Sistem proporsional terbuka picu perilaku korupsi
A
A
A
Sindonews.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 menggunakan sistem proporsional terbuka. Meski telah menggunakan sistem yang memberikan hak pilih secara langsung kepada rakyat, ternyata masih jauh dari kata sempurna. Bahkan, cenderung menghasilkan anggota dewan yang korup.
Pengamat Pemilu dari Perludem Titi Anggraini mengatakan, sistem pemilu proporsional terbuka cenderung mendorong terjadinya politik uang dan transaksional.
"Ini akibat sistem pemilu yang dipilih. Saat menyusun pembahasan undang-undang juga sudah erat dengan kompromi-kompromi," ungkap Titi, dalam diskusi MPR, Jakarta, Senin (5/5/2014).
Titi menambahkan, apapun sistem pemilu yang akan dipakai Indonesia, kalau kaderisasi parpol belum kuat maka tidak akan berjalan dengan baik. Bahkan, sistem pemilu terbuka memicu terjadinya kanibalisme antar caleg di partai politik yang sama.
"Kaderisasi parpol belum kuat dan rekruitmennya tidak terbuka. Ini memicu terjadinya kanibalisasi antar caleg satu partai. Contoh ada satu caleg habis Rp7,5 miliar tapi dikadali temannya sendiri di satu partai. Padahal, sama-sama perempuan dan sama-sama kadal," paparnya.
Dia menegaskan, selama kaderisasi tidak berjalan dengan baik, jangan berharap sistem pemilu akan berhasil dengan baik. "Ketika diadopsi sistem terbuka dengan kaderisasi lemah, maka memicu perilaku korupsi," terang Titi.
Kemudian, lanjut Titi, apakah kalau tertutup berhasil? Ternyata tidak juga. "Selama transparansi dana partai belum terjadi dan kaderisasi partai tidak berjalan dengan baik ya sama saja," pungkasnya.
Pengamat Pemilu dari Perludem Titi Anggraini mengatakan, sistem pemilu proporsional terbuka cenderung mendorong terjadinya politik uang dan transaksional.
"Ini akibat sistem pemilu yang dipilih. Saat menyusun pembahasan undang-undang juga sudah erat dengan kompromi-kompromi," ungkap Titi, dalam diskusi MPR, Jakarta, Senin (5/5/2014).
Titi menambahkan, apapun sistem pemilu yang akan dipakai Indonesia, kalau kaderisasi parpol belum kuat maka tidak akan berjalan dengan baik. Bahkan, sistem pemilu terbuka memicu terjadinya kanibalisme antar caleg di partai politik yang sama.
"Kaderisasi parpol belum kuat dan rekruitmennya tidak terbuka. Ini memicu terjadinya kanibalisasi antar caleg satu partai. Contoh ada satu caleg habis Rp7,5 miliar tapi dikadali temannya sendiri di satu partai. Padahal, sama-sama perempuan dan sama-sama kadal," paparnya.
Dia menegaskan, selama kaderisasi tidak berjalan dengan baik, jangan berharap sistem pemilu akan berhasil dengan baik. "Ketika diadopsi sistem terbuka dengan kaderisasi lemah, maka memicu perilaku korupsi," terang Titi.
Kemudian, lanjut Titi, apakah kalau tertutup berhasil? Ternyata tidak juga. "Selama transparansi dana partai belum terjadi dan kaderisasi partai tidak berjalan dengan baik ya sama saja," pungkasnya.
(kri)