DPR ikut andil terkait munculnya kasus di MK
A
A
A
Sindonews.com - Munculnya kasus dugaan suap yang menimpa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, tak hanya pihak Akil saja yang ikut andil dalam terciptanya kasus tersebut.
"Kasus Akil, DPR turut andil karena menugaskan MK menangani sengketa pilkada (pemilihan kepala daerah). Itu bukan tugas MK karena pilkada bukan pemilu (pemilihan umum)," kata pengamat politik dari Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto kepada Sindonews, Selasa (8/10/2013).
Menurutnya, hal itu tertuang dalam kewenangan menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh MK didasari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 24C pasal (1) yang berbunyi antara lain, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Menurutnya, lantaran pilkada mengacu pada UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pada Pasal 1 ayat (4). Sayangnya, pilkada yang berlangsung di sejumlah daerah dan kabupaten selama ini bukanlah pemilu yang dimaksudkan dalam undang-undang.
"UUD 45 Pasal 24C jelas menyebutkan empat tugas MK. Satu di antaranya adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. UUD 45 Bab VIIB tentang pemilu psl 22E hrp(2) ditegaskan, pemilu diselenggarakan untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD," ungkapnya.
Karena itu dia menegaskan, sudah sangat jelas tidak ada satu kata atau istilah pada UUD 45 yang menyebutkan pilkada adalah pemilu.
"Karenanya sengketa pilkada bukan tugas MK. Pelimpahan penanganan sengketa pilkada dari MA ke MK adalah rekayasa politik oleh DPR dengan cara menafsirkan pilkada adalah rezim pemilu," ucapnya.
"Inilah asal mula hancurnya MK yang merupakan benteng terakhir penegakan hukum di negeri ini yang keputusannya bersifat final dan mengikat," imbuhnya.
Baca juga berita terkait, Majelis Kehormatan Konstitusi akan undang KPK.
"Kasus Akil, DPR turut andil karena menugaskan MK menangani sengketa pilkada (pemilihan kepala daerah). Itu bukan tugas MK karena pilkada bukan pemilu (pemilihan umum)," kata pengamat politik dari Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto kepada Sindonews, Selasa (8/10/2013).
Menurutnya, hal itu tertuang dalam kewenangan menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh MK didasari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 24C pasal (1) yang berbunyi antara lain, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Menurutnya, lantaran pilkada mengacu pada UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pada Pasal 1 ayat (4). Sayangnya, pilkada yang berlangsung di sejumlah daerah dan kabupaten selama ini bukanlah pemilu yang dimaksudkan dalam undang-undang.
"UUD 45 Pasal 24C jelas menyebutkan empat tugas MK. Satu di antaranya adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. UUD 45 Bab VIIB tentang pemilu psl 22E hrp(2) ditegaskan, pemilu diselenggarakan untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD," ungkapnya.
Karena itu dia menegaskan, sudah sangat jelas tidak ada satu kata atau istilah pada UUD 45 yang menyebutkan pilkada adalah pemilu.
"Karenanya sengketa pilkada bukan tugas MK. Pelimpahan penanganan sengketa pilkada dari MA ke MK adalah rekayasa politik oleh DPR dengan cara menafsirkan pilkada adalah rezim pemilu," ucapnya.
"Inilah asal mula hancurnya MK yang merupakan benteng terakhir penegakan hukum di negeri ini yang keputusannya bersifat final dan mengikat," imbuhnya.
Baca juga berita terkait, Majelis Kehormatan Konstitusi akan undang KPK.
(maf)