BI waspadai kredit properti

Kamis, 18 Juli 2013 - 07:44 WIB
BI waspadai kredit properti
BI waspadai kredit properti
A A A
Pertumbuhan kredit yang tidak wajar pada sektor properti kini menjadi perhatian khusus Bank Indonesia (BI). Di balik keloyalan perbankan mengucurkan pinjaman berupa kredit kepemilikan rumah (KPR) kepada nasabah cenderung dijadikan spekulasi untuk meraih keuntungan belaka.

Total KPR yang digelontorkan perbankan mencapai Rp263 triliun hingga akhir Mei 2013. Sebanyak Rp98,3 triliun untuk membiayai rumah mewah tipe 70 m2 ke atas. Belakangan ini harga properti memang terus melonjak yang cenderung mulai tidak mencerminkan harga sesungguhnya.

Karena itu, BI khawatir pada kondisi tertentu akan berpengaruh pada kredit properti, termasuk ketakutan akan terjadi bubble (penggelembungan). Bank Dunia sebelumnya sudah mengingatkan mengenai potensi bubble ini. Namun, para pengamat dan pelaku bisnis properti serta kalangan perbankan sepertinya terusik dengan peringatan Bank Dunia tersebut.

Mereka sedang panen besar, setidaknya tercermin dari kinerja beberapa emiten properti yang mencatatkan kenaikan laba signifikan sepanjang tahun lalu. Kenaikan laba terebut mencapai sekitar 64,06% dengan total laba bersih sebesar Rp10,382 triliun, bandingkan pada 2011 dengan laba bersih hanya tercetak Rp6,328 triliun. Angka tersebut dipublikasi dari 19 laporan keuangan emiten properti dari 46 emiten properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lalu apa tindakan BI untuk menjaga agar kredit properti tidak menjadi ajang spekulasi yang bisa membawa bisnis properti pada kondisi yang tidak diharapkan? Untuk menjaga laju pertumbuhan kredit properti pada tingkat yang sehat, Gubernur BI Agus Martowardojo segera mempertajam kebijakan loan to value (LTV). Mekanismenya sangat sederhana yakni meningkatkan rasio LTV atau pembiayaan bank di luar down payment (DP).

Pemberian LTV untuk rumah pertama maksimal 70%, rumah kedua sekitar 60%, dan sebesar 50% untuk rumah berikutnya. Selain itu, perbankan juga dilarang mengeluarkan pembiayaan tambahan selain untuk KPR. Bukan rahasia lagi bahwa selama ini perbankan dengan berbagai kreativitasnya untuk membiayai sektor properti sampai menanggung DP segala.“ Terkadang ada bank yang terlalu agresif sampai uang mukanya pun dibiayai dengan cara tertentu. Itu tentu tidak sehat,” ungkap Agus Martowardojo beberapa waktu lalu.

Persoalannya, apakah kebijakan penajaman rasio LTV tersebut bisa menghambat laju aksi spekulan? Yang pasti akan berpengaruh pada aksi nasabah yang senang berspekulasi dengan dana KPR yang tergolong murah selama ini. Namun, untuk menyetop sama sekali aksi spekulasi dalam pembelian properti memang sangat sulit sebab kondisi di lapangan sangat mendukung.

Harga rumah untuk golongan menengah atas dengan nominal di atas Rp1 miliar hingga Rp3 miliar per unit memang laku keras, seiring pertumbuhan masyarakat kelas menengah baru. Mereka membeli rumah sebagai bentuk investasi. Belum lama ini BI memaparkan sebuah data yang menunjukkan tren berinvestasi di sektor properti. Terdapat sekitar 31,3 ribu orang mencicil dua rumah dengan skema KPR senilai Rp29 triliun.

Lalu, sebanyak 35,2 ribu orang mengangsur lebih dari dua rumah menggunakan KPR senilai Rp31,2 triliun. Yang lebih mencengangkan lagi, sebanyak 3.884 debitur yang mencicil tiga hingga sembilan rumah dengan skema KPR. Selain itu, sebuah hasil survei juga mengungkapkan sekitar 43% masyarakat menjadikan properti sebagai sarana investasi jika memiliki uang.

Lalu apa masalahnya masyarakat berinvestasi di sektor properti sepanjang perbankan bersiap membiayainya? Berdasarkan prediksi BI, bisnis rumah tipe 70 m2 ke atas, yang menjadi sasaran empuk berinvestasi, sudah muncul kecenderungan terjadi bubble yang ditandai dengan penawaran harga yang tidak wajar lagi.

Kondisi itu yang mulai diwaspadai bank sentral agar bisnis properti tidak membawa musibah bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sejujurnya, langkah itu sudah telat, tetapi tidak mengapa daripada tanpa tindakan sama sekali.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3561 seconds (0.1#10.140)