Tolak Foke, Nurhayati cibir Aliansi Peduli KBRI Jerman
A
A
A
Sindonews.com - Penolakan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) menjadi duta besar (Dubes) RI untuk Jerman dari kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) ditanggapi sinis oleh Anggota Komisi I DPR RI, Nurhayati Ali Assegaf.
Nurhayati yang merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini pun mempertanyakan alasan Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) menolak Fauzi Bowo sebagai Dubes RI untuk Jerman tersebut.
"Kalau misalnya ada penolakan, alasannya apa. Harus ada alasan yang jelas," ujar Nurhayati di Kantor DPP Partai Demokrat, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2013).
Dirinya pun mempertanyakan peran Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) untuk negara Indonesia. "Apa yang sudah mereka lakukan kepada negara ini. Itu yang harus dipertanyakan," katanya.
Karena itu, dia mengimbau kepada Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) untuk banyak belajar. "Saya kira, belajarlah dengan benar. Sehingga nanti bisa menyumbangkan pikiran-pikirannya kepada negara. Tunjukkan patriotisme kalian, nasionalisme kalian, sebagai mahasiswa Indonesia yang berada di Jerman," ucapnya.
Menurut Nurhayati, penolakan tersebut adalah hal yang biasa. Menurutnya hal ini bukan pertama kali terjadi, sebab dalam kunjungan Komisi I sebelumnya juga mendapat penolakan yang sama.
"Bukan hanya Pak Fauzi Bowo yang ditolak. Komisi I pun seringkali ditolak mereka saat melakukan kunjungan tanpa alasan. Penolakan ini saya kira hal yang biasa. Selalu mereka tolak," pungkasnya.
Seperti diketahui, kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) menolak pencalonan Foke menjadi Dubes Jerman karena sejumlah pertimbangan.
Berikut adalah enam butir yang menjadi dasar penolakan Foke untuk duduk di kursi dubes RI untuk Jerman, sebagaimana dikutip dari www.change.org.
1. Kampanye hitam bermuatan SARA pernah dilancarkan oleh pihak Fauzi Bowo pada masa Pemilihan Gubernur DKI 2012. Kami menganggap tidak pantas memilih tokoh yang tidak menjunjung nilai-nilai multikultural dan pluralisme untuk menjadi kepala perwakilan negara Indonesia yang merupakan bangsa yang majemuk.
2. Fauzi Bowo tidak memiliki kontribusi dan track record nyata dalam hal hubungan diplomasi Jakarta-Berlin yang membuatnya layak menjadi kepala perwakilan Indonesia di negara yang merupakan pemain penting dalam percaturan politik Eropa dan internasional.
3. Tidak ada prestasi nyata dalam pembangunan Kota Jakarta selama ia menjabat sebagai gubernur, khususnya dalam perbaikan infrastruktur kota dan pengatasan masalah kemacetan sebagaimana digadang-gadang dalam slogan "Serahkan pada ahlinya". Sebagai gubernur dengan predikat lulusan universitas Jerman dalam bidang perencanaan kota, Fauzi Bowo telah gagal mengaplikasikan ilmunya. Sebaliknya, selama masa kepemimpinannya, justru kondisi tata ruang Kota dan sistem transportasi Jakarta semakin semrawut.
4. Sebagai tokoh yang sudah kehilangan kepercayaan di kota yang pernah dipimpinnya, adalah ironis kalau Pemerintah Indonesia justru memberikan jabatan yang lebih tinggi dengan menempatkan yang besangkutan sebagai kepala perwakilan Indonesia di sebuah negara penting Eropa.
5. Selama kepemimpinan Fauzi Bowo, fenomena intoleransi dan premanisme semakin berkembang dengan maraknya aksi kekerasan oleh ormas-ormas terhadap kelompok minoritas tanpa ada aksi pencegahan nyata dari Fauzi Bowo dan perangkatnya sebagai pengayom Jakarta.
6. Sebagai pemimpin, Fauzi Bowo sering kali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang mencederai rasa keadilan orang banyak, seperti, rok mini sebagai pemicu aksi pemerkosaan, mengasosiasikan banjir hanya sebagai genangan air, menuduh pengguna sepeda motor sebagai biang kemacetan di Jakarta, dan sebagainya.
Kami Aliansi Masyarakat Peduli KBRI Jerman menuntut pemerintah agar mempertimbangkan kembali pencolanan Fauzi Bowo sebagai duta besar RI untuk Republik Federal Jerman demi peningkatan kualitas hubungan diplomatik kedua negara.
Nurhayati yang merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini pun mempertanyakan alasan Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) menolak Fauzi Bowo sebagai Dubes RI untuk Jerman tersebut.
"Kalau misalnya ada penolakan, alasannya apa. Harus ada alasan yang jelas," ujar Nurhayati di Kantor DPP Partai Demokrat, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2013).
Dirinya pun mempertanyakan peran Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) untuk negara Indonesia. "Apa yang sudah mereka lakukan kepada negara ini. Itu yang harus dipertanyakan," katanya.
Karena itu, dia mengimbau kepada Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) untuk banyak belajar. "Saya kira, belajarlah dengan benar. Sehingga nanti bisa menyumbangkan pikiran-pikirannya kepada negara. Tunjukkan patriotisme kalian, nasionalisme kalian, sebagai mahasiswa Indonesia yang berada di Jerman," ucapnya.
Menurut Nurhayati, penolakan tersebut adalah hal yang biasa. Menurutnya hal ini bukan pertama kali terjadi, sebab dalam kunjungan Komisi I sebelumnya juga mendapat penolakan yang sama.
"Bukan hanya Pak Fauzi Bowo yang ditolak. Komisi I pun seringkali ditolak mereka saat melakukan kunjungan tanpa alasan. Penolakan ini saya kira hal yang biasa. Selalu mereka tolak," pungkasnya.
Seperti diketahui, kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Peduli KBRI Jerman (Berlin) menolak pencalonan Foke menjadi Dubes Jerman karena sejumlah pertimbangan.
Berikut adalah enam butir yang menjadi dasar penolakan Foke untuk duduk di kursi dubes RI untuk Jerman, sebagaimana dikutip dari www.change.org.
1. Kampanye hitam bermuatan SARA pernah dilancarkan oleh pihak Fauzi Bowo pada masa Pemilihan Gubernur DKI 2012. Kami menganggap tidak pantas memilih tokoh yang tidak menjunjung nilai-nilai multikultural dan pluralisme untuk menjadi kepala perwakilan negara Indonesia yang merupakan bangsa yang majemuk.
2. Fauzi Bowo tidak memiliki kontribusi dan track record nyata dalam hal hubungan diplomasi Jakarta-Berlin yang membuatnya layak menjadi kepala perwakilan Indonesia di negara yang merupakan pemain penting dalam percaturan politik Eropa dan internasional.
3. Tidak ada prestasi nyata dalam pembangunan Kota Jakarta selama ia menjabat sebagai gubernur, khususnya dalam perbaikan infrastruktur kota dan pengatasan masalah kemacetan sebagaimana digadang-gadang dalam slogan "Serahkan pada ahlinya". Sebagai gubernur dengan predikat lulusan universitas Jerman dalam bidang perencanaan kota, Fauzi Bowo telah gagal mengaplikasikan ilmunya. Sebaliknya, selama masa kepemimpinannya, justru kondisi tata ruang Kota dan sistem transportasi Jakarta semakin semrawut.
4. Sebagai tokoh yang sudah kehilangan kepercayaan di kota yang pernah dipimpinnya, adalah ironis kalau Pemerintah Indonesia justru memberikan jabatan yang lebih tinggi dengan menempatkan yang besangkutan sebagai kepala perwakilan Indonesia di sebuah negara penting Eropa.
5. Selama kepemimpinan Fauzi Bowo, fenomena intoleransi dan premanisme semakin berkembang dengan maraknya aksi kekerasan oleh ormas-ormas terhadap kelompok minoritas tanpa ada aksi pencegahan nyata dari Fauzi Bowo dan perangkatnya sebagai pengayom Jakarta.
6. Sebagai pemimpin, Fauzi Bowo sering kali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang mencederai rasa keadilan orang banyak, seperti, rok mini sebagai pemicu aksi pemerkosaan, mengasosiasikan banjir hanya sebagai genangan air, menuduh pengguna sepeda motor sebagai biang kemacetan di Jakarta, dan sebagainya.
Kami Aliansi Masyarakat Peduli KBRI Jerman menuntut pemerintah agar mempertimbangkan kembali pencolanan Fauzi Bowo sebagai duta besar RI untuk Republik Federal Jerman demi peningkatan kualitas hubungan diplomatik kedua negara.
(kri)