Uang Pemerasan Rp1,67 M Digunakan untuk Pribadi Syahrul
A
A
A
JAKARTA - Kepala Sub Bagian (Kasubag) Program Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Diah Sandita Arisanti alias Santi memastikan uang fee Rp1,675 miliar digunakan mantan Kepala Bappebti Syahrul Raja Sempurnajaya untuk kepentingan pribadinya.
Santi menyatakan, dia diperintah oleh Sekretaris Bappebti Nizarli untuk mengelola uang Rp1,675 miliar atau jatah fee 2 persen dari 2011 hingga 2013 sebagian besar untuk kepentingan Syahrul.
Nizarli menuturkan, dia tidak bisa menolak perintah Syahrul selaku pimpinan Bappebti untuk meminta kepastian realisasi fee 2 persen kepada Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra. Santi melanjutkan, semua pengeluaran uang tersebut tertuang dalam catatannya.
"Setahu saya sebagian besar untuk keperluan pribadi Pak Syahrul. Sama dengan yang saya catat di situ," ungkap Santi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin menghadirkan enam saksi perdana untuk Syahrul. Mereka yakni Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra, Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) Fredericus Wisnubroto.
Selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Made Sukarwo, Direktur Utama PT Kliring Bernjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo, Sekretaris Bappebti Nizarli, dan Kasubag program Bappebti Diah Sandita Arisanti.
Hakim anggota Djoko Subagyo kemudian membacakan catatan Santi. Di dalamnya tertuang uang-uang ada yang dikeluarkan untuk papan pengantin (pribadi), tiket Jakarta-Semarang pulang pergi (pribadi dan keluarga), Jakarta-Medan pulang pergi (pribadi), hotel (pribadi), tiket Jakarta-Lampung pulang pergi (pribadi), wisma (pribadi).
Berikutnya sumbangan banjir, khitan (sunatan), dan kegiatan sosialisasi di media massa. "Untuk sumbangan banjir dan khitan, apakah ada uangnya untuk keperluan kantor?" cecar Djoko.
Santi membeberkan, biasanya ada permintaan dana yang diterimanya. Salah satunya atas sodoran Nizarli. Sepengetahuan Santi tidak ada uang APBN untuk keperluan sumbangan banjir, khitan, dan siaran tv atau radio atau sekadar running teks. Menurunya, kalau memberikan sumbangan-sumbangan selalu atas nama Kepala Bappebti bukan instansi.
"Uang-uangnya diambil dari uang itu (fee yang dikelola APBI)," paparnya.
Nizarli mengaku dalam pemeriksaan pertamanya sebagai saksi di KPK dia sempat menyampaikan bahwa Syahrul sempat menggunakan uang fee tersebut sebesar Rp200 juta untuk nongkrong di kafe dua kali dalam satu bulan. Tetapi tuturnya, dalam pemeriksaan kedua keterangan itu sudah dicabut karena melihat catatan pengeluaran Santi.
"Saudara diberikan kewenangan tugas untuk masalah seperti ini?" tanya hakim Djoko. Nizarli mengaku tidak bisa menolak. "Diminta pimpinan. (Saya tidak bisa menolak) perintah pimpinan, saya ikut saja," paparnya.
Sebelumnya, JPU mendakwa Syahrul Raja Sempurnajaya dengan enam dakwaan berlapis pada Surat dakwaan Nomor: Dak-18/24/04/2014. Enam dakwaan tersebut terdiri atas empat dakwaan sebegai penerima suap atau pemerasan, satu dakwaan pemberi suap, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Uang suap yang diterima Syahrul dengan nilai total Rp9.175.000.000 dan 5.000 dolar Australia yang setara Rp54 juta berkaitan dengan jabatannya selaku Kepala Bappebti.
Sementara pemberian suap Rp3 miliar terkait dengan kasus pengurusan lahan kuburan di Kabupaten Bogor. Sedangkan TPPU yang dilakukan Syahrul mencapai Rp5.106.569.730, USD369.189, dan SGD120.000.
Dalam dakwaan TPPU disebutkan, Syahrul membelanjakan dan membayarkan pembelian sejumlah aset berupa Toyota Hilux Double Cabin seharga Rp327,7 juta pada Juni 2012 yang kemudian diatasnamakan Andre Librian.
Atas perbuatan ini Syahrul didakwa dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Santi menyatakan, dia diperintah oleh Sekretaris Bappebti Nizarli untuk mengelola uang Rp1,675 miliar atau jatah fee 2 persen dari 2011 hingga 2013 sebagian besar untuk kepentingan Syahrul.
Nizarli menuturkan, dia tidak bisa menolak perintah Syahrul selaku pimpinan Bappebti untuk meminta kepastian realisasi fee 2 persen kepada Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra. Santi melanjutkan, semua pengeluaran uang tersebut tertuang dalam catatannya.
"Setahu saya sebagian besar untuk keperluan pribadi Pak Syahrul. Sama dengan yang saya catat di situ," ungkap Santi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin menghadirkan enam saksi perdana untuk Syahrul. Mereka yakni Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra, Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) Fredericus Wisnubroto.
Selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Made Sukarwo, Direktur Utama PT Kliring Bernjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo, Sekretaris Bappebti Nizarli, dan Kasubag program Bappebti Diah Sandita Arisanti.
Hakim anggota Djoko Subagyo kemudian membacakan catatan Santi. Di dalamnya tertuang uang-uang ada yang dikeluarkan untuk papan pengantin (pribadi), tiket Jakarta-Semarang pulang pergi (pribadi dan keluarga), Jakarta-Medan pulang pergi (pribadi), hotel (pribadi), tiket Jakarta-Lampung pulang pergi (pribadi), wisma (pribadi).
Berikutnya sumbangan banjir, khitan (sunatan), dan kegiatan sosialisasi di media massa. "Untuk sumbangan banjir dan khitan, apakah ada uangnya untuk keperluan kantor?" cecar Djoko.
Santi membeberkan, biasanya ada permintaan dana yang diterimanya. Salah satunya atas sodoran Nizarli. Sepengetahuan Santi tidak ada uang APBN untuk keperluan sumbangan banjir, khitan, dan siaran tv atau radio atau sekadar running teks. Menurunya, kalau memberikan sumbangan-sumbangan selalu atas nama Kepala Bappebti bukan instansi.
"Uang-uangnya diambil dari uang itu (fee yang dikelola APBI)," paparnya.
Nizarli mengaku dalam pemeriksaan pertamanya sebagai saksi di KPK dia sempat menyampaikan bahwa Syahrul sempat menggunakan uang fee tersebut sebesar Rp200 juta untuk nongkrong di kafe dua kali dalam satu bulan. Tetapi tuturnya, dalam pemeriksaan kedua keterangan itu sudah dicabut karena melihat catatan pengeluaran Santi.
"Saudara diberikan kewenangan tugas untuk masalah seperti ini?" tanya hakim Djoko. Nizarli mengaku tidak bisa menolak. "Diminta pimpinan. (Saya tidak bisa menolak) perintah pimpinan, saya ikut saja," paparnya.
Sebelumnya, JPU mendakwa Syahrul Raja Sempurnajaya dengan enam dakwaan berlapis pada Surat dakwaan Nomor: Dak-18/24/04/2014. Enam dakwaan tersebut terdiri atas empat dakwaan sebegai penerima suap atau pemerasan, satu dakwaan pemberi suap, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Uang suap yang diterima Syahrul dengan nilai total Rp9.175.000.000 dan 5.000 dolar Australia yang setara Rp54 juta berkaitan dengan jabatannya selaku Kepala Bappebti.
Sementara pemberian suap Rp3 miliar terkait dengan kasus pengurusan lahan kuburan di Kabupaten Bogor. Sedangkan TPPU yang dilakukan Syahrul mencapai Rp5.106.569.730, USD369.189, dan SGD120.000.
Dalam dakwaan TPPU disebutkan, Syahrul membelanjakan dan membayarkan pembelian sejumlah aset berupa Toyota Hilux Double Cabin seharga Rp327,7 juta pada Juni 2012 yang kemudian diatasnamakan Andre Librian.
Atas perbuatan ini Syahrul didakwa dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
(kri)