LPSK: pemecatan terhadap saksi dapat dipidana
A
A
A
Sindonews.com - Peristiwa pemecatan terhadap Djaja Buddy Suhardja, saksi kasus dugaan korupsi alat kesehatan, semakin menegaskan potret ancaman dan intimidasi terhadap saksi kian masif.
Potensi ancaman ini telah diantisipasi oleh perancang Undang-undang Nomor 13 tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan memberikan ancaman pidana, terhadap setiap orang yang memecat saksi karena memberikan kesaksian.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, rentannya kondisi saksi berstatus pegawai yang harus mengungkap atasan korup, harus mendapat perhatian khusus.
"Banyak masyarakat yang belum tahu adanya ketentuan pidana, bagi setiap orang yang memecat saksi dalam proses penegakan hukum," ungkap Ketua LPSK, Selasa (17/12/2013).
Sebagaimana diketahui, ketentuan Pasal 39 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan, setiap orang yang menyebabkan saksi dan atau korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan, karena saksi dan atau korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling tujuh tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp80 juta dan paling banyak Rp500 juta.
Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum peka terhadap berbagai potensi yang akan dialami saksi.
"Perlu adanya tindakan dari aparat penegak hukum, untuk menjerat pidana pelaku yang mengakibatkan saksi kehilangan pekerjaan. Sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap setiap orang, yang mencoba mengintimidasi saksi untuk berhenti mengungkap kejahatan yang ia ketahui," ungkap Ketua LPSK.
Ketua LPSK mengatakan, pemberian efek jera terhadap pelaku, merupakan bagian dari upaya perlindungan hukum terhadap saksi.
"Jika saksi tidak terlindungi dari ancaman kehilangan pekerjaan atas kesaksiannya, dapat dipastikan tidak ada lagi pegawai yang berani melaporkan atasan yang korup," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya berharap, aparat penegak hukum harus secara aktif menyampaikan hak-hak saksi dan korban, serta langkah perlindungan terhadap saksi terutama dalam kasus kejahatan terorganisir seperti korupsi, langkah perlindungan tersebut tentunya dapat dilakukan bekerja sama dengan LPSK.
Klik di sini untuk berita terkait.
Potensi ancaman ini telah diantisipasi oleh perancang Undang-undang Nomor 13 tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban dengan memberikan ancaman pidana, terhadap setiap orang yang memecat saksi karena memberikan kesaksian.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, rentannya kondisi saksi berstatus pegawai yang harus mengungkap atasan korup, harus mendapat perhatian khusus.
"Banyak masyarakat yang belum tahu adanya ketentuan pidana, bagi setiap orang yang memecat saksi dalam proses penegakan hukum," ungkap Ketua LPSK, Selasa (17/12/2013).
Sebagaimana diketahui, ketentuan Pasal 39 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan, setiap orang yang menyebabkan saksi dan atau korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan, karena saksi dan atau korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling tujuh tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp80 juta dan paling banyak Rp500 juta.
Lebih lanjut, Ketua LPSK mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum peka terhadap berbagai potensi yang akan dialami saksi.
"Perlu adanya tindakan dari aparat penegak hukum, untuk menjerat pidana pelaku yang mengakibatkan saksi kehilangan pekerjaan. Sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap setiap orang, yang mencoba mengintimidasi saksi untuk berhenti mengungkap kejahatan yang ia ketahui," ungkap Ketua LPSK.
Ketua LPSK mengatakan, pemberian efek jera terhadap pelaku, merupakan bagian dari upaya perlindungan hukum terhadap saksi.
"Jika saksi tidak terlindungi dari ancaman kehilangan pekerjaan atas kesaksiannya, dapat dipastikan tidak ada lagi pegawai yang berani melaporkan atasan yang korup," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya berharap, aparat penegak hukum harus secara aktif menyampaikan hak-hak saksi dan korban, serta langkah perlindungan terhadap saksi terutama dalam kasus kejahatan terorganisir seperti korupsi, langkah perlindungan tersebut tentunya dapat dilakukan bekerja sama dengan LPSK.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)