Investasi swasta

Selasa, 29 Oktober 2013 - 11:43 WIB
Investasi swasta
Investasi swasta
A A A
TANPA perdebatan berarti Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang ditandai dengan pengetukan palu oleh Wakil Ketua DPR RI Sohibul Iman.

Sebelum palu diketuk akhir pekan lalu pimpinan sidang masih menawarkan tanggapan, namun anggota sidang serempak menjawab setuju. Dengan demikian, APBN 2014 sebesar Rp1.824 triliun kembali memecahkan rekor terbesar sepanjang sejarah negeri ini, meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.249 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp592 triliun.

Ke mana saja anggaran jumbo tersebut dialokasikan? Dari sebesar Rp1.249 triliun “jatah” pemerintah pusat masing-masing disalurkan untuk belanja pegawai sebesar Rp263 triliun, belanja barang sekitar Rp201 triliun, dan belanja modal sebesar Rp205 triliun, belanja hibah Rp3 triliun, bantuan sosial menyerap Rp55 triliun, dan belanja lain-lain mencapai Rp36 triliun.

Adapun anggaran subsidi energi sebesar Rp282 triliun dan subsidi nonenergi sekitar Rp51 triliun. Untuk pembayaran utang dialokasikan sebesar Rp121 triliun. Sementara dana yang ditransfer ke daerah meliputi dana perimbangan sebesar Rp487 triliun serta dana otonomi khusus dan penyesuaian sekitar Rp104 triliun. Untuk besaran defisit disepakati sekitar 1,69% terhadap PDB atau sebesar Rp175 triliun.

Sayangnya, anggaran yang superjumbo itu sebagian besar tersedot untuk alokasi pelunasan utang dan biaya subsidi yang mencapai Rp454 triliun atau dua kali lipat lebih dari belanja modal. Sebagai konsekuensinya, pemerintah sangat membutuhkan tambahan dari investasi swasta—baik swasta domestik maupun swasta asing––guna menggerakkan roda pembangunan lebih cepat lagi. Melihat kenyataan tersebut, tahun depan pemerintah sepertinya perlu segera mengantisipasi melemahnya investasi swasta.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, para investor cenderung berhati-hati menanamkan modal menjelang pemilihan umum presiden. Kita percaya, Kementerian Keuangan tentu sudah memiliki instrumen mengatasi pelemahan arus investasi tersebut. Namun, bila melihat kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sepanjang tahun ini, sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan partisipasi dari investasi swasta.

Target realisasi investasi terus bertumbuh meninggalkan target yang dipatok pemerintah. Data terbaru dari BKPM mengungkapkan realisasi investasi pada kuartal ketiga tahun ini mencapai Rp100,5 triliun. Angka tersebut menyalip target yang dipatok sekitar Rp90 triliun. Ini menunjukkan bahwa realisasi investasi tersebut mengalami kenaikan sekitar 22,9% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp81,8 triliun.

Secara kumulatif, menurut Kepala BKPM Mahendra Siregar, realisasi investasi dari Januari hingga September 2013 sudah mencapai Rp293,3 triliun. Sementara pada kegiatan Trade Expo Indonesia (TEI) Ke-28 melalui Trade and Investment Forum (Forum Dagang dan Investasi) yang digelar BKPM belum lama ini sejumlah investor asing dari sekitar 10 negara telah menyatakan komitmen menanamkan modal di Indonesia senilai USD1,06 miliar.

Yang menarik dalam forum dagang dan investasi tersebut perhatian investor tidak hanya terbatas pada sektor sumber daya alam, tetapi juga sudah melirik sektor lain seperti restoran, ritel, dan jasa. Tahun ini pemerintah mematok target investasi sebesar Rp390 triliun dan sebesar Rp506 triliun tahun depan.

Kalau pemerintah lebih serius membenahi berbagai hambatan investasi selama ini, hasil angka investasi yang dipatok tahun ini pasti akan lebih besar. Bayangkan dalam kondisi perekonomian global yang tidak kondusif, arus investasi tetap mengalir ke Indonesia.

Sayangnya, berbagai hambatan yang selama ini dikeluhkan investor masih saja terjadi misalnya birokrasi yang ruwet dan kepastian hukum semakin lemah masih menjadi sajian yang menjijikkan. Dalam kondisi tak bersahabat saja investor masih melirik Indonesia.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5754 seconds (0.1#10.140)