Politikus ramai-ramai bela Wilfrida

Minggu, 29 September 2013 - 15:25 WIB
Politikus ramai-ramai bela Wilfrida
Politikus ramai-ramai bela Wilfrida
A A A
Sindonews.com - Politikus beramai-ramai terbang ke Malaysia untuk memberikan pembelaannya terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) Wilfrida Soik (17). Kasus dakwaan hukuman mati yang menimpa gadis remaja Indonesia di Malaysia menjadi kesempatan bagi politikus menjadi 'pahlawan'.

Mereka yang telah berada di Malaysia antara lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan kini akan menyusul Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat.

Jumhur Hidayat hari ini bertolak ke Malaysia guna menghadiri persidangan lanjutan bagi Wilfrida Soik, TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) asal Desa Paturika, Raimanuk, Belu, Nusa Tenggara Timur, yang terancam hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Kota Bharu, Kelantan, Malaysia.

Jumhur mengatakan, sidang lanjutan itu akan digelar pada Senin, 30 September 2013, dengan agenda putusan sela untuk menerima ataupun menolak dakwaan penuntut. Jumhur menjelaskan, sejak munculnya kasus Wilfrida, pemerintah melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur memberi perhatian khusus berikut menyiapkan tim pengacara setempat dari Kantor Raftfizi & Rao.

"Jadi, setelah Wilfrida ditangkap aparat kepolisian akibat kasus pembunuhan keluarga majikan pada 7 Desember 2010, tak berapa lama yaitu 20 Desember 2010, KBRI sudah menunjuk pengacara untuk mendampinginya di pengadilan," ungkap Jumhur di gedung BNP2TKI, sesaat sebelum meninggalkan tanah air menuju Malaysia.

Sementara itu, dalam persidangan pada 26 Agustus 2013, Wilfrida dituntut hukuman mati terkait pembunuhan berencana terhadap Yeap Seok Pen (60), yang merupakan orangtua perempuan dari majikannya. Wilfrifa dituntut atas kesalahan membunuh berdasarkan pasal 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman mati (mandatory).

Jumhur mengatakan, otoritas pengadilan Malaysia harus membebaskan Wilfrida karena ancaman hukuman mati tidak sepatutnya terjadi.

Apalagi, tambahnya, Wilfrida telah mengalami tekanan batin selama menjalankan pekerjaannya di rumah majikan. Wilfrida pun terindikasi menjadi korban perdagangan orang yang melibatkan agensi perekrut TKI di Malaysia.

"Karenanya, tuntutan hukuman mati semata-mata mengancam keberadaan Wilfrida yang hidup dalam penderitaan sekaligus tereksploitasi di Malaysia, sehingga sangat mungkin berbuat di luar kewajaran," ujarnya.

Jumhur menyebutkan, Wilfrida membunuh dengan pisau dapur akibat sering dimarahi atau pemukulan yang kerap membuatnya kesal serta akhirnya menjadi tidak terkontrol.

Namun sebelumnya, Wilfrida lebih dulu melawan korban dengan mendorongnya sampai terjatuh, untuk kemudian terjadi peristiwa pembunuhan itu.

Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan pada 26 November 2010, melalui jasa perorangan (sponsor), Denny, seorang warga Kupang, Nusa Tenggara Timur. Walfrida diterbangkan ke Jakarta, dan setibanya di Malaysia diterima oleh agen perekrut TKI Kelantan, AP Master SDN. BHD.

Pihak agensi menyalurkan Wilfrida pada keluarga Yeoh Meng Tatt Albert dan bekerja mulai 28 Oktober sampai 24 November 2010. Karena tak nyaman, Yeoh Meng Tatt mengembalikan Wilfrida ke AP Master SDN. BHD.

Setelah itu, 26 November 2010, Wilfrida bekerja di keluarga Lee Lai Wing yang memiliki orangtua lanjut usia bernama Yeap Seok Pen, dan beralamat di Lot 1725, Lubuk Tengah 17000, Pasir Mas, Kelantan.

Pada 7 Desember 2010, petugas polisi Malaysia, Inspektur Raja Munawwir menangkap Wilfrida akibat membunuh Yeap Seok Pen. Sejak penangkapannya itu, Wilfrida hingga kini mengalami penahanan di Penjara Pengkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan.

Baca juga berita Ini alasan Prabowo bantu Wilfrida.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7885 seconds (0.1#10.140)