Empat PR buat CT
A
A
A
SELAMAT datang Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Chairul Tanjung. Meski waktu yang tersisa sangat terbatas dalam menakhodai kementerian tersebut, Chairul Tanjung yang lebih akrab dipanggil CT harus menyelesaikan empat pekerjaan rumah yang tidak ringan.
Dalam sambutan serah terima dari pejabat lama Hatta Rajasa yang kini maju sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi calon Presiden Prabowo Subianto menitipkan pekerjaan rumah (PR) tersebut agar dapat diselesaikan sebaik mungkin demi kemakmuran bangsa ini. Apakah gerangan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan CT yang mengaku sudah melepas semua jabatan yang terkait perusahaannya demi mengabdi kepada negara? Pertama , menyangkut stabilitas harga.
Kedua , terkait keberlanjutan kebijakan fiskal. Ketiga, menjaga pertumbuhan pada angka yang reasonable . Keempat, meminimalisasi defisit neraca transaksi berjalan. Kalau melihat rekam jejak CT yang sukses mengembangkan berbagai lini usaha, tidak perlu pesimistis kalau pekerjaan rumah itu akan tertunggak.
Persoalannya, pekerjaan rumah yang diharapkan dituntaskan CT bukan persoalan gampang untuk dirampungkan dalam waktu lima bulan. Apalagi pengusaha sukses itu terlebihi dahulu harus menyesuaikan dengan iklim birokrasi yang rumit dan ruwet.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melantik dan mengambil sumpah CT di Istana Negara setelah kosong ditinggalkan Hatta Rajasa yang mengundurkan diri untuk maju sebagai kandidat orang nomor kedua di negeri ini.
Menandai hari pertama sebagai pejabat menko bidang perekonomian, mantan ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini mengumpulkan para menteri bidang ekonomi dalam sebuah rapat koordinasi. Pada rapat perdana tersebut, CT yang dikenal lugas dan tegas dalam memimpin rapat langsung tersengat persoalan defisit subsidi pupuk.
Secara gamblang, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono membeberkan berbagai persoalan yang melilit subsidi pupuk, mulai dari anggaran yang tidak bisa menutupi kebutuhan pupuk petani hingga persoalan distribusi yang menyebabkan subsidi tersebut melenceng kepada pihak yang tidak berhak menerima. Masalah ini bukanlah masalah baru yang muncul dalam rapat koordinasi tersebut. Mentan sudah berkali-kali menyampaikan persoalan ini termasuk kepada wakil rakyat yang bermarkas di Senayan.
Sebagaimana dilansir Kementerian Pertanian bahwa kebutuhan pupuk bersubsidi diperkirakan mencapai 9,2 juta ton hingga akhir tahun ini, namun DPR menyepakati alokasi pupuk bersubsidi hanya sekitar 7,8 juta ton sehingga bakal terjadi defisit sebesar 1,4 juta ton. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, Mentan pesimistis itu bisa ditutupi dengan menambah anggaran baru pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) Perubahan 2014 yang sedang dalam pembahasan.
Sebelumnya Mentan Suswono sudah melemparkan wacana ekstrem soal pupuk bersubsidi tersebut. Ibaratnya, masalah pupuk bersubsidi seperti benang kusut yang sudah sulit diurai, jadi sebaiknya subsidi pupuk untuk petani dihapus saja.
Kontan, wacana ekstrem tersebut mendapat respons keras dari berbagai pihak, terutama dari DPR yang menilai usulan Mentan itu sebuah kekeliruan besar. Namun, Mentan tetap ngotot karena menilai program subsidi tersebut sudah tidak tepat sasaran sebab tidak sampai ke tangan petani yang berhak menerima subsidi tersebut.
Salah satu sumber masalahnya terletak pada proses pendistribusian yang rumit, terutama pada tingkat pemerintah daerah, di mana pupuk bersubsidi sangat rawan diselewengkan. Sehubungan itu, Mentan meminta pengalokasian anggaran subsidi pupuk tersebut dialihkan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian. Itu dinilai lebih realistis karena langsung dirasakan petani. Namun, gagasan Mentan menghapus subsidi pupuk memang sangat sporadis.
Kalau persoalan pendistribusian di daerah yang tidak beres, yang harus dilakukan adalah bagaimana memperbaiki mekanisme pendistribusian yang benar dan meningkatkan pengawasan agar lebih maksimal untuk menutup lubang-lubang penyelewengan.
Persoalan subsidi pupuk tersebut hanya secuil dari berbagai masalah di negeri ini. Kita berharap masuknya CT di lingkungan pemerintahan bisa menularkan semangat baru dalam menyelesaikan berbagai persoalan, terutama di bidang perekonomian, walau masa baktinya hanya lima bulan.
Dalam sambutan serah terima dari pejabat lama Hatta Rajasa yang kini maju sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi calon Presiden Prabowo Subianto menitipkan pekerjaan rumah (PR) tersebut agar dapat diselesaikan sebaik mungkin demi kemakmuran bangsa ini. Apakah gerangan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan CT yang mengaku sudah melepas semua jabatan yang terkait perusahaannya demi mengabdi kepada negara? Pertama , menyangkut stabilitas harga.
Kedua , terkait keberlanjutan kebijakan fiskal. Ketiga, menjaga pertumbuhan pada angka yang reasonable . Keempat, meminimalisasi defisit neraca transaksi berjalan. Kalau melihat rekam jejak CT yang sukses mengembangkan berbagai lini usaha, tidak perlu pesimistis kalau pekerjaan rumah itu akan tertunggak.
Persoalannya, pekerjaan rumah yang diharapkan dituntaskan CT bukan persoalan gampang untuk dirampungkan dalam waktu lima bulan. Apalagi pengusaha sukses itu terlebihi dahulu harus menyesuaikan dengan iklim birokrasi yang rumit dan ruwet.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melantik dan mengambil sumpah CT di Istana Negara setelah kosong ditinggalkan Hatta Rajasa yang mengundurkan diri untuk maju sebagai kandidat orang nomor kedua di negeri ini.
Menandai hari pertama sebagai pejabat menko bidang perekonomian, mantan ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini mengumpulkan para menteri bidang ekonomi dalam sebuah rapat koordinasi. Pada rapat perdana tersebut, CT yang dikenal lugas dan tegas dalam memimpin rapat langsung tersengat persoalan defisit subsidi pupuk.
Secara gamblang, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono membeberkan berbagai persoalan yang melilit subsidi pupuk, mulai dari anggaran yang tidak bisa menutupi kebutuhan pupuk petani hingga persoalan distribusi yang menyebabkan subsidi tersebut melenceng kepada pihak yang tidak berhak menerima. Masalah ini bukanlah masalah baru yang muncul dalam rapat koordinasi tersebut. Mentan sudah berkali-kali menyampaikan persoalan ini termasuk kepada wakil rakyat yang bermarkas di Senayan.
Sebagaimana dilansir Kementerian Pertanian bahwa kebutuhan pupuk bersubsidi diperkirakan mencapai 9,2 juta ton hingga akhir tahun ini, namun DPR menyepakati alokasi pupuk bersubsidi hanya sekitar 7,8 juta ton sehingga bakal terjadi defisit sebesar 1,4 juta ton. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, Mentan pesimistis itu bisa ditutupi dengan menambah anggaran baru pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) Perubahan 2014 yang sedang dalam pembahasan.
Sebelumnya Mentan Suswono sudah melemparkan wacana ekstrem soal pupuk bersubsidi tersebut. Ibaratnya, masalah pupuk bersubsidi seperti benang kusut yang sudah sulit diurai, jadi sebaiknya subsidi pupuk untuk petani dihapus saja.
Kontan, wacana ekstrem tersebut mendapat respons keras dari berbagai pihak, terutama dari DPR yang menilai usulan Mentan itu sebuah kekeliruan besar. Namun, Mentan tetap ngotot karena menilai program subsidi tersebut sudah tidak tepat sasaran sebab tidak sampai ke tangan petani yang berhak menerima subsidi tersebut.
Salah satu sumber masalahnya terletak pada proses pendistribusian yang rumit, terutama pada tingkat pemerintah daerah, di mana pupuk bersubsidi sangat rawan diselewengkan. Sehubungan itu, Mentan meminta pengalokasian anggaran subsidi pupuk tersebut dialihkan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian. Itu dinilai lebih realistis karena langsung dirasakan petani. Namun, gagasan Mentan menghapus subsidi pupuk memang sangat sporadis.
Kalau persoalan pendistribusian di daerah yang tidak beres, yang harus dilakukan adalah bagaimana memperbaiki mekanisme pendistribusian yang benar dan meningkatkan pengawasan agar lebih maksimal untuk menutup lubang-lubang penyelewengan.
Persoalan subsidi pupuk tersebut hanya secuil dari berbagai masalah di negeri ini. Kita berharap masuknya CT di lingkungan pemerintahan bisa menularkan semangat baru dalam menyelesaikan berbagai persoalan, terutama di bidang perekonomian, walau masa baktinya hanya lima bulan.
(nfl)