Natal 2013 dan Raja Damai
A
A
A
JUTAAN umat Kristiani di Tanah Air pada hari ini memperingati dan merayakan Natal 2013. Pesan yang disampaikan oleh Gereja Katedral, Jakarta pada Natal 2013 ini cukup menarik yaitu ”Datanglah, Ya Raja Damai”.
Sebuah pesan yang menginginkan agar di Tanah Air ini terjadi kedamaian. Bukan berarti saat ini negeri ini tengah terjadi peperangan dalam arti kontak senjata atau terjadi kerusuhan yang mengorbankan banyak jiwa. Memang negara ini tidak dalam keadaan perang atau rusuh, namun beberapa peristiwa seperti sikap intoleransi kelompok massa, maraknya korupsi bukan hanya level bupati atau wali kota bahkan gubernur dan kepala tinggi negara, serta sikap saling menjatuhkan antarpemimpin bangsa ini sedang terjadi.
Pada 2013 negeri ini memang masih jauh dari kata damai terhadap bencana korupsi. Tak hanya bupati-wali kota ataupun anggota legislatif, beberapa gubernur dan menteri pun tersangkut kasus korupsi. Parahnya, kepala penjaga konstitusi di negeri ini tertangkap tangan menerima suap dalam penyelesaian sengketa kasus. Dari kaca mata kasus korupsi, pada 2013 negeri ini masih jauh dari kata damai. Korupsi masih saja menjadi pengusik kedamaian masyarakat.
Korupsi pada 2013 membuat masyarakat belum bisa benar-benar merasakan damai. Di bidang ekonomi, negeri ini juga masih jauh dari kata damai. Negeri ini yang katanya makmur ini gagal memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Beras yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia masih saja impor dari negara tetangga. Daging sapi yang semestinya negeri ini mampu menyediakan sendiri dipaksa untuk melakukan impor, bahkan dibumbui dengan tindakan korup.
Kedelai yang merupakan bahan dasar tempe dan tahu pun ikut dipaksa impor dengan alasan negeri ini tak mampu lagi memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Negeri ini belum mampu dikatakan damai karena belum mampu berdiri di atas kaki sendiri untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Di bidang sosial, masih banyak kaum-kaum minoritas dilanggar haknya. Para kelompok minoritas justru semakin dipinggirkan bahkan diberangus. Sikap-sikap intoleransi masih saja menjadi hantu dalam mengusik kedamaian di negeri ini. Sikap yang semestinya menjunjung tinggi perbedaan justru berubah sebaliknya.
Perbedaan yang semestinya menjadi senjata perdamaian, namun oleh segelintir orang justru digunakan untuk mengusik perdamaian. Negeri ini justru menjadi lemah dan jauh dari kata damai kalau kita semua tidak menempatkan semua masyarakat sama tinggi dan sama rendah. Sedangkan pada 2014 negeri ini akan menghadapi hajatan politik yaitu pemilihan umum legislatif dan pemilihan langsung presiden-wakil presiden. Rakyat akan menyambut pemimpin baru pada 2014 ini.
Namun, gejala yang muncul telah terjadi ketidakdamaian dalam menyongsong hajatan tersebut. Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro khawatir pada 2014 yang dilakukan calon pemimpin kita dalam berkompetisi bukan perang ide, melainkan perang aib. Jika perang aib yang terjadi, ouput kualitas para pemimpin kita akan dipertanyakan. Perang aib antar para calon pemimpin ini yang membuat negeri ini jauh dari kata damai. Jadi sungguh tepat tema dan pesan Natal 2013 yang berbunyi ”Datanglah, Ya Raja Damai” bagi persoalan yang ada di negeri ini.
Tema ini memunculkan harapan agar kemudian hari muncul seorang pemimpin yang membawa kedamaian bagi negeri ini. Kedamaian yang mengusir jauh penyakit korupsi, kedamaian dengan kemandirian pangan, kedamaian dengan menghormati perbedaan, dan kedamaian dengan politik bersih untuk menyongsong Pemilu 2014. Tentu harapan tersebut cukup mulia karena negeri ini mendambakan seorang pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat karena rakyat sebagai subjek dari negeri ini.
Kita berharap tema Natal 2013 itu bukan sekadar doa dan harapan, melainkan menjadi kenyataan hingga menjadikan negeri ini benar-benar damai dari persoalan yang selama ini membelit negeri ini serta bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kita berharap pada 2014 akan menjadi tahun yang lebih damai dan baik dibandingkan pada 2013 serta tahun-tahun sebelumnya. Selamat Natal 2013 bagi saudara-saudara kita umat Kristiani.
Sebuah pesan yang menginginkan agar di Tanah Air ini terjadi kedamaian. Bukan berarti saat ini negeri ini tengah terjadi peperangan dalam arti kontak senjata atau terjadi kerusuhan yang mengorbankan banyak jiwa. Memang negara ini tidak dalam keadaan perang atau rusuh, namun beberapa peristiwa seperti sikap intoleransi kelompok massa, maraknya korupsi bukan hanya level bupati atau wali kota bahkan gubernur dan kepala tinggi negara, serta sikap saling menjatuhkan antarpemimpin bangsa ini sedang terjadi.
Pada 2013 negeri ini memang masih jauh dari kata damai terhadap bencana korupsi. Tak hanya bupati-wali kota ataupun anggota legislatif, beberapa gubernur dan menteri pun tersangkut kasus korupsi. Parahnya, kepala penjaga konstitusi di negeri ini tertangkap tangan menerima suap dalam penyelesaian sengketa kasus. Dari kaca mata kasus korupsi, pada 2013 negeri ini masih jauh dari kata damai. Korupsi masih saja menjadi pengusik kedamaian masyarakat.
Korupsi pada 2013 membuat masyarakat belum bisa benar-benar merasakan damai. Di bidang ekonomi, negeri ini juga masih jauh dari kata damai. Negeri ini yang katanya makmur ini gagal memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Beras yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia masih saja impor dari negara tetangga. Daging sapi yang semestinya negeri ini mampu menyediakan sendiri dipaksa untuk melakukan impor, bahkan dibumbui dengan tindakan korup.
Kedelai yang merupakan bahan dasar tempe dan tahu pun ikut dipaksa impor dengan alasan negeri ini tak mampu lagi memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Negeri ini belum mampu dikatakan damai karena belum mampu berdiri di atas kaki sendiri untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Di bidang sosial, masih banyak kaum-kaum minoritas dilanggar haknya. Para kelompok minoritas justru semakin dipinggirkan bahkan diberangus. Sikap-sikap intoleransi masih saja menjadi hantu dalam mengusik kedamaian di negeri ini. Sikap yang semestinya menjunjung tinggi perbedaan justru berubah sebaliknya.
Perbedaan yang semestinya menjadi senjata perdamaian, namun oleh segelintir orang justru digunakan untuk mengusik perdamaian. Negeri ini justru menjadi lemah dan jauh dari kata damai kalau kita semua tidak menempatkan semua masyarakat sama tinggi dan sama rendah. Sedangkan pada 2014 negeri ini akan menghadapi hajatan politik yaitu pemilihan umum legislatif dan pemilihan langsung presiden-wakil presiden. Rakyat akan menyambut pemimpin baru pada 2014 ini.
Namun, gejala yang muncul telah terjadi ketidakdamaian dalam menyongsong hajatan tersebut. Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro khawatir pada 2014 yang dilakukan calon pemimpin kita dalam berkompetisi bukan perang ide, melainkan perang aib. Jika perang aib yang terjadi, ouput kualitas para pemimpin kita akan dipertanyakan. Perang aib antar para calon pemimpin ini yang membuat negeri ini jauh dari kata damai. Jadi sungguh tepat tema dan pesan Natal 2013 yang berbunyi ”Datanglah, Ya Raja Damai” bagi persoalan yang ada di negeri ini.
Tema ini memunculkan harapan agar kemudian hari muncul seorang pemimpin yang membawa kedamaian bagi negeri ini. Kedamaian yang mengusir jauh penyakit korupsi, kedamaian dengan kemandirian pangan, kedamaian dengan menghormati perbedaan, dan kedamaian dengan politik bersih untuk menyongsong Pemilu 2014. Tentu harapan tersebut cukup mulia karena negeri ini mendambakan seorang pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat karena rakyat sebagai subjek dari negeri ini.
Kita berharap tema Natal 2013 itu bukan sekadar doa dan harapan, melainkan menjadi kenyataan hingga menjadikan negeri ini benar-benar damai dari persoalan yang selama ini membelit negeri ini serta bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kita berharap pada 2014 akan menjadi tahun yang lebih damai dan baik dibandingkan pada 2013 serta tahun-tahun sebelumnya. Selamat Natal 2013 bagi saudara-saudara kita umat Kristiani.
(nfl)