Djoko Suyanto: Perpu MK konstitusional
A
A
A
Sindonews.com - Menkopolhukam Djoko Suyanto menegaskan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah konstitusional dan sudah sesuai dengan aturan perundangan dan lewat pemikiran yang matang.
Hal itu disampaikan Menteri Polhukam Djoko Suyanto menanggapi pernyataan mantan Ketua MK Jimly Assidiqi yang menilai terbitnya Perpu MK sebagai produk inkonstitusional.
Menurut Djoko, terbitnya PP Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk menyelamatkan MK sudah konstitusional dengan mengacu pada dua ketentuan, pertama pasal 22 UU Nomor Tahun 1940 tentang penetapan Perpu.
Dalam pasal 22 ayat 1 disebutkan, dalam hal keadaan yang memaksa presiden berhak menetapkan PP Pengganti Undang-Undang. Sedangkan ayat 2, Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR, jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu harus dicabut.
Jika mendapat persetujuan DPR maka Perpu selanjutnya dijadikan UU. “Pernyataan Jimly adalah tidak benar, justru Perpu merupkan hak dan kewenangan presdien yang diatur secara konstitusional oleh UU,” tukas Djoko saat jumpa pers di Nusa Dua, Minggu (6/10/2013).
Djoko juga menepis pendapat Jimly seolah Perpu lahir dalam suasana ketegasaan yang tidak memikirkan kepentingan yang lebih jauh dan panjang.
“Pertemuan Presiden SBY kemarin dengan para pimpinan lembaga negara, semua memiliki keprihatinan, kekecewaan dan kepedihan yang sama atas tertangkapnnya ketua MK oleh KPK,” imbuh Djoko.
Dalam pertemuan itu kemudian terjadi diskusi panjang, mendalam adu visi dengan semua pimpinan lembaga negara yang memiliki keprihatinan sama untuk bagaimana menyelamatkan MK.
Presiden SBY, lanjut Djoko, menekankan arti penting check and balance semua lembaga negara yang harus ada.
“Harus ada check balance dan sistem pengawasan terhadap semua lembaga negara termasuk presiden, harus ada pengawasan dan tidak boleh ada tanpa pengawasan” tegasnya lagi.
Apa yang diputuskan presiden juga, katanya, sejalan dengan pandangan mantan Menkum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Mantan Ketua MK Mahfud MD.
Hal itu disampaikan Menteri Polhukam Djoko Suyanto menanggapi pernyataan mantan Ketua MK Jimly Assidiqi yang menilai terbitnya Perpu MK sebagai produk inkonstitusional.
Menurut Djoko, terbitnya PP Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk menyelamatkan MK sudah konstitusional dengan mengacu pada dua ketentuan, pertama pasal 22 UU Nomor Tahun 1940 tentang penetapan Perpu.
Dalam pasal 22 ayat 1 disebutkan, dalam hal keadaan yang memaksa presiden berhak menetapkan PP Pengganti Undang-Undang. Sedangkan ayat 2, Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR, jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu harus dicabut.
Jika mendapat persetujuan DPR maka Perpu selanjutnya dijadikan UU. “Pernyataan Jimly adalah tidak benar, justru Perpu merupkan hak dan kewenangan presdien yang diatur secara konstitusional oleh UU,” tukas Djoko saat jumpa pers di Nusa Dua, Minggu (6/10/2013).
Djoko juga menepis pendapat Jimly seolah Perpu lahir dalam suasana ketegasaan yang tidak memikirkan kepentingan yang lebih jauh dan panjang.
“Pertemuan Presiden SBY kemarin dengan para pimpinan lembaga negara, semua memiliki keprihatinan, kekecewaan dan kepedihan yang sama atas tertangkapnnya ketua MK oleh KPK,” imbuh Djoko.
Dalam pertemuan itu kemudian terjadi diskusi panjang, mendalam adu visi dengan semua pimpinan lembaga negara yang memiliki keprihatinan sama untuk bagaimana menyelamatkan MK.
Presiden SBY, lanjut Djoko, menekankan arti penting check and balance semua lembaga negara yang harus ada.
“Harus ada check balance dan sistem pengawasan terhadap semua lembaga negara termasuk presiden, harus ada pengawasan dan tidak boleh ada tanpa pengawasan” tegasnya lagi.
Apa yang diputuskan presiden juga, katanya, sejalan dengan pandangan mantan Menkum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Mantan Ketua MK Mahfud MD.
(rsa)