proporsi lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan penyerapan tenaga kerja.
Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya.
Ketersediaan jaminan sosial dan kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi asing langsung (FDI).
Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia.
Bila dibiarkan, kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa Nawa Cita Jokowi-JK menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat.
Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil direalisasikan.
Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di sentra produksi dan sistem inovasi nasional.
Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian.
Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar.
Detail dan Celah
Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya, bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi, setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit fiskal.
Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye.
Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN. Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya meningkat.
Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani.
Tidak cukup dengan hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang besar peranannya dalam ekonomi Indonesia.
Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan berdampak negatif?
Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi.
Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah. Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi.
Namun, harus juga diantisipasi bahwa pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai ke DPR. Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014-2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan, mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita.
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama untuk diwujudkan. But let us begin.
BERLY MARTAWARDAYA
Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah kebijakan pemerintah periode 2014- 2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak sekarang.
Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu perubahan.
Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten.
Dari Janji ke Aksi
Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa Cita yang terbagi dalam sembilan kategori.
Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi.
Indikator yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan.
Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12 tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5% penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar.
APK menurun pada tingkat SMP menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. Bukan jumlah yang sedikit.
Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA.
Karena proporsi lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan penyerapan tenaga kerja.
Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya.
Ketersediaan jaminan sosial dan kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi asing langsung (FDI).
Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia.
Bila dibiarkan, kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa Nawa Cita Jokowi-JK menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat.
Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil direalisasikan.
Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di sentra produksi dan sistem inovasi nasional.
Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian.
Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar.
Detail dan Celah
Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya, bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi, setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit fiskal.
Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye.
Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN. Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya meningkat.
Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani.
Tidak cukup dengan hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang besar peranannya dalam ekonomi Indonesia.
Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan berdampak negatif?
Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi.
Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah. Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi.
Namun, harus juga diantisipasi bahwa pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai ke DPR. Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014-2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan, mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita.
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama untuk diwujudkan. But let us begin.
BERLY MARTAWARDAYA
Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
(hyk)