3.169 Anggota DPRD Terkena Kasus Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari tahun 2005 hingga Agustus 2014, terdapat 3.169 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlibat kasus korupsi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda, Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan, persoalan korupsi tidak saja menjerat kepala daerah tetapi juga para legislator di daerah.
Djo sapaan akrabnya menilai, banyaknya anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi disebabkan sistem pemilihan yang liberal. "Ini juga karena sistem pemilu. Kalau dalam politik tidak ada makan siang yang gratis kan," ujarnya di Kemendagri, Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Dia mengatakan kepala daerah terjerat kasus korupsi dengan modus mark up anggaran ataupun obral izin untuk mengembalikan modal saat kampanye. Sedangkan anggota DPRD lebih sering terjerat korupsi dalam persoalan dana hibah. "Kalau hibah-hibah ini DPRD yang kena," paparnya.
Hasil kajian yang dilakukan Kemendagri menunjukan mahalnya biaya pemilihan cenderung membuat anggota DPRD maupun kepala daerah berbuat korupsi. Dalam hal pengawasan terhadap anggota DPRD memang hanya mengandalkan pengawasan dari masyarakat.
Memang seharusnya partai juga memiliki peranan untuk melakukan pengawasan terhadap kader-kadernya di parlemen daerah. "Seperti DPR yang di pusat itu pengawasan ada di rakyat," paparnya.
Namun sayangnya pengawasan masyarakat di daerah masih sangat lemah. Selain itu juga sulit mengandalkan civil society seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) di daerah.
"LSM di daerah masih belum tumbuh dan masyarakat masih lemah. Sulit LSM di pusat mengawasi lebih dari 500 daerah," paparnya.
Kemendagri sendiri tidak berwenang mengawasi anggota DPRD. Djo mengatakan pihaknya hanya berperan untuk memfasilitasi orientasi bagi anggota DPRD yang terpilih. Orientasi tersebut berkaitan dengan penguatan dan pendalaman tugas sebagai anggota DPRD.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otda, Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan, persoalan korupsi tidak saja menjerat kepala daerah tetapi juga para legislator di daerah.
Djo sapaan akrabnya menilai, banyaknya anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi disebabkan sistem pemilihan yang liberal. "Ini juga karena sistem pemilu. Kalau dalam politik tidak ada makan siang yang gratis kan," ujarnya di Kemendagri, Jakarta, Selasa (12/8/2014).
Dia mengatakan kepala daerah terjerat kasus korupsi dengan modus mark up anggaran ataupun obral izin untuk mengembalikan modal saat kampanye. Sedangkan anggota DPRD lebih sering terjerat korupsi dalam persoalan dana hibah. "Kalau hibah-hibah ini DPRD yang kena," paparnya.
Hasil kajian yang dilakukan Kemendagri menunjukan mahalnya biaya pemilihan cenderung membuat anggota DPRD maupun kepala daerah berbuat korupsi. Dalam hal pengawasan terhadap anggota DPRD memang hanya mengandalkan pengawasan dari masyarakat.
Memang seharusnya partai juga memiliki peranan untuk melakukan pengawasan terhadap kader-kadernya di parlemen daerah. "Seperti DPR yang di pusat itu pengawasan ada di rakyat," paparnya.
Namun sayangnya pengawasan masyarakat di daerah masih sangat lemah. Selain itu juga sulit mengandalkan civil society seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) di daerah.
"LSM di daerah masih belum tumbuh dan masyarakat masih lemah. Sulit LSM di pusat mengawasi lebih dari 500 daerah," paparnya.
Kemendagri sendiri tidak berwenang mengawasi anggota DPRD. Djo mengatakan pihaknya hanya berperan untuk memfasilitasi orientasi bagi anggota DPRD yang terpilih. Orientasi tersebut berkaitan dengan penguatan dan pendalaman tugas sebagai anggota DPRD.
(maf)