Perubahan angka Rp1,770 T ke Rp632 M inisiatif BI

Selasa, 08 April 2014 - 08:28 WIB
Perubahan angka Rp1,770...
Perubahan angka Rp1,770 T ke Rp632 M inisiatif BI
A A A
Sindonews.com - Mantan Sekretaris Komisi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kini menjabat Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset Raden Pardede menyebutkan perubahan angka Rp1,770 triliun dana tambahan modal dalam lampiran surat surat Nomor 10/2/GBI/DPNP/Rahasia tertanggal 20 November 2008 yang diteken oleh mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono ke Rp632 miliar merupakan insiatif BI.

Raden Pardede membenarkan ada telekonferensi dengan Sri Mulyani dengan DGBI pada 13 November 2013. Saat itu Sri Mulyani sedang menghadiri konferensi G-20 di Amerika Serikat. Dalam telekonferensi itu tidak diikuti nasabah BC.

Dia menuturkan, KSSK tidak pernah membahas FPJP karena itu wilayah BI. Sedangkan KSSK kekhawatirannya melihat pada sistem keuangan nasional dan perekonomian nasional. Penetapan BC sebagai bank gagal ada di wilayah BI. Tetapi BI bisa menentukan BC itu bank gagal ditengarai sistemik atau tidak.

Raden melanjutkan perubahan angka Rp1,77 triliun ke Rp632 miliar itu adalah hanya upaya untuk melihat prosedur rapat. Kesesuaian prosedur dan kelengkapan dokumen itu adalah perintah mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Juga menanyakan kepada BI apakah sudah sesuai atau tidak angka Rp1,77 triliun itu.

"Yang merubah itu inisiatif BI yang mulia. Kami (saya) menyakan apakah angka-angka Rp1,770 triliun itu sudah pasti atau tidak. Yang kami (saya) lihat angka Rp632 miliar itu yang sudah pasti. Ditambah kemudian sama BI bahwa angka itu akan bertambah lagi. Kalau kemudian dirubah angka itu, itu insiatif dari BI. Bukan dari kami (saya)," kata Raden di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin 7 April 2014 malam.

"Perubahan itu ditandatangani oleh Gubernur BI dan diparaf oleh seluruh oleh DGBI, tanggal 20 November itu saya lupa jamnya. Yang melakukan pengetikan adalah BI. Angka itu tanggal 24 November jadi 2,7 triliun," sambungnya.

Dia mengklaim, sekretaris KSSK tidak punya wewenang merubah angka, lampiran, dan surat. Sekali lagi, dia mengatakan sebaga sekretaris dia menanyakan kelengkapan dokumen dan prosedur rapat saja.

Lebih lanjut, biaya-biaya tambahan atau makin membanyak bukan salah KSSK. Dia membantah ada upaya melindungi nasabah-nasabah BC tertentu dalam upaya penyelematan.

Yang menentukan angka Rp6,7 triliun itu bukan wilayah KSSK. Perhitungan CAR selalu dalam pengawas BI. Sedangkan injeksi permodalan adalah LPS sebagai pemilik baru. Jadi perhitungan permodalan adalah hubungan BI dengan LPS.

Dituturkannya, dalam rapat 20 November 2008 KSSK terjadi dua tahap. Pertama, rapat terbuka dengan DGBI dan sejumlah pihak dari luar. Tetapi kata dia sebenarnya rapat itu bukan malam hari 20 November 2008.

Pasalnya rapat pertama itu dimulai pukul 00.11 WIB 21 November 2008. Dalam rapat terbuka itu BI menyatakan bahwa BC alah bank gagal yang ditenggarai sistemik.

"Setelah rapat terbuka itu ada rapat tertutup KSSK. Kemudian diputus bahwa BC berdampak sistemik dan diserahkan ke LPS. Keputusan KSSK saat itu agar memunculkan lagi kepercayaan masyarakat. Kalau penambahan angka-angka sampai begitu banyak ada pada BI dan pemilik baru BC yakni LPS," tandasnya.

Raden dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia IV Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Budi Mulya terkait kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan proses penetapan Bank Century (BC) sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Sebelum Raden, tiga saksi lainnya yakni mantan Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank 1 (DPB 1) Heru Kristiyana, mantan Direktorat Pengawas Bank 1 Pahla Santoso, dan mantan staf Gubernur BI Dicky Kartikoyono sudah memberikan keterangan.

Heru Kristiyana menuturkan, dalam lampiran surat yang ditandatangani Gubernur BI Boediono tertanggal 20 November kepada mantan Menkeu Sri Mulyani terdapat lampiran dari DPB1. Lampiran itu atas permintaan DGBI. Dalam lampiran tertulis, untuk memenuhi CAR 8 persen dibutuhkan dana tambahan modal Rp1,77 triliun.

Sementara berdasarkan kebutuhan tiga bulan ke depan dana yang dibutuhkan sekira Rp4,7 triliun. Kebutuhan likuiditas itu untuk penarikan nasabah sebesar Rp4,7 triliun. Jumlah Rp1,77 triliun itu kemudian diubah oleh Raden Pardede menjadi Rp632 miliar.

"Kami tidak meminta pendapat atas perubahan itu. Itu dia yang saya tidak paham kenapa Pak Raden (Raden Pardede) ikut-ikutan mengubah. (Padahal) dia tidak tahu persis angka-angka," jelasnya.

Baca berita:
Keputusan sistemik Century kesepakatan Boediono dan Sri Mulyani
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9904 seconds (0.1#10.140)