Etika ketua KPK
A
A
A
LANGKAH Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyampaikan informasi spekulatif tentang status hukum seseorang mendapat banyak kritikan. Apa yang disampaikan Samad kepada publik terkait proses penyidikan kasuskasus korupsi kakap yang sedang mendapat perhatian besar bisa dianggap sebagai bentuk transparansi informasi kepada publik untuk memastikan penyidikan berlangsung sesuai ketentuan undang-undang.
Namun, tentu saja informasi yang disampaikan harus sesuai dengan apa yang terjadi dalam penyidikan di internal KPK. KPK, apalagi ketuanya, adalah sumber resmi informasi yang valid dan kredibel. Karena itu, alangkah baiknya jajaran pimpinan KPK benar-benar memvalidasi dulu dengan teliti sebelum disampaikan kepada publik melalui konferensi pers maupun saat ditanya wartawan. Jika informasinya masih meragukan, belum final, masih lonjong, dan belum bulat, seyogianya tidak buru-buru diumumkan ke publik.
Bisa dibayangkan jika ternyata pengumuman itu salah, sudah pasti akan merugikan orang lain karena terkait status hukum seseorang. KPK bisa terkena gugatan dan dituduh memainkan hukum untuk kepentingan lain. Terutama terkait momen-momen politik pemilihan presiden yang sedang hangat jadi perbincangan. Publik paham dengan posisi Abraham Samad yang sedang digadang-gadang oleh salah satu capres untuk menempati posisi cawapres. Samad dipertimbangkan cocok menjadi bakal cawapres karena posisinya sebagai ketua KPK yang dikenal berani menyeret tokoh-tokoh kaliber tinggi yang terlibat korupsi ke pengadilan.
Posisi ketua KPK menjadi sangat strategis untuk menaikkan citra dan popularitas Samad di antara nama-nama bakal cawapres lain yang beredar di masyarakat. Tentu ini posisi yang menguntungkan bagi Samad yang tidak bisa dicemburui oleh bakal cawapres lain. Terhadap tawaran posisi cawapres itu, Samad belum memberi jawaban tegas, apakah menerima atau menolak. Di sinilah konflik kepentingan antara Samad sebagai ketua KPK dan sebagai sosok yang berminat (belum menyatakan menolak) menjadi cawapres terjadi.
Kepentingan politik pribadi sang ketua sangat mungkin memengaruhi proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK. Jika ini tidak dicegah, pasti akan sangat berbahaya. Lembaga yang sangat kuat dan dipercaya publik ini tidak boleh ditunggangi kepentingan pribadi siapa pun termasuk pimpinannya sendiri. Kita berharap pimpinan KPK terutama ketuanya bisa lebih peka terhadap situasi politik yang sedang memanas. Jangan sampai dalam situasi seperti sekarang malah membuat pernyataan-pernyataan yang bersayap, tendensius, dan membingungkan publik terkait penyidikan kasus korupsi.
Alangkah baiknya ketua KPK untuk sementara tidak memberi pernyataan terkait penyidikan sampai jelas posisinya apakah bersedia atau tidak dipinang menjadi cawapres. Wilayah abu-abu seperti ini harus dihapuskan untuk menjaga pemurnian penegakan hukum di KPK. Lembaga penegakan hukum ini tidak boleh terseret arus persaingan dan pergulatan politik menjelang pilpres hanya gara-gara ketuanya disebut-sebut menjadi bakal cawapres. Dipinang menjadi cawapres adalah hak pribadi Abraham Samad yang tidak boleh dihalangi oleh siapa pun. Tapi, hak pribadi itu pun harus dipisahkan secara tegas dari otoritas dan wewenang yang melekat pada dirinya sebagai ketua KPK.
Namun, tentu saja informasi yang disampaikan harus sesuai dengan apa yang terjadi dalam penyidikan di internal KPK. KPK, apalagi ketuanya, adalah sumber resmi informasi yang valid dan kredibel. Karena itu, alangkah baiknya jajaran pimpinan KPK benar-benar memvalidasi dulu dengan teliti sebelum disampaikan kepada publik melalui konferensi pers maupun saat ditanya wartawan. Jika informasinya masih meragukan, belum final, masih lonjong, dan belum bulat, seyogianya tidak buru-buru diumumkan ke publik.
Bisa dibayangkan jika ternyata pengumuman itu salah, sudah pasti akan merugikan orang lain karena terkait status hukum seseorang. KPK bisa terkena gugatan dan dituduh memainkan hukum untuk kepentingan lain. Terutama terkait momen-momen politik pemilihan presiden yang sedang hangat jadi perbincangan. Publik paham dengan posisi Abraham Samad yang sedang digadang-gadang oleh salah satu capres untuk menempati posisi cawapres. Samad dipertimbangkan cocok menjadi bakal cawapres karena posisinya sebagai ketua KPK yang dikenal berani menyeret tokoh-tokoh kaliber tinggi yang terlibat korupsi ke pengadilan.
Posisi ketua KPK menjadi sangat strategis untuk menaikkan citra dan popularitas Samad di antara nama-nama bakal cawapres lain yang beredar di masyarakat. Tentu ini posisi yang menguntungkan bagi Samad yang tidak bisa dicemburui oleh bakal cawapres lain. Terhadap tawaran posisi cawapres itu, Samad belum memberi jawaban tegas, apakah menerima atau menolak. Di sinilah konflik kepentingan antara Samad sebagai ketua KPK dan sebagai sosok yang berminat (belum menyatakan menolak) menjadi cawapres terjadi.
Kepentingan politik pribadi sang ketua sangat mungkin memengaruhi proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK. Jika ini tidak dicegah, pasti akan sangat berbahaya. Lembaga yang sangat kuat dan dipercaya publik ini tidak boleh ditunggangi kepentingan pribadi siapa pun termasuk pimpinannya sendiri. Kita berharap pimpinan KPK terutama ketuanya bisa lebih peka terhadap situasi politik yang sedang memanas. Jangan sampai dalam situasi seperti sekarang malah membuat pernyataan-pernyataan yang bersayap, tendensius, dan membingungkan publik terkait penyidikan kasus korupsi.
Alangkah baiknya ketua KPK untuk sementara tidak memberi pernyataan terkait penyidikan sampai jelas posisinya apakah bersedia atau tidak dipinang menjadi cawapres. Wilayah abu-abu seperti ini harus dihapuskan untuk menjaga pemurnian penegakan hukum di KPK. Lembaga penegakan hukum ini tidak boleh terseret arus persaingan dan pergulatan politik menjelang pilpres hanya gara-gara ketuanya disebut-sebut menjadi bakal cawapres. Dipinang menjadi cawapres adalah hak pribadi Abraham Samad yang tidak boleh dihalangi oleh siapa pun. Tapi, hak pribadi itu pun harus dipisahkan secara tegas dari otoritas dan wewenang yang melekat pada dirinya sebagai ketua KPK.
(hyk)