Pabrik narkoba dalam penjara. Oh!

Rabu, 14 Agustus 2013 - 08:01 WIB
Pabrik narkoba dalam...
Pabrik narkoba dalam penjara. Oh!
A A A
SEBAIKNYA jangan mudah heran. Selain itu, juga jangan mudah bosan. Kabar ditemukan pabrik narkoba dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika, kelas II A, Cipinang , Jakarta, memang mengherankan akal sehat.

Sama juga mendengar pengadaan kitab suci Alquran dikorup, Vihara dipasangi bom, nasib guru makin memilukan. Dan jangan bosan, karena kemungkinan kabar jenis hancur-hancuran seperti ini bakal berulang. Cipinang, memang gemilang dijadikan contoh berbagai jenis pelanggaran. Yang penting bagaimana memperbaiki secara mendasar, tanpa melempar kesalahan pada satu pihak. Karena saling menyalahkan tidak menyelesaikan persoalan, di samping hanya menambah heran, dan akhirnya bosan.

Anatomi Penjara

Saya pernah menuliskan di harian ini bahwa sebenarnya nasib para napi dan para sipir itu sama. Tak bisa membenarkan satu pihak, dan menyalahkan pihak lain. Ini alasan saya mengkritisi Wakil Menteri Hukum & HAM menyerukan diakhirinya pungli—juga narkoba dan telepon genggam.

Memutus mata rantai pungli begitu saja tak akan membuahkan hasil. Kalau kesejahteraan sipir tak diubah atau ditambah. Saat ini, kalau semua peraturan dijalankan sesuai buku petunjuk, yang terjadi justru unjuk rasa para sipir dan napi sekaligus. Dan atau seluruh sistem tak berjalan. Untuk memberi gambaran garis komando di dalam penjara, dan dengan demikian bisa mengambil tindakan, dalam struktur kerja sudah jelas. Selain Kalapas, atau Karutan, kelas I, atau II, pusat maupun daerah, di bawahnya ada Kepala Keamanan dan Kepala Administrasi.

Ketiga pejabat inilah yang bertanggung jawab dan mengetahui segala hal yang terjadi di penjara. Bagian Keamanan membawahi beberapa kepala keamanan di lapangan—biasanya dengan tali kuning di pundak, dan wakilnya—dengan tali biru. Mereka ini membawahi sipir yang bertanggung jawab atas keamanan pada masing-masing blok. Sipir penanggung jawab blok, juga memiliki anak buah, dan dibantu tenaga pendamping, tamping, yang adalah napi yang selama ini berkelakuan baik, atau juga pemuka, voorjman, yang bisa mendapatkan tambahan remisi sepertiga dari jumlah remisi yang diterima.

Artinya kalau ada kegiatan di tempat bimbingan kerja—tempat mempekerjakan napi yang berkelakuan baik termasuk menyemir sepatu para sipir atau mencuci motor, mereka inilah yang tak bisa mengatakan tidak tahu apa yang terjadi. Dengan demikian wilayah yang diperiksa menjadi lebih sempit.

Demikian juga kalau dalam satu blok diubah menjadi mewah, atau ruang tertentu menjadi bilik asmara, semua jelas siapa penanggung jawab rubrik–andai dicarikan padanannya di dunia wartawan, seberapa jauh dia mengedit.

Anatomi Pelanggaran

Dalam ingar bingar pelanggaran di lapas, sering terjadi bias jenis pelanggaran, setidaknya dalam pemberitaan. Kasus bilik asmara–nama yang lebih menonjolkan unsur esek-esek, dibandingkan unsur kunjungan keluarga, merampok lebih banyak perhatian dibanding pesta nyabu. Dua-duanya merupakan pelanggaran, namun konsekuensinya, akibatnya, dampaknya, jauh berbeda.

Napi berobat di luar penjara berbeda jauh dengan yang kemudian kabur. Napi yang sengaja memakai celana di bagian saku bolong agar terjadi ”kerajinan tangan” dengan pasangannya yang berkunjung, beda sanksinya dengan napi yang memerkosa sesama jenis. Napi yang meminta tolong sipir membeli nasi padang– karena jatah cadonganikanasinsepanjang masa, itu pun selalu ekor atau kepala– berbeda dengan yang melenggang keluar apa pun alasannya, atau yang menyelundupkan narkoba atau alat pembuatan butir-butir neraka.

Bahkan untuk ketika jenis kasus besar, yang diistilahkan menarik perhatian masyarakat, seperti narkoba, korupsi, dan terorisme juga jauh berbeda. Dua yang pertama selalu menjadi gejolak, karena memang tersedia ”peluru” atau ”uang tanpa nomor seri”, sementara napi teroris tak memiliki amunisi, selain velgatau menjalani apa adanya, bulat seperti roda, dengan pasang badan.

Yang mempersoalkan PP 99/2012 tentang pengetatan remisi lebih diteriakkan oleh napi–dan pengacara dari kasus narkoba dan korupsi. Anatomi yang sama, bisa kita pakai sebagai pendekatan. Ketika napi mendapat keleluasaan lebih, mereka bisa menggunakan untuk bermain asmara, bisa pula untuk mengatur bisnis.

Seperti juga keleluasaan menggunakan telepon genggam bisa untuk maingame, atau mentransfer uang atau kekuasaan. Ini memerlukankemampuanmengendus– dan itu bukan sesuatu yang sulit dilakukan, yang harusnya dimiliki petugas, sehingga terbedakan jelas mana yang iseng butuh kebebasan, dengan kebutuhan mengulang berbuat lebih jahat lagi. Sesuatu yang wajar dilakukan. Pada tahun 90-an, ada napi pembuat uang palsu, yang meneruskan keahliannya.

Termasuk membuat dolar palsu, yang kecanggihannya membuat Interpol yang memeriksa gelenggeleng kepala. Demikian juga pada napi penipuan, suami artis terkenal pun di dalam masih melakukan kegiatan menipu dengan menjadi calo tenaga kerja di negeri tetangga. Saya pun juga begitu, cuma karena mampunya menulis, waktu luang yang panjang digunakan untuk menulis.

Dan sesungguhnyalah, anatomi ini pula yang mengajarkan pihak kementrian, bahwa mereka yang sekarang tertangkap atau mendapat sanksi, bukanlah mereka yang bekerja sendiri. Dan yang menggantikan, misalnya, bukannya sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi.

Tambal sulam pegawai hanya meneruskan dendam dan kekejaman yang sama, kalau tidak didasari penuntasan permasalahan sebenarnya, kalau tidak disadari sebagai upaya besar dan berat dan tak bisa sepihak. Makanya dalam mengurusi lapas, jangan pernah heran. Dan lebih penting, jangan pernah bosan.

ARSWENDO ATMOWILOTO
Budayawan
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5987 seconds (0.1#10.140)