Lawan korupsi harus muncul dari masyarakat sipil
A
A
A
Sindonews.com - Hari ini, 9 Desember 2013 bangsa di dunia memperingati hari antikorupsi. Indonesia sebagai salah satu negara dengan indeks prestasi terbesar angka korupsinya harus menjadikan hari tersebut sebagai momen meningkatkan kampanye melawan korupsi.
Perilaku dan budaya korupsi oleh semua negara dianggap sebagai penyakit mematikan yang harus 'diganyang' dan dilawan.
Anggota Pendiri Kajian Antikorupsi, Roby Arya Brata mengatakan, sistem yang dibangun Indonesia kurang mendukung dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan sistem yang korup seperti sekarang ini, gerakan anti korupsi yang bersifat top-down dari negara tidak akan efektif.
Sebaliknya, kata Roby, gerakan anti korupsi, seharusnya bersifat bottom-up yang muncul dari masyarakat sipil.
"Negara menjadi bagian integral dari masalah (korupsi), bukan menjadi solusi," kata Roby saat jumpa pers bertemakan "Refleksi Hari Anti Korupsi dan Evaluasi Implementasi UNCAC (Unted Nations Convention Against Corruption)" di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (8/12/2013).
Dikatakan Roby, selama kurun waktu 2013, pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan. Hal itu semakin nyata, setelah gejala korupsi justru menjalar dan dilakukan oleh pejabat publik alias pemerintah.
Meskipun rilis Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bimbingan Hukum Indonesia soal korupsi belum menyeluruh, tapi catatan itu telah menunjukkan tingkat korupsi di Indonesia makin tinggi.
Dia menambahkan, ada beberapa faktor penghambat upaya pemberantasan korupsi. Pertama, desain kebijakan yang dianggap tidak mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Kedua, sistem politik yang korup yang disebabkan lemahnya komitmen dan kemauan dari para pemimpin, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, untuk memberantas korupsi.
"Padahal mereka adalah kunci, key factor. Tapi yang terjadi justru mereka terlibat kasus korupsi," ucapnya.
Sementara itu, tambah dia, dukungan masyarakat jauh lebih penting untuk lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dengan dukungan dari elemen sipil itu, setiap upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi bisa dengan mudah dicegah.
Perilaku dan budaya korupsi oleh semua negara dianggap sebagai penyakit mematikan yang harus 'diganyang' dan dilawan.
Anggota Pendiri Kajian Antikorupsi, Roby Arya Brata mengatakan, sistem yang dibangun Indonesia kurang mendukung dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan sistem yang korup seperti sekarang ini, gerakan anti korupsi yang bersifat top-down dari negara tidak akan efektif.
Sebaliknya, kata Roby, gerakan anti korupsi, seharusnya bersifat bottom-up yang muncul dari masyarakat sipil.
"Negara menjadi bagian integral dari masalah (korupsi), bukan menjadi solusi," kata Roby saat jumpa pers bertemakan "Refleksi Hari Anti Korupsi dan Evaluasi Implementasi UNCAC (Unted Nations Convention Against Corruption)" di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (8/12/2013).
Dikatakan Roby, selama kurun waktu 2013, pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan. Hal itu semakin nyata, setelah gejala korupsi justru menjalar dan dilakukan oleh pejabat publik alias pemerintah.
Meskipun rilis Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bimbingan Hukum Indonesia soal korupsi belum menyeluruh, tapi catatan itu telah menunjukkan tingkat korupsi di Indonesia makin tinggi.
Dia menambahkan, ada beberapa faktor penghambat upaya pemberantasan korupsi. Pertama, desain kebijakan yang dianggap tidak mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Kedua, sistem politik yang korup yang disebabkan lemahnya komitmen dan kemauan dari para pemimpin, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, untuk memberantas korupsi.
"Padahal mereka adalah kunci, key factor. Tapi yang terjadi justru mereka terlibat kasus korupsi," ucapnya.
Sementara itu, tambah dia, dukungan masyarakat jauh lebih penting untuk lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dengan dukungan dari elemen sipil itu, setiap upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi bisa dengan mudah dicegah.
(lns)