Mahasiswa desak Pemerintah Indonesia keluar dari WTO
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Se-Solo, Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Youth Food Movement Indonesia, mendesak agar Pemerintah Indonesia keluar dari keanggotannya di Organisasi Pangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Desakan itu muncul dalam aksi demosntrasi yang digelar oleh puluhan mahasiswa tersebut di Pertigaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (27/11/2013).
Para mahasiswa menilai, keikusertaan Indonesia dalam WTO tersebut tidaklah memberikan keuntungan bagi rakyat Indonesia. Akan tetapi justru membuat kerugian yang luar biasa.
Salah seorang peserta aksi, Syaiful Munir, menyebutkan keikutsertaan Indonesia dalam organisasi tersebut, karena terus-menerus menggerus produksi pangan di tingkat lokal Indonesia.
Pasalnya diperlebarnya keran impor saat mengikuti organisasi tersebut, justru mematikan produksi pangan di tingkat petani Indonesia. Pemerintah lebih percaya dengan produk impor, dibandingkan dengan produk para petani.
Ia mencontohkan, sebelum mengikuti organisasi tersebut, Indonesia surplus kentang dan garam. Akan tetapi setelah masuk organisasi itu, kentang dan garam yang diandalkan justru berasal dari China dan Australia.
“Sejak 1990 negara kita surplus kentang dan garam. Akan tetapi saat ini sudah tidak lagi, petani kian tergerus dengan barang-barang impor tersebut,” ucapnya.
Ia mendesak, agar pertemuan WTO pada awal Desember mendatang, pemerintah mengambil sikap untuk keluar dari organisasi tersebut. Hal itu dilakukan agar negara kita tidak semakin terpuruk, akibat menjadi lahan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh negara lain.
Desakan itu muncul dalam aksi demosntrasi yang digelar oleh puluhan mahasiswa tersebut di Pertigaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (27/11/2013).
Para mahasiswa menilai, keikusertaan Indonesia dalam WTO tersebut tidaklah memberikan keuntungan bagi rakyat Indonesia. Akan tetapi justru membuat kerugian yang luar biasa.
Salah seorang peserta aksi, Syaiful Munir, menyebutkan keikutsertaan Indonesia dalam organisasi tersebut, karena terus-menerus menggerus produksi pangan di tingkat lokal Indonesia.
Pasalnya diperlebarnya keran impor saat mengikuti organisasi tersebut, justru mematikan produksi pangan di tingkat petani Indonesia. Pemerintah lebih percaya dengan produk impor, dibandingkan dengan produk para petani.
Ia mencontohkan, sebelum mengikuti organisasi tersebut, Indonesia surplus kentang dan garam. Akan tetapi setelah masuk organisasi itu, kentang dan garam yang diandalkan justru berasal dari China dan Australia.
“Sejak 1990 negara kita surplus kentang dan garam. Akan tetapi saat ini sudah tidak lagi, petani kian tergerus dengan barang-barang impor tersebut,” ucapnya.
Ia mendesak, agar pertemuan WTO pada awal Desember mendatang, pemerintah mengambil sikap untuk keluar dari organisasi tersebut. Hal itu dilakukan agar negara kita tidak semakin terpuruk, akibat menjadi lahan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh negara lain.
(maf)