Rekapitulasi KPU diduga menyesuaikan hitung cepat
A
A
A
Sindonews.com - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menduga lambannya rekapitulasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terjadi lantaran rekapitulasi dilakukan dengan cara menyesuaikan hasil hitung cepat (quick count) seperti yang dilakukan sejumlah lembaga survei.
"Patut diduga, gejala lambannya kinerja KPU RI dalam mengesahkan rekapitulasi menyesuaikan dengan hasil quick count, yang mana sampelnya hanya di 2.000 TPS. Padahal, jumlah TPS ada 540 ribu lebih," kata Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan (PTKP) PBHMI, Azhar Kahfi, di Kantor PBHMI, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (5/5/2014).
Dia melanjutkan, lambannya rekapitulasi karena hampir separuh provinsi telah terjadi kecurangan, termasuk penggelembungan suara yang berubah dari tingkat PPS sampai provinsi. Katanya, penggelembungan itu baru diketahui setelah dilakukan rekapitulasi nasional tingkat pusat.
"Kurang dari separuh provinsi di seluruh Indonesia yang sudah terselesaikan. Artinya masih banyak rekapitulasi yang belum selesai," ujarnya.
Sementara itu, ia pun menyatakan bahwa penghitungan suara hanya dilakukan dengan metode ilmu statistik yang menyesuaikan dengan hasil quick count di hampir seluruh provinsi.
"Seperti. Di Kalimantan Barat yang angka golputnya rendah sekali. Karena mencoblos pada satu orang saja agar bisa menjadi karena memperoleh suara yang sangat tinggi," jelasnya.
Dia menambahkan, sejak awal seharusnya KPU dan Bawaslu bisa mencegah hal itu. Pasalnya, kecurangan terjadi secara sistematis dan bahkan melibatkan penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, pantas jika dua lembaga itu dianggap gagal menjalankan fungsi dan proses penyelenggaraan pemilu.
"(Kecurangan) dalam bentuk yang sudah dilegalisir dan ditandatangi," ungkap Azhar menutup.
"Patut diduga, gejala lambannya kinerja KPU RI dalam mengesahkan rekapitulasi menyesuaikan dengan hasil quick count, yang mana sampelnya hanya di 2.000 TPS. Padahal, jumlah TPS ada 540 ribu lebih," kata Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan (PTKP) PBHMI, Azhar Kahfi, di Kantor PBHMI, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (5/5/2014).
Dia melanjutkan, lambannya rekapitulasi karena hampir separuh provinsi telah terjadi kecurangan, termasuk penggelembungan suara yang berubah dari tingkat PPS sampai provinsi. Katanya, penggelembungan itu baru diketahui setelah dilakukan rekapitulasi nasional tingkat pusat.
"Kurang dari separuh provinsi di seluruh Indonesia yang sudah terselesaikan. Artinya masih banyak rekapitulasi yang belum selesai," ujarnya.
Sementara itu, ia pun menyatakan bahwa penghitungan suara hanya dilakukan dengan metode ilmu statistik yang menyesuaikan dengan hasil quick count di hampir seluruh provinsi.
"Seperti. Di Kalimantan Barat yang angka golputnya rendah sekali. Karena mencoblos pada satu orang saja agar bisa menjadi karena memperoleh suara yang sangat tinggi," jelasnya.
Dia menambahkan, sejak awal seharusnya KPU dan Bawaslu bisa mencegah hal itu. Pasalnya, kecurangan terjadi secara sistematis dan bahkan melibatkan penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, pantas jika dua lembaga itu dianggap gagal menjalankan fungsi dan proses penyelenggaraan pemilu.
"(Kecurangan) dalam bentuk yang sudah dilegalisir dan ditandatangi," ungkap Azhar menutup.
(kri)