Defisit neraca perdagangan

Selasa, 04 Februari 2014 - 09:42 WIB
Defisit neraca perdagangan
Defisit neraca perdagangan
A A A
DEFISIT neraca perdagangan Indonesia (NPI) masih menjadi momok yang terus membayangi perekonomian nasional ke depan.

Tengok saja, NPI membukukan defisit sebesar USD4,06 miliar sepanjang tahun lalu yang dipicu impor minyak dan hasil minyak yang terus menggelembung. Impor minyak senilai USD10,2 miliar, sedangkan impor hasil minyak senilai USD4,2 miliar, untuk memenuhi kebutuhan produksi dan konsumsi.

Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin terlihat total nilai impor tercatat USD186,63 miliar telah mengungguli total nilai ekspor sebesar USD182,57 miliar. Tahun ini defisit NPI diperkirakan masih terulang mengingat kebutuhan sejumlah komoditas masih tinggi yang tidak didukung kapasitas produksi di dalam negeri.

Meski NPI masih mengalami defisit, pemerintah sedikit bernafas lega. Angka defisit di luar yang diprediksi para pengamat ekonomi dan sejumlah riset lembaga pemeringkat internasional yang berkisar pada USD5 miliar.

Apakah ini indikasi pemerintah sudah bisa menahan laju impor? Yang pasti, nilai impor sebesar USD186,63 miliar sepanjang Januari hingga Desember tahun lalu mengalami penurunan sekitar 2,64% dibanding nilai impor sepanjang 2012.

Penurunan nilai impor tersebut di antaranya impor barang konsumsi turun 2% dan impor barang modal mengecil sekitar 17,35%. Sebelumnya pemerintah terpengaruh sejumlah analisis pakar ekonomi yang memprediksi defisit NPI pada 2013 mencapai USD5 miliar.

Atas prediksi tersebut, pemerintah memperkirakan nilai defisit NPI tahun ini tidak akan beranjak dari nilai tahun lalu. Sebagaimana dipaparkan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan akhir tahun lalu kinerja perdagangan tahun ini tidak akan terjadi perubahan signifikan dibanding tahun lalu.

Bahkan yang lebih mengkhawatirkan kebutuhan impor minyak sebagai sumber utama penyebab defisit akan semakin besar seiring angka penjualan kendaraan bermotor yang kian melambung.

Sementara BPS melaporkan laju inflasi mencapai 1,07% sepanjang Januari tahun ini. Angka inflasi tertinggi terjadi di Pangkal Pinang sekitar 3,7% dan Pontianak mengantongi angka inflasi terendah sekitar 0,04% dari 78 kota yang mengalami inflasi.

Sedangkan empat kota lain mencatat deflasi dan tertinggi terjadi di Sorong sekitar 0,17%. Tingginya angka inflasi pada periode kali ini disebabkan oleh konsumsi bahan bakar rumah tangga menyusul kenaikan harga elpiji dan distribusi bahan pangan yang terganggu akibat cuaca buruk yang melanda sejumlah wilayah sejak awal tahun ini.

Berdasarkan data BPS, laju angka inflasi Januari 2014 adalah tertinggi dibandingkan angka inflasi bulanan pada periode yang sama sepanjang lima tahun terakhir. Meski demikian, pengamat ekonomi Tony Prasetiantono menilai angka inflasi tersebut masih dalam kecenderungan aman karena inflasi kali ini lebih banyak dipicu oleh kondisi cuaca yang tak bersahabat sehingga menyebabkan sejumlah daerah mengalami bencana alam.

Meski demikian, Tony masih tetap mengkritisi target laju inflasi 2014 yang dipatok pemerintah sebesar 4,5% plus-minus 1% terlalu optimistis.

Namun, di mata para pengusaha nilai defisit NPI tahun lalu dan angka inflasi yang tinggi pada awal tahun ini pertanda buruk bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 5,8% sulit direalisasikan sepanjang pemerintah tidak melakukan langkah strategis.

Bagi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, target pertumbuhan ekonomi versi pemerintah terlalu optimistis. Apindo menilai sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini cenderung kontraproduktif dengan kebutuhan dunia usaha.

Di antaranya rencana pemerintah mencabut subsidi listrik untuk sejumlah industri. Kekhawatiran para pengusaha itu mulai direspons bank sentral yang memberi sinyal akan tetap melakukan kebijakan moneter ketat. Hanya, perlu diselaraskan, kebijakan moneter jangan sampai memicu kenaikan suku bunga yang bisa berdampak pada pertumbuhan perekonomian terutama di sektor riil.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0935 seconds (0.1#10.140)