Pemburu Kuasa

Sabtu, 07 Juni 2014 - 11:15 WIB
Pemburu Kuasa
Pemburu Kuasa
A A A
PALING tidak sudah dua kali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta dengan sangat alias mendesak para menteri yang terlibat dalam tim pemenangan maupun juru kampanye capres-cawapres agar segera mengundurkan diri jika tidak mampu lagi bekerja maksimal.

Imbauan Presiden SBY ini pun ditanggapi dingin oleh para menteri yang sekarang memang sedang sibuk-sibuknya mendukung pemenangan capres cawapres, baik di kubu Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK. Tidak hanya para menteri maupun anggota kabinet, ratusan kepala daerah juga tercatat mengajukan cuti setelah didaftar sebagai juru kampanye maupun tim sukses para capres.

Kekecewaan begitu terlihat dari raut wajah Presiden SBY kepada para pembantunya yang tidak segera mundur dari kabinet. Sebelumnya, di depan para petinggi TNI, SBY juga menyindir adanya jenderal aktif yang tergoda dan berkeinginan merapat ke capres yang sedang bertarung. Bahkan, SBY blak-blakan mengatakan ada jenderal aktif yang menyebut dirinya sebagai kapal karam.

Dengan tegas SBY pun meminta para jenderal aktif yang tertarik masuk politik agar segera mengajukan surat pengunduran diri kepada atasannya. Dua masalah besar yang terlontar dari penyataan tidak biasa Presiden SBY itu adalah bukti bahwa pemerintahannya sudah tidak efektif lagi.

Situasi seperti ini sudah diprediksi sejak awal. Pemerintahan periode kedua SBY hanya akan berjalan efektif selama maksimal 4 tahun, 2009-2013. Pada sisa satu tahun pemerintahan, para menteri yang mayoritas pimpinan parpol akan pecah konsentrasi dan lebih memilih mengurus politik menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Kondisi ini berpengaruh pada pelayanan pemerintah terhadap rakyat. Seberapa jauh akibatnya, tergantung pada masalah dan bidangnya. Tapi, tentu kondisi ini sangat tidak baik bagi jalannya pemerintahan. Para capres yang sedang bertarung pun harus mengantisipasi situasi seperti ini.

Jangan sampai karena sibuk berpolitik, para menteri dari parpol akan mengabaikan tugas-tugas pemerintahan menjelang pemilu 2019. Catatan ini tidak hanya ditujukan kepada para menteri dari parpol, tapi juga para menteri yang ikut berkompetisi dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Ketika orang dihadapkan pada situasi hidup mati akan nasib dirinya, pasti dia akan memilih menyelamatkan diri sendiri dulu.

Di Indonesia jumlah politisi yang menganut aliran ini mayoritas. Mereka yang sudah menjadi menteri dua periode pun masih belum percaya diri dan tidak siap ketika harus kembali menjadi warga negara biasa lagi. Jadi ketika jabatan belum habis, amanah dan sumpah jabatan belum diselesaikan, sudah buru-buru menurunkan sekoci mencari selamat.

Padahal, kapal besarnya masih kokoh berlayar. Jadi, post power syndrome akan menjadi hal yang menakutkan bagi pejabat, siapa saja dalam tingkatan apa saja. Orang yang sudah terlalu lama menjadi lurah, akan mati-matian berjuang agar bisa menjadi bupati atau wali kota.

Begitu gagal jadi wali kota, dengan cepat dia akan banting setir menjadi camat, atau paling tidak jadi lurah lagi. Yang penting tetap berkuasa, itu prinsipnya. Nah , dua pasangan capres-cawapres kita memiliki tugas berat untuk mengantisipasi atau jika perlu menutup peluang bagi para petualang politik yang memang hobinya mencari jabatan.

Jangan pilih orang-orang yang latar belakangnya memang petualang politik menduduki posisi penting di kabinet barunya. Carilah orang-orang yang benar-benar mumpuni, kompeten, tulus bekerja, dan tidak haus jabatan.

Mudah-mudahan orang-orang seperti ini akan lebih tahan godaan kekuasaan. Kita yakin masih banyak putra-putri Indonesia yang memiliki semangat seperti itu. Sekali lagi, seorang presiden mesti punya keberanian untuk menunjuk sosok-sosok profesional yang kompeten. Sosok yang berani berkata tidak kepada parpol koalisinya ketika menyodorkan nama-nama yang tidak sesuai dengan visi misinya.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0582 seconds (0.1#10.140)