Hindari penyadapan, perbarukan teknologi
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional (LPKN) Wawan Purwanto mengatakan, Indonesia siap dalam menghadapi cyber war (perang teknologi).
Dalam hal ini, peralatan-peralatan sudah terus didatangkan serta dilakukan upgrade dengan mengubah kata sandinya.
Menurut dia, peralatan dan upgrade dilakukan dengan suhu panas dari Timur Tengah dan suhu dingin di Eropa, menggunakan frekuensi memadai melalui kekuatan 10 pangkat 300 dan di atas kekuatan 210 pangkat 500.
“Mereka siap. Saat ini sedang dilakukan uji kekuatan frekuensi yang tersedia,” ucap Wawan, saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat 13 Desember 2013.
Wawan mengatakan, Indonesia menyadari sering dijadikan objek cyber war. hal ini berasal dari pengungkapan yang dilakukan pejabat tinggi yang rata-rata 90 persen disadap. Pada umumnya mereka tidak diperlukan mematikan telepon, namun cukup melakukan percakapan umum.
Menurutnya, namun lebih baik jika ingin membicarakan sesuatu yang lebih darurat, sebaiknya para penjabat tersebut bertemu langsung.
“Protapnya mereka tidak perlu mematikan telepon, tapi cukup bicara tanpa membuat bias, bukan berbicara terkait A1 (pembicaraan yang membuktikan sesuatu kebenaranya) atau C3(pembicaraan yang masih membutuhkan klarifikasi),” paparnya.
Kedepannya, untuk mempersiapkan cyber war, dilakukan kewaspadaan dengan mengupgrade kata-kata sandi. Hal ini harus rutin dilakukan dengan protek yang sesuai.
"Dalam hal ini, sumber-sumber informasi saat ini 10 persen adalah tertutup dan 90 persen adalah terbuka yang dapat diorbitkan. Sedangkan yang 10 persen wajib dilindungi dan diamankan karena sangat rahasia," pungkasnya.
Dalam hal ini, peralatan-peralatan sudah terus didatangkan serta dilakukan upgrade dengan mengubah kata sandinya.
Menurut dia, peralatan dan upgrade dilakukan dengan suhu panas dari Timur Tengah dan suhu dingin di Eropa, menggunakan frekuensi memadai melalui kekuatan 10 pangkat 300 dan di atas kekuatan 210 pangkat 500.
“Mereka siap. Saat ini sedang dilakukan uji kekuatan frekuensi yang tersedia,” ucap Wawan, saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat 13 Desember 2013.
Wawan mengatakan, Indonesia menyadari sering dijadikan objek cyber war. hal ini berasal dari pengungkapan yang dilakukan pejabat tinggi yang rata-rata 90 persen disadap. Pada umumnya mereka tidak diperlukan mematikan telepon, namun cukup melakukan percakapan umum.
Menurutnya, namun lebih baik jika ingin membicarakan sesuatu yang lebih darurat, sebaiknya para penjabat tersebut bertemu langsung.
“Protapnya mereka tidak perlu mematikan telepon, tapi cukup bicara tanpa membuat bias, bukan berbicara terkait A1 (pembicaraan yang membuktikan sesuatu kebenaranya) atau C3(pembicaraan yang masih membutuhkan klarifikasi),” paparnya.
Kedepannya, untuk mempersiapkan cyber war, dilakukan kewaspadaan dengan mengupgrade kata-kata sandi. Hal ini harus rutin dilakukan dengan protek yang sesuai.
"Dalam hal ini, sumber-sumber informasi saat ini 10 persen adalah tertutup dan 90 persen adalah terbuka yang dapat diorbitkan. Sedangkan yang 10 persen wajib dilindungi dan diamankan karena sangat rahasia," pungkasnya.
(maf)