Masyarakat laporkan dugaan korupsi di Kerinci ke KPK
A
A
A
Sindonews.com - Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kerinci (APMK) menyerahkan dua bundel berkas laporan hasil investigasi, dan juga melampirkan hasil investigasi berikut rekaman temuan korupsi di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ada dua hal besar yang menjadi sorotan, pertama, soal kasus dugaan dana bencana alam gempa Kerinci tahun anggaran 2010 sebesar Rp 104 miliar, kedua, adalah kasus penetapan lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci di Bukit Tengah, Kecamatan Siulak," ungkap Koordinator APMK Oktafiandi Mukhlis, saat dihubungi, Senin (1/7/2013).
Oktafiandi meminta KPK untuk segera mengusut kedua kasus ini. Dia mengatakan, kedua kasus ini layak mendapat perhatian KPK karena diduga ada penyimpangan dana bencana alam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam gempa Kerinci.
Dia memaparkan, perencanaan teknis diduga syarat dengan rekayasa sehingga mengakibatkan kesalahan dalam pengalokasian dana kegiatan, pelaksanaan kegiatan tersebut tidak menggunakan Konsultan Pengawas. Selain itu, sumber pendanaan kegiatan tersebut diduga tumpang tindih dengan dana APBD Provinsi Jambi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan dana bencana alam justru lebih banyak dialihkan ke lokasi yang tak ada kaitannya dengan bencana alam, jumlahnya hampir 90 persen dari total bantuan dana bencana alam. Yang paling parah. Penggunaan dana bencana alam ini juga tidak diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Terkait kasus penentuan lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci, APMK menemukan Keputusan Bupati Kerinci menetapkan Bukit Tengah sebagai Ibu Kota baru lewat Keputusan Bupati Nomor 135.5/Kep.230/2010 tentang Penetapan Lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci di Bukit Tengah Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci, tertanggal 8 Juni 2010, adalah cacat hukum.
"Sebab dasar terbitnya keputusan tersebut hasil kajian BAPPENAS yang tidak menyebutkan: waktu, sumber dan lama pengkajian. Laporan akhir hasil kajian BAPPENAS tersebut tersebut lemah dan tidak ditandatangani secara resmi pula oleh pihak BAPPENAS.“ kata Oktafiandi.
Hasil investigasi juga menemukan, Bupati Kerinci telah merampas tanah masyarakat dan memaksa masyarakat menjual tanah dengan harga murah. Ironisnya, pada rapat pembahasan soal Pendapatan Asli Daerah pada 15 Maret 2013, yang dipimpin langsung Wakil Bupati Kerinci Moh Rahman. Terkuak bahwa SILPA Kabupaten Kerinci pada tahun anggaran tahun 2012 tersisa sebesar Rp160 miliar.
Kepala DPPKAD Erwin justru menjelaskan bahwa dana sebesar Rp160 miliar itu didepositokan di Bank Jambi cabang Kerinci, dengan bunga sebesar Rp5 miliar. "Ini dampak dari pemaksaan anggaran daerah untuk pembangunan perkantoran Bukit Tengah yang tak kunjung selesai serta tanah-tanahnya belum memiliki legitimasi," keluhnya.
"Ada dua hal besar yang menjadi sorotan, pertama, soal kasus dugaan dana bencana alam gempa Kerinci tahun anggaran 2010 sebesar Rp 104 miliar, kedua, adalah kasus penetapan lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci di Bukit Tengah, Kecamatan Siulak," ungkap Koordinator APMK Oktafiandi Mukhlis, saat dihubungi, Senin (1/7/2013).
Oktafiandi meminta KPK untuk segera mengusut kedua kasus ini. Dia mengatakan, kedua kasus ini layak mendapat perhatian KPK karena diduga ada penyimpangan dana bencana alam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam gempa Kerinci.
Dia memaparkan, perencanaan teknis diduga syarat dengan rekayasa sehingga mengakibatkan kesalahan dalam pengalokasian dana kegiatan, pelaksanaan kegiatan tersebut tidak menggunakan Konsultan Pengawas. Selain itu, sumber pendanaan kegiatan tersebut diduga tumpang tindih dengan dana APBD Provinsi Jambi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pelaksanaan dana bencana alam justru lebih banyak dialihkan ke lokasi yang tak ada kaitannya dengan bencana alam, jumlahnya hampir 90 persen dari total bantuan dana bencana alam. Yang paling parah. Penggunaan dana bencana alam ini juga tidak diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Terkait kasus penentuan lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci, APMK menemukan Keputusan Bupati Kerinci menetapkan Bukit Tengah sebagai Ibu Kota baru lewat Keputusan Bupati Nomor 135.5/Kep.230/2010 tentang Penetapan Lokasi Ibu Kota Kabupaten Kerinci di Bukit Tengah Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci, tertanggal 8 Juni 2010, adalah cacat hukum.
"Sebab dasar terbitnya keputusan tersebut hasil kajian BAPPENAS yang tidak menyebutkan: waktu, sumber dan lama pengkajian. Laporan akhir hasil kajian BAPPENAS tersebut tersebut lemah dan tidak ditandatangani secara resmi pula oleh pihak BAPPENAS.“ kata Oktafiandi.
Hasil investigasi juga menemukan, Bupati Kerinci telah merampas tanah masyarakat dan memaksa masyarakat menjual tanah dengan harga murah. Ironisnya, pada rapat pembahasan soal Pendapatan Asli Daerah pada 15 Maret 2013, yang dipimpin langsung Wakil Bupati Kerinci Moh Rahman. Terkuak bahwa SILPA Kabupaten Kerinci pada tahun anggaran tahun 2012 tersisa sebesar Rp160 miliar.
Kepala DPPKAD Erwin justru menjelaskan bahwa dana sebesar Rp160 miliar itu didepositokan di Bank Jambi cabang Kerinci, dengan bunga sebesar Rp5 miliar. "Ini dampak dari pemaksaan anggaran daerah untuk pembangunan perkantoran Bukit Tengah yang tak kunjung selesai serta tanah-tanahnya belum memiliki legitimasi," keluhnya.
(lal)