2006, Akil pernah tersangkut korupsi APBD Kabupaten Sintang
A
A
A
Sindonews.com - Akil Mochtar yang saat ini menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata bukan kali ini saja pernah tersangkut dugaan suap. Pada 2006 silam, saat masih berstatus anggota DPR di Komisi III DPR, Akil pernah diduga menerima suap sekira Rp680 juta.
Penelusuran yang dilakukan oleh Sindonews, suap itu diduga menjadi bagian dari penyimpangan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2004 Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sebesar Rp4,8 miliar.
Penyimpangan dana tersebut disebutkan digunakan untuk pemekaran daerah Kabupaten Malawi dari Kabupaten induk, Sintang. KPK pernah menindaklanjuti dugaan suap tersebut.
Kasus bermula dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil investigasi tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan dana bantuan penunjang otonomi daerah Rp4,85 miliar yang diterima anggota DPRD, termasuk untuk Akil. Namun saat itu Akil membantahnya.
Dalam penjelasannya, Akil mengatakan, dana tersebut merupakan dana operasional lapangan yang digunakan untuk kegiatan peninjauan lapangan terkait pemekaran daerah. Menurutnya, dana untuk kegiatan pemekaran di daerah memang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat. Selain itu pemakaian dana tersebut bukan atas nama pribadi.
Ikuti berita mengenai sikap Hakim MK pasca ditangkapnya Akil Mochtar.
Penelusuran yang dilakukan oleh Sindonews, suap itu diduga menjadi bagian dari penyimpangan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2004 Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sebesar Rp4,8 miliar.
Penyimpangan dana tersebut disebutkan digunakan untuk pemekaran daerah Kabupaten Malawi dari Kabupaten induk, Sintang. KPK pernah menindaklanjuti dugaan suap tersebut.
Kasus bermula dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil investigasi tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan dana bantuan penunjang otonomi daerah Rp4,85 miliar yang diterima anggota DPRD, termasuk untuk Akil. Namun saat itu Akil membantahnya.
Dalam penjelasannya, Akil mengatakan, dana tersebut merupakan dana operasional lapangan yang digunakan untuk kegiatan peninjauan lapangan terkait pemekaran daerah. Menurutnya, dana untuk kegiatan pemekaran di daerah memang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat. Selain itu pemakaian dana tersebut bukan atas nama pribadi.
Ikuti berita mengenai sikap Hakim MK pasca ditangkapnya Akil Mochtar.
(lal)