Wajah baru MK
A
A
A
MAHKAMAH Konstitusi (MK) bergerak cepat memulihkan reputasi mereka yang hancur setelah penangkapan mantan Ketua MK Akil Mochtar yang disangka menerima suap dalam kasus Pilkada Gunung Mas dan Lebak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan belakangan, Akil juga disangka menerima suap dari pihak-pihak yang beperkara dalam kasus pilkada di sejumlah daerah. Apa yang dilakukan Akil adalah musibah besar bagi institusi MK yang menjadi garda terakhir penegakan hukum di Tanah Air. Reputasi MK yang sebelum kejadian tragis itu masih terjaga dengan baik, seperti berada di titik nadir. Delapan hakim konstitusi lain bergerak cepat untuk memulihkan situasi dengan membentuk Majelis Kehormatan, yang akhirnya memberhentikan Akil secara tidak hormat karena dianggap telah melanggar etika sebagai hakim maupun sebagai ketua MK.
Sejumlah pihak menilai Akil sudah sepantasnya mendapat hukuman pemecatan akibat perbuatannya. Tekanan dari luar terhadap MK memang luar biasa dan bertubi-tubi. Baik dari masyarakat, media massa, DPR, KPK, civil society, maupun sampai Istana Presiden. Bahkan, Presiden dengan cepat menerbitkan Perppu penyelamatan MK yang kemudian menjadi perdebatan hukum yang sengit di ruang publik. Di tengah kontroversi dan turbulensi itu, MK terus berupaya memulihkan kepercayaan publik yang turun drastis.
Delapan hakim tetap menjalankan sidang-sidang penyelesaian sengketa pilkada maupun uji materi sesuai jadwal yang ditentukan. Sampai sejauh ini, recovery yang dilakukan MK berjalan baik hingga akhirnya lembaga penegak hukum yang pernah sangat dikagumi itu pun memilih ketua dan wakil ketua baru. Terpilihlah Hamdan Zoelva sebagai ketua dan Arief Hidayat sebagai wakil ketua periode 2013–2016. Tugas amat berat ada di pundak Hamdan sebagai pemimpin MK yang sedang terpuruk.
Memulihkan kepercayaan dan reputasi bukan persoalan mudah. Tiga tahun masa kepemimpinan bukanlah waktu yang lama. Teramat singkat untuk mengemban misi besar memulihkan citra MK. Kekecewaan publik yang begitu dalam kepada MK pasca kasus Akil sangat dimaklumi. Ini karena harapan masyarakat kepada MK juga sangat besar di tengah merosotnya kepercayaan kepada institusi penegak hukum lain. Apalagi, Pemilu 2014 sudah di depan mata. Posisi MK menjadi sangat strategis sebagai wasit terakhir pesta demokrasi. Dari perspektif ini wajar jika muncul analisa MK akan menjadi rebutan banyak pihak yang berkepentingan dalam pemilu.
Gonjang-ganjing di MK bisa menjadi peluang untuk memengaruhi urusan internal di dalamnya. Ini salah satu konsekuensi pahit yang harus dihadapi MK yang sebenarnya juga pahit untuk demokrasi dan penegakan hukum itu sendiri. Hamdan dan tujuh hakim konstitusi lainnya harus kerja keras tanpa cacat sedikit pun untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik itu. Dan, itu pun bukan perkara mudah. MK harus menjawab semua kritik yang ditujukan kepada mereka. Penegakan pengawasan internal harus lebih kuat dan lebih cepat untuk mencegah kasus seperti Akil.
Pelibatan langsung masyarakat dan media massa menjadi sangat penting. MK yang selama ini sudah cukup terbuka harus lebih terbuka lagi. Terutama dalam proses penetapan hakim dalam sidang-sidang perkara pilkada maupun uji materi undang-undang. Perilaku para hakim konstitusi harus benar-benar dipantau dan dilaporkan secara berkala dengan melibatkan media massa. Ruang-ruang sempit praktik-praktik haram harus ditutup rapat-rapat, dikunci dan disegel untuk selamalamanya.
Kritik dan kecaman keras kepada MK adalah bukti besarnya harapan publik kepada lembaga ini. Mendesak semua hakim mundur adalah bentuk tekanan yang akan berakibat serius dalam penegakan hukum. Masyarakat masih menginginkan MK yang bersih, kuat, berwibawa, dan bebas korupsi untuk mengawal demokrasi kita. Ada setitik harapan di pundak Hamdan Zoelva dan tujuh hakim lainnya. Tinggal bagaimana mereka bisa mengemban amanah yang sangat berharga itu untuk memulihkan reputasi MK.
Bahkan belakangan, Akil juga disangka menerima suap dari pihak-pihak yang beperkara dalam kasus pilkada di sejumlah daerah. Apa yang dilakukan Akil adalah musibah besar bagi institusi MK yang menjadi garda terakhir penegakan hukum di Tanah Air. Reputasi MK yang sebelum kejadian tragis itu masih terjaga dengan baik, seperti berada di titik nadir. Delapan hakim konstitusi lain bergerak cepat untuk memulihkan situasi dengan membentuk Majelis Kehormatan, yang akhirnya memberhentikan Akil secara tidak hormat karena dianggap telah melanggar etika sebagai hakim maupun sebagai ketua MK.
Sejumlah pihak menilai Akil sudah sepantasnya mendapat hukuman pemecatan akibat perbuatannya. Tekanan dari luar terhadap MK memang luar biasa dan bertubi-tubi. Baik dari masyarakat, media massa, DPR, KPK, civil society, maupun sampai Istana Presiden. Bahkan, Presiden dengan cepat menerbitkan Perppu penyelamatan MK yang kemudian menjadi perdebatan hukum yang sengit di ruang publik. Di tengah kontroversi dan turbulensi itu, MK terus berupaya memulihkan kepercayaan publik yang turun drastis.
Delapan hakim tetap menjalankan sidang-sidang penyelesaian sengketa pilkada maupun uji materi sesuai jadwal yang ditentukan. Sampai sejauh ini, recovery yang dilakukan MK berjalan baik hingga akhirnya lembaga penegak hukum yang pernah sangat dikagumi itu pun memilih ketua dan wakil ketua baru. Terpilihlah Hamdan Zoelva sebagai ketua dan Arief Hidayat sebagai wakil ketua periode 2013–2016. Tugas amat berat ada di pundak Hamdan sebagai pemimpin MK yang sedang terpuruk.
Memulihkan kepercayaan dan reputasi bukan persoalan mudah. Tiga tahun masa kepemimpinan bukanlah waktu yang lama. Teramat singkat untuk mengemban misi besar memulihkan citra MK. Kekecewaan publik yang begitu dalam kepada MK pasca kasus Akil sangat dimaklumi. Ini karena harapan masyarakat kepada MK juga sangat besar di tengah merosotnya kepercayaan kepada institusi penegak hukum lain. Apalagi, Pemilu 2014 sudah di depan mata. Posisi MK menjadi sangat strategis sebagai wasit terakhir pesta demokrasi. Dari perspektif ini wajar jika muncul analisa MK akan menjadi rebutan banyak pihak yang berkepentingan dalam pemilu.
Gonjang-ganjing di MK bisa menjadi peluang untuk memengaruhi urusan internal di dalamnya. Ini salah satu konsekuensi pahit yang harus dihadapi MK yang sebenarnya juga pahit untuk demokrasi dan penegakan hukum itu sendiri. Hamdan dan tujuh hakim konstitusi lainnya harus kerja keras tanpa cacat sedikit pun untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik itu. Dan, itu pun bukan perkara mudah. MK harus menjawab semua kritik yang ditujukan kepada mereka. Penegakan pengawasan internal harus lebih kuat dan lebih cepat untuk mencegah kasus seperti Akil.
Pelibatan langsung masyarakat dan media massa menjadi sangat penting. MK yang selama ini sudah cukup terbuka harus lebih terbuka lagi. Terutama dalam proses penetapan hakim dalam sidang-sidang perkara pilkada maupun uji materi undang-undang. Perilaku para hakim konstitusi harus benar-benar dipantau dan dilaporkan secara berkala dengan melibatkan media massa. Ruang-ruang sempit praktik-praktik haram harus ditutup rapat-rapat, dikunci dan disegel untuk selamalamanya.
Kritik dan kecaman keras kepada MK adalah bukti besarnya harapan publik kepada lembaga ini. Mendesak semua hakim mundur adalah bentuk tekanan yang akan berakibat serius dalam penegakan hukum. Masyarakat masih menginginkan MK yang bersih, kuat, berwibawa, dan bebas korupsi untuk mengawal demokrasi kita. Ada setitik harapan di pundak Hamdan Zoelva dan tujuh hakim lainnya. Tinggal bagaimana mereka bisa mengemban amanah yang sangat berharga itu untuk memulihkan reputasi MK.
(nfl)