Besok, MK gelar sidang perdana gugatan UU Pilpres
A
A
A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang perdana pengujian sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terhadap UUD 1945, yang dimohonkan oleh calon presiden (Capres) dari Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, pada Selasa 21 Januari 2014 besok.
Sidang dengan nomor perkara 108/PUU-XI/2013 itu bakal digelar pukul 13.30 WIB besok. "Acara sidang, Pemeriksaan pendahuluan pertama," seperti dilansir dalam situs resmi MK, mahkamahkonstitusi.go.id, Senin (20/1/2014).
Seperti diketahui sebelumnya, Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat 13 Desember 2013.
Pakar Hukum Tata Negara ini mengakui, memang PUU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres ini sudah pernah beberapa kali diuji di MK. Akan tetapi, permohonan yang diajukannya itu berbeda dengan beberapa permohonan sebelumnya.
Sehingga, kata dia, tidak terjadi pengulangan atau nebis bin idem. "Yang saya mohon untuk diuji adalah norma Pasal 3 Ayat 4, Pasal 9, Pasal 14 Ayat 2 dan Pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 4 Ayat 1, Pasal 6a Ayat 2, Pasal 7c, Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD Negara RI Tahun 1945," ujar Yusril.
Jadi, ujar dia, pasal-pasal yang diuji kali ini berbeda dengan pengujian sebelumnya. "Saya ingin menguji pasal per pasal darinya Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu yang dianut dengan sistem yang dianut UUD 1945," tutur dia.
"Seperti kita ketahui bahwa dalam sistem Republik itu pemilihan Presiden lebih dulu diadakan baru kemudian diadakan pemilihan legislatif atau pemilihan presiden dan legislatif dilakukan bersamaan. Tidak mungkin pemilihan legislatif diadakan lebih dulu baru kemudian diadakan pemilihan presiden. Itu hanya ada dalam sistem parlementer," tambah dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sistem presidensial itu diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 7c dari UUD 1945. "Lalu kemudian apakah sebenarnya maksud rumusan Pasal 6a Ayat 2 dan Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945 yang di dalam Pasal 6 Ayat 2 itu mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu dilaksanakan," jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, Pasal 22 e Ayat 1, 2 dan 3 mengatakan bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Pemilu itu, ujar dia, adalah pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD dan DPD serta pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden.
"Saya menafsirkan pasal-pasal ini adalah bahwa ketentuan Pasal 6a Ayat 2 itu adalah bahwa parpol harus mencalonkan pasangan calon presiden sebelum pelaksanaan pemilihan umum seperti dikatakan oleh Pasal 6a Ayat 2 UUD 1945 yang dimaksudkan pemilihan adalah pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Itu lah di dalam Pasal 22e UUD 1945 dikatakan bahwa pemilihan umum yang pesertanya adalah partai politik pemilihan umum adalah untuk memilih anggta DPR dan DPRD. Jadi bukan pemilihan umum yang lain," ungkapnya.
Baca berita:
Alasan Yusril baru ajukan gugatan UU Pilpres
Sidang dengan nomor perkara 108/PUU-XI/2013 itu bakal digelar pukul 13.30 WIB besok. "Acara sidang, Pemeriksaan pendahuluan pertama," seperti dilansir dalam situs resmi MK, mahkamahkonstitusi.go.id, Senin (20/1/2014).
Seperti diketahui sebelumnya, Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra, mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat 13 Desember 2013.
Pakar Hukum Tata Negara ini mengakui, memang PUU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres ini sudah pernah beberapa kali diuji di MK. Akan tetapi, permohonan yang diajukannya itu berbeda dengan beberapa permohonan sebelumnya.
Sehingga, kata dia, tidak terjadi pengulangan atau nebis bin idem. "Yang saya mohon untuk diuji adalah norma Pasal 3 Ayat 4, Pasal 9, Pasal 14 Ayat 2 dan Pasal 112 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 4 Ayat 1, Pasal 6a Ayat 2, Pasal 7c, Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD Negara RI Tahun 1945," ujar Yusril.
Jadi, ujar dia, pasal-pasal yang diuji kali ini berbeda dengan pengujian sebelumnya. "Saya ingin menguji pasal per pasal darinya Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu yang dianut dengan sistem yang dianut UUD 1945," tutur dia.
"Seperti kita ketahui bahwa dalam sistem Republik itu pemilihan Presiden lebih dulu diadakan baru kemudian diadakan pemilihan legislatif atau pemilihan presiden dan legislatif dilakukan bersamaan. Tidak mungkin pemilihan legislatif diadakan lebih dulu baru kemudian diadakan pemilihan presiden. Itu hanya ada dalam sistem parlementer," tambah dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sistem presidensial itu diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 7c dari UUD 1945. "Lalu kemudian apakah sebenarnya maksud rumusan Pasal 6a Ayat 2 dan Pasal 22e Ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945 yang di dalam Pasal 6 Ayat 2 itu mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu dilaksanakan," jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, Pasal 22 e Ayat 1, 2 dan 3 mengatakan bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Pemilu itu, ujar dia, adalah pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD dan DPD serta pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden.
"Saya menafsirkan pasal-pasal ini adalah bahwa ketentuan Pasal 6a Ayat 2 itu adalah bahwa parpol harus mencalonkan pasangan calon presiden sebelum pelaksanaan pemilihan umum seperti dikatakan oleh Pasal 6a Ayat 2 UUD 1945 yang dimaksudkan pemilihan adalah pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Itu lah di dalam Pasal 22e UUD 1945 dikatakan bahwa pemilihan umum yang pesertanya adalah partai politik pemilihan umum adalah untuk memilih anggta DPR dan DPRD. Jadi bukan pemilihan umum yang lain," ungkapnya.
Baca berita:
Alasan Yusril baru ajukan gugatan UU Pilpres
(kri)