Data valid aset negara

Kamis, 23 Januari 2014 - 07:05 WIB
Data valid aset negara
Data valid aset negara
A A A
DATA valid terkait kepemilikan aset negara masih sebuah dambaan. Selama ini, pemerintah mengklaim memiliki aset yang sangat besar namun sulit untuk dibuktikan.

Karena itu, pemerintah bertekad segera menertibkan aset negara baik yang telantar maupun dalam penguasaan oleh pihak yang tidak berwenang. Banyaknya aset negara yang terbengkalai menjadi aset antah berantah alias tidak bertuan sehingga tidak terdata dengan baik, membuktikan bahwa selama ini aset tersebut tidak dikelola dengan baik serta luput dari pengawasan yang ketat.

Kepedulian pemerintah terhadap aset negara baru terasa bergaung setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengumumkan jumlah aset negara pada pertengahan tahun lalu. Sebagaimana dilansir Menkeu bahwa aset negara di seluruh kawasan Indonesia tercatat sebesar Rp3.023,44 triliun hingga akhir 2012. Jumlah aset tersebut meningkat sekitar Rp2.423 triliun dibandingkan tahun 2011 lalu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika berpidato pada penandatanganan komitmen bersama peningkatan akuntabilitas keuangan dengan para menteri di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemarin, mengklaim sudah banyak aset negara yang ditertibkan sehingga kembali dikuasai negara. “Sudah banyak yang kita tertibkan yang tadinya adalah aset antah berantah,” ungkap Presiden.

Meski demikian, orang nomor satu di negeri ini merasa belum puas sepanjang pemerintah belum bisa menghadirkan data valid dan terlengkap seputar kepemilikan aset negara. Jujur, pemerintah mengakui bahwa terbengkalainya aset negara selama ini disebabkan ketidakmampuan menghitung aset negara karena tidak didukung oleh data yang akurat. Akibatnya inventarisasi aset negara tidak terkontrol dengan baik sebagaimana yang diharapkan.

Selain persoalan data aset negara yang minim, juga terhambat persoalan terjadinya perbedaan persepsi dalam pengelolaan barang milik negara dan dukungan peraturan yang tidak memadai. Persoalan lain yang tak kalah membuat miris terkait keberadaan aset negara adalah masalah sertifikasi.

Aset negara yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN), sebagaimana dibeberkan Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah BPN M Noor Marzuki belum lama ini, tidak lebih dari 40% dari target 2.000 bidang aset tersertifikasi pada tahun lalu. Kendala utamanya karena pengelola tidak mendaftarkan aset ke BPN dan lahan masih dalam sengketa atau bermasalah.

Pihak BPN menjelaskan aset bermasalah terdiri atas riwayat kepemilikan tidak jelas, dokumen perolehan tidak ada, dalam kondisi sengketa, atau diduduki pihak lain. Untuk tahun ini, pemerintah telah mematok target sertifikasi aset negara sebanyak 5.000 bidang aset tersertifikasi. Kita berharap para pengelola aset negara agar tidak lalai melakukan sertifikasi sebab menyangkut legalisasi aset negara yang bisa mencegah kepemilikan ilegal oleh pihak tertentu.

Dalam proses sertifikasi ini, tantangan secara terbuka adalah penertiban rumah dinas. Karena itu, pemerintah mengimbau kepada pensiunan agar sukarela mengembalikan rumah dinas setelah tidak menjabat lagi. Di sisi lain, BPN juga harus reaktif untuk mengingatkan dan membantu para pengelola aset negara untuk segera melakukan sertifikasi demi terjaminnya kepemilikan sah negara atas aset yang dikelola.

Salah satu sumber masalah selama ini, sering kali sejumlah aset dibiarkan tak terurus hingga kemudian dikuasai oleh pihak yang tidak berhak. Giliran negara akan mengambil alih aset tersebut pemerintah dituntut menutup ganti rugi. Hal ini menjadi pemandangan yang lazim pada sejumlah kota-kota besar di Indonesia.

Terlepas dari sikap lalai para pengelola aset negara sehingga pihak-pihak tertentu dalam hal ini mafia tanah menguasai aset negara, ternyata pemerintah juga punya pekerjaan rumah untuk membenahi instrumen hukum terkait penggunaan aset negara.

Beberapa kebijakan pemerintah terutama berkaitan dengan larangan pemakaian lahan tanpa izin sudah harus diamendemen, karena sudah tidak sesuai dengan peruntukannya lagi.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0790 seconds (0.1#10.140)