Laju kencang mobil murah

Kamis, 26 September 2013 - 07:20 WIB
Laju kencang mobil murah
Laju kencang mobil murah
A A A
ANIMO masyarakat untuk memiliki low cost green car (LCGC) atau lebih dikenal dengan mobil murah, tidak bisa dibendung lagi. Setidaknya tecermin dari arena Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013 yang dibuka Wakil Presiden Boediono di Jakarta pekan lalu.

Tiga produsen mobil yang sudah memproklamirkan diri menjual mobil murah panen besar, meski konsumen harus bersabar selama tiga bulan untuk mendapatkan mobil impiannya. Di tengah hiruk-pikuk sambutan masyarakat tersebut, pro-kontra terhadap kebijakan program mobil murah tersebut semakin kencang.

Persoalannya, menyetop laju program mobil murah yang sempat tersendat selama setahun hal yang mustahil. Tak bisa dimungkiri kelahiran LCGC tak lepas dari semangat prokontra terutama berkaitan kemacetan dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun, dua alasan krusial (kemacetan dan konsumsi BBM bersubsidi) yang menjadi senjata pamungkas bagi pihak yang kontra dengan program tersebut, tidak bisa mencegah pemerintah pusat untuk mengizinkan kelahiran mobil murah itu.

Dasar kebijakan LCGC merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, berupa kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah. Kementerian Perindustrian mengakui program kebijakan mobil murah memang rawan diperdebatkan, karena itu beberapa alasan disiapkan untuk menjawab bagi pihak yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut, di antaranya mobil murah ramah lingkungan dan irit bahan bakar, penggunaan komponen dengan dominasi produksi dalam negeri, mendatangkan investasi dan menyikapi persaingan era pasar bebas.

Dua alasan terakhir tersebut sulit terbantahkan bahwa begitu penting menyikapi secara positif kebijakan mobil murah. Kementerian Perindustrian menyatakan lewat program LCGC melahirkan komitmen investasi sebesar USD3 miliar dari industri automotif dan USD3,5 miliar yang disumbangkan industri komponen automotif baru. Masuknya investasi tersebut berkorelasi langsung terhadap tenaga kerja yang terampil dalam bidang teknik automotif, manajemen produksi hingga jasa distribusi.

Dampak lanjutannya adalah tumbuhnya aktivitas ekonomi di daerah berkaitan dengan jasa perbengkelan dan bisnis komponen automotif yang ujungnya bisa meningkatkan pendapatan daerah melalui penarikan pajak. Alasan lainnya, bagaimana menyikapi persaingan zaman perdagangan bebas (free trade area/FTA) terutama menyambut diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015.

Saat FTA sesama negara ASEAN terwujud, Indonesia bakal menjadi pasar empuk bagi produk negara ASEAN lainnya, tak terkecuali mobil murah yang juga sudah diproduksi oleh Thailand. Siapa yang bisa menghalangi produksi mobil murah menyerbu pasar Indonesia? Kalau itu terjadi pada akhirnya negeri ini tetap akan kebanjiran mobil murah. Dalam kondisi tanpa FTA, Indonesia sudah menjadi pasar empuk.

Sebaliknya, Indonesia memanfaatkan peluang tersebut agar menjadi basis produksi mobil murah untuk di ekspor selain memenuhi kebutuhan pasar domestik yang sangat potensial. Memang harus diakui bahwa di balik program mobil murah, terpendam masalah yang bernama kemacetan. Karena itu, ketika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menyatakan ketidaksetujuan terhadap mobil murah tidak bisa disalahkan, sebab kemacetan Jakarta yang sulit diurai selama ini bakal ketiban mobil murah yang terancam membanjiri jalanan di Ibu Kota.

Tetapi rasanya terlalu naif kalau atas nama kemacetan di Jakarta lantas program nasional itu harus dihentikan, bukankah pendistribusian mobil murah selain untuk ekspor juga untuk seluruh kota-kota di seluruh nusantara. Yang disayangkan, kebijakan program mobil murah itu tidak dibarengi kebijakan seputar infrastruktur jalan, terutama untuk kota-kota besar yang setiap hari didera macet.

Ini menunjukkan bahwa kebijakan di negeri ini masih parsial belum dilakukan secara menyeluruh. Seandainya pemerintah pusat mengguyur dana infrastruktur untuk jalan dan transportasi umum yang memadai, pasti Jokowi yang paham soal bisnis dan investasi ikut mendukung program nasional itu.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6757 seconds (0.1#10.140)